Boleh pamer gak sih? Rasanya tangannya sangat gatal mau pamer sama Jesika. Boleh gak sih ia posting? Di story ajalah kalau boleh.
Pengen rasanya buat orang iri. Aduh sunggih niat yang non-mulia.
"Aku ngisi air dulu," ujar Azri.
Lelaki itu sejak tadi sibuk mempelajari sambil mengecek kelengkapan mobil. Sementara ia hanya melihat-lihat sambil membayangkan bagaimana kalau Jesika melihat ini.
Kepalanya berisi niat buruk yang minta di realisasikan. Tapi Ayra coba menahan. Nanti kena angin apa deh itu yang suka dateng gegara bikin orang ngiri.
"Oke. Siap. Kita berangkat."
Azri datang menghampirinya setelah memastikan semua aman.
"Kita mau kemana?" tanya Ayra.
"Ke pedesaan? Biar udaranya sejuk. Biar dingin juga," jawabnya sambil mengedipkan sebelah mata.
Apa sih maksudnya.
Jangan senyum, Ay. Nanti ketahuan ngerti.
Ayra memilih ikut duduk di samping Azri yang akan menyetir membawa mobil ini melewati tol menuju pede
Boleh pamer gak sih? Rasanya tangannya sangat gatal mau pamer sama Jesika. Boleh gak sih ia posting? Di story ajalah kalau boleh.Pengen rasanya buat orang iri. Aduh sunggih niat yang non-mulia."Aku ngisi air dulu," ujar Azri.Lelaki itu sejak tadi sibuk mempelajari sambil mengecek kelengkapan mobil. Sementara ia hanya melihat-lihat sambil membayangkan bagaimana kalau Jesika melihat ini.Kepalanya berisi niat buruk yang minta di realisasikan. Tapi Ayra coba menahan. Nanti kena angin apa deh itu yang suka dateng gegara bikin orang ngiri."Oke. Siap. Kita berangkat."Azri datang menghampirinya setelah memastikan semua aman."Kita mau kemana?" tanya Ayra."Ke pedesaan? Biar udaranya sejuk. Biar dingin juga," jawabnya sambil mengedipkan sebelah mata.Apa sih maksudnya.Jangan senyum, Ay. Nanti ketahuan ngerti.Ayra memilih ikut duduk di samping Azri yang akan menyetir membawa mobil ini melewati tol menuju pedesaan.Tol bayar lagi ternyata. Keluar uang puluhan juta masih belum cukup karen
Ini hari terakhir mereka sebelum pulang ke tanah air. Dan lagi-lagi di habiskan di bawah air hujan yang deras. Ditemani teh hangat sembari melihat keluar jendela mobil mereka. Ayra hanya mengenakan jaket Azri tanpa memakai apa-apa lagi di dalamnya, duduk bersandar menikmati waktu.Perasaan tengang dan nyaman membuatnya betah berlama-lama melihat keluar.Ia melirik ke samping di mana Azri tengah tertidur pulas.Ayra meletakkan gelasnya dan mendekati Azri. Kecupan kecil ia daratkan di pipi pria itu.Menarik selimut lebih tinggi agar Azri tak kedinginan."Bukan. Aku tidak seperti itu. . . ."Ayra sempat terdiam mendengarkan kata yang keluar dari mulut Azri.Pria ini sepertinya sedang mengigau."Aku tidak membunuhnya begitu. . . ."Deg!Apa kata Azri barusan?Tiba-tiba ia jadi cemas.Keringat memenuhi dahi pria itu. Raut wajah Azri yang tampak tidak tenang membuat Ayra mengguncang tubuhnya.Mata Azri terbuka seutuhnya. Pria itu sepertinya langsung sadar dan menatap pada Ayra."Kenapa, Ay
"Mas!" "Mas Azri!" Ayra memanggil-manggil pria itu sejak tadi tapi tak ada sahutan. Seluruh penjuru rumah sudah ia datangi tapi tak ada pria itu. Satu-satunya tempat cuma kamar sebrang kamar tidur mereka. Ia memberanikan diri membuka pintu itu. Beruntungnya juga tidak di kunci Suasana gelap di dalam sana. Sebuah cahaya berasal dari komputer menarik perhatian Ayra. Apalagi sosoknya yang duduk di hadapan komputer itu. Sudah tentu itu Azri. Ia tertegun melihat Azri yang tampak serius mengerjakan sesuatu. Tampak rumit di mata Ayra. Jemari pria itu berhenti menari di atas keyboardnya kala Ayra berdiri tepat di samping belakang pria itu. Azri menoleh lalu melepas earphonenya turun ke leher. "Ay?" "Maaf aku lancang masuk. Aku cari kamu dari tadi." Azri menarik sebuah kursi di sampingnya mempersilahkan Ayra duduk. "Maaf aku ganggu kamu ya?" "Enggak kok."
Lagi-lagi mimpi itu menghantui. Mengganggu tidur nyenyak. Bak emas sekarung, tidur nyenyak selalu sulit Azri dapatkan. Ia mengusap wajah dengan kedua tangannya. Lalu menoleh pada Ayra yang tampak tidur dengan pulas. Ia tengkurap hampir menyelimuti ayra dengan tubuhnya. Namun menjaga beberapa centi agar tidak menindih Ay9ira. "Jangan tinggalin aku ya, Ay." Azri berbisik dengan jarak wajah mereka yang sangat dekat. Deru nafasnya menyentuh kulit wajah Ayra. Perasaan yang terus mengganggu perasaannya, kini bertambah. Justru ketakutan di tinggal Ayra mendominasi di hatinya. Untunglah Ayra tak banyak bertanya apalagi menuntut ia harus menceritakan detail masalalunya. **** "Biar aku yang jemur." Ayra habis selesai mencuci. Ember yang ia keluarkan dari kamar mandi di ambil alih oleh Azri "Istirahat. Kamu mau kerja sebentar lagikan?" Lelaki itu berjalan ke depan membawa ember berisi cucian. Sem
"Kapan sih kalian bakal punya anak? Kamu gak hamil-hamil juga, Jes!"Jesika paling malas jika ditanya begitu. Padahal ia baru menikah tak sampai 2 bulan. Tapi pernyataan kapan punya anaknya udah kayak 5 tahun gak punya anak aja."Belum, Ma. Do'ain aja biar cepet dikasih momongan."Kalau saja tidak di suruh Ari makan siang di rumah mamanya, Jesika malas sekali."Kata Ari kamu kerjanya sampai malam terus jadi kalian gak ada waktu. Ngerjain apa sih sampai malam? Kapan dong mama bisa gendong cucu?"Gimana gak kerja sampai malam, orang apa-apa Ari gak pernah bisa kasih. Bayar sewa rumah aja Jesika harus nguras tabungannya.Kerjaan Ari cuma bergajih 3 juta sebagai pegawai perusahaan. Sementara buat sewa rumah aja bisa sampai 1 jutaan lebih. Buat pegangan pria itu saja sampai 1 juta 500. Ia harus menutupi banyak kebutuhan rumah.Balum lagi kebutuhannya. Untuk skincare dan lain-lain. Kayak gak punya suami aja rasanya. Apa-apa beli dengan uang sendiri."Aku masih harus ngerjain banyak tugas, M
Gimana gak insecure sih bawaannya. Kalau di liat-liat lagi Lisa punya standar kecantikan netizen. Putih, tinggi, langsing, dan mukanya glowing.Fix sih ini Lisa gak tau sebenernya Azri itu punya banyak uang. Kalau dia tau gak mungkin batal nikah sama Azri.Yang menyakitkan untuk Ayra tuh kalau-kalau Azri masih ada rasa sama Lisa. Kemarin aja waktu mereka baru pulang dari Amerika, tatapan Azri pas ketemu mantannya kayak beda gitu. Jangan-jangan waktu itu Azri ngerasa CLBK ke mantannya.Hus! Ah!Emang ya kebiasaan buruk suka curigaan susah di tepis kalau udah mendarah daging.Tapi, kenapa Azri gak jujur juga? Bahkan kesannya tuh kayak gak mau ngobrol kalau arahnya ke si Lisa ini.Padahal cuma sekedar ngomong aja pernah mantanan sama Lisa apa susahnya. Ia cukup dewasa kok untuk menghargai masalalu Azri asal itu murni masalalu dan gak akan kepepet sampai ke masa sekarang."Belanja, Ayra?""Eh? Ehe. . Iya nih. Buat makan siang."Ih kok gugup sih.Ayra rasanya pengen jauh-jauh. Lagian ini
"Satu kampung masa aku gak tau."Jawaban yang normal apalagi di sampaikan dengan nada bicara yang biasa. Meski sempat terasa perubahan ekspresi Azri sebelum pria itu memejamkan matanya kembali."Iya juga sih."Ayra memijat kepala Azri sebisa mungkin tidak mengeluarkan kata-kata debatan. Meski yang ia ingin tau hanya kejujuran Azri, tapi ia tak mau melibatkan kemarahan hanya demi mendapatkannya.Ia bisa menunggu sampai di mana Azri akan menahan diri menutupi masalalu dengan alasan abu-abu seperti sekarang."Saya harap Bu Ambar dapat menjaga kandungannya lebih baik. Apalagi sekarang dia sudah berusia hampir 40 tahun. Sangat rentan dengan kesehatannya."Bu Bidan dan Bapak Rahman keluar dari kamar.Azri cepat bangkit dari pangkuan Ayra. Dari ucapan yang keluar dari mulut Bu Bidan, sepertinya perkiraan kalau Ambar hamil itu benar adanya. Ayra tersenyum lebar, sementara ekspresi bapaknya dan Azri tamp
"Ay?"Ayra masuk tanpa mempedulikan panggilan Azri. Wajahnya kesal sejak tadi mengingat tanggapan Azri barusan."Kamu marah ya?"Ayra mendengus sembari duduk di sofa. Ia meraih remote menyalakan telivisi di depannya."Akukan cuma mau bikin ibu senang, Ay."Ayra menatap suaminya ini dengan geram."Mas tuh apa sih? Mas bahkan gak mau tau pendapatku."Jangankan mau tau soal pendapatnya, Azri bahkan langsung mengiyakan begitu saja permintaan ibunya tanpa bicara dulu padanya.Setidaknya minta sedikit waktu untuk berbincang dengannya. Beremuk sebelum bilang iya atau tidak.Setengah miliyar loh! Itu 500 juta! Segampang itu Azri bilang iya dengan permintaan sesuka hati ibunya."Akukan cuma mau membantu ibu. Aku ada uangnya, ya aku kasih.""Ya tapi itu berlebihan, Mas. Kalau cuma minta tolong 1 atau 2 juta untuk hal-hal penting, gak masalah. Tapi ini minta to