"Aku minta maaf karena sudah menjadi pembohong. Aku tahu aku begitu jahat sudah melukai hati kalian. Tapi--" Mas Alan yang entah sejak kapan mendengarkan percakapanku dengan Ayahnya menjeda ucapannya. Matanya berkaca-kaca. Aku bisa menebak kalau dia juga sangat terluka telah membuat Ayahnya kecewa seperti ini.Ayah terlihat membuang muka, entah karena dia tak mau melihat wajah Mas Alan atau mungkin karena tak mau orang lain melihat kesedihannya. Semarah apapun seorang Ayah, aku yakin di dalam lubuk hatinya yang paling dalam dia masih menyimpan kasih sayang untuk anaknya tak peduli sebesar apapun kesalahan yang sudah anaknya buat."Untuk apa kamu datang kesini?" Ayah Adit masih saja berpura-pura sangat ketus pada anaknya. Padahal jelas-jelas tadi dia sempat mengeluarkan airmata sebelum ia memalingkan wajahnya dari Mas Alan."Meski Ayah sangat menbenciku jangan lupa hubungan seorang anak dan orangtuanya tidak pernah bisa putus hanya karena kebencian yang tersimpan di hati Ayah padaku."
Pov Yudha[Hallo Yudha, barusan Om Adit bilang kalau dia akan memberikan kembali posisi Alan. Ibu enggak mau tahu, kamu harus bertindak sekarang atau kamu mau ibu yang akan menyingkirkan Om Adit dan Alan dengan tangan ibu sendiri!] ancam ibuku, aku tak teekejut dengan kabar darinya. Om Adit pernah bilang bahwa posisi yang ku tempati sekarang memang punya Alan, dia berpesan agar aku siap kapan saja melepas posisi ini jika suatu saat Om Adit ingin mengembalikannya pada Alan.[Bu, tolong bersabarlah. Kita bisa mendapatkan harta Om Adit tanpa harus mencelakainya. Jangan gegabah bertindak Bu. Kita justru akan mendapatkan banyak masalah dan kehilangan semua yang kita punya sekarang kalau ibu salah langkah!][Kenapa kamu berubah pikiran lagi? Ibu enggak butuh nasehatmu sekarang, jangan buat kesabaran ibu habis Yudha!]Aku terdiam sembari memijit kepalaku yang mendadak sakit. Aku mau membantu ibuku saat itu karena sangat sakit hati dengan perbuatan Alan bukan karena membenci Om Adit yang san
Pov Yudha"Ayah enggak kasian pada keadaan Mas Alan? jangan hukum Mas Alan terlalu lama karena biar bagaimanapun juga dia lebih berhak dari siapapun!" sahut Irish. Aku mengepalkan kedua tanganku, wanita itu terus-terusan memikirkan lelaki yang sungguh sangat ku benci itu. Haruskah aku nekad menghabisi Alan agar dia bisa melupakan Alan? haruskah aku bersikap kejam agar dia berhenti berharap lelaki itu akan membagi separoh hati untuknya?"Ayah tidak memperpanjang hukumannya. Jika dia memang mau pulang kerumah Ayah tidak akan melarangnya. Tapi soal menyerahkan kembali kedudukannya di pabrik, Ayah butuh persetujuan dari Tante Sarah. Dia istri Ayah, jadi Ayah tak mau bertengkar dengannya hanya karena masalah ini."Irish terlihat tak suka mendengar keputusan Ayah. Entah apa yang ada dalam kepalanya hingga ia terus memihak Alan.Beberapa saat kemudian Om Adit tertidur setelah minum obat, aku memindahkan kursi ke sebelah Irish. Irish nampak gugup, aku menjadi bertanya-tanya apa sudah terjadi
Pov AlanMalam sebelum kecelakaan, aku datang ke rumah sakit menjenguk Irish dan Ayahku. Di depan ruangan Ayah dan Irish dirawat ada Yudha sedang duduk di sana sambil termenung. Aku tetap cuek masuk ke dalam tanpa berniat menyapanya.Di dalam ruangan terlihat iris tengah melamun, entah apa yang sedang di lamunkannya sampai dia tak menyadari kedatanganku."Ehem!" aku berdehem, dia terlihat terkejut dan langsung berpura-pura menutup matanya. Aku tergelak melihat sikapnya yang kekanak-kanakan itu."Nggak usah pura-pura tidur, aku sudah melihat matamu terbuka lebar sedari tadi." godaku sambil mendekat ke ranjangnya. Wajahnya memerah sambil meringis menahan malu."Kamu sudah datang ternyata." ucapnya sembari menyembunyikan wajahnya. Sepertinya dia masih malu karena dia masih tak berani menatapku."Kamu yang menyuruhku cepat datang kan, jadi aku tak mau membuang waktu di rumah." balasku. Irish hanya tersenyum, aku kemudian menyodorkan bungkusan makanan untuknya."Sudah makan malam?" tanyaku
Pov Yudha"Aku bawakan sarapan untuk Om." ucapku setelah memberanikan diri masuk ke dalam ruangan tempat Om Adit di rawat. Kulihat Iris sedang membersihkan ruangan. Aku memang senang melihat keadaannya yang sudah pulih tapi perubahan sikapnya membuatku tetap saja merasa terganggu."Kamu sudah tahu kalau Alan kecelakaan?" tanya Om Adit. Aku melirik kearah Irish bingung mau menjawab apa. Namun Irish terus menghindari tatapanku."Alan kecelakaan? kapan Om?" aku memilih pura-pura tak tahu."Saat pulang dari sini tadi. Dia kecelakaan tunggal. Mobilnya menabrak pembatas jalan.""Terus gimana keadaannya sekarang Om?""Alan bilang baik-baik saja. Sedangkan istrinya mengalami sedikit kerusakan di wajah kiri dan tangan kirinya." cerita Om Adit."Bukannya Om bilang dia kecelakaan saat pulang dari rumah sakit ini, kenapa bisa dia kecelakaan bareng istrinya?"Om Adit terlihat menghela nafasnya, "Sebenarnya Alan melarang Om untuk cerita pada siapapun termasuk kamu dan Irish. Tapi karena kamu bertan
Pov Author"Lepaskan!" ucap Irish setelah dia dan Yudha sampai di sebelah mobil Yudha."Iya tapi masuklah dulu. Dengan wajah cemberutmu yang seperti itu, orang pikir kita sedang bertengkar!" perintah Yudha sembari membuka pintu mobil untuk Irish. Irish menurut dan segera masuk kedalam."Anak dan ibunya sama-sama punya penyakit gila. Kamu enggak usah dengerin tuduhan konyolnya!" ucap Yudha menenangkan Irish."Mas Alan membohongiku. Kalau aku tahu Vikha marah, aku takan mau di rawat diruangan yang sama dengan Ayah." ucap Irish."Kamu jangan menyalahkan dirimu sendiri. Wanita itu yang tidak bisa menempatkan dirinya. Harusnya dia paham dalam kondisi darurat seperti ini dia tidak boleh egois."Irish masih terdiam karena masih cukup terpukul dengan kejadian barusan."Kalau aku tak menyuruhmu membantuku mengurus Ayah, ini semua takan terjadi. Jadi sumber utama masalah datang itu aku bukan kamu Irish!"Yudha bingung Irish sama sekali tak merespon ucapannya. Irish justru menangis sambil menutu
Pov IrishSudah sebulan aku dan Yudha menjalin hubungan. Tak banyak perubahan dari sikapnya karena dari dulu dia jenis lelaki yang memang sangat perhatian padaku. Dia satu-satunya orang yang selalu ada di dekatku di saat aku benar-benar hancur.Bukan buta, selama ini aku sudah tahu bahwa lelaki itu memang seperti memendam perasaan padaku. Untuk itulah aku sering bersikap judes agar dia tak terlalu berharap padaku.Tentang kenapa sekarang aku memberinya kesempatan, itu karena aku ingin nelindungi keluarga Om Adit semata. Tidak ada perasaan apapun dalam hatiku untuk Yudha. Soal bagaimana kelanjutan hubungan kami kedepannya aku biarkan seperti air mengalir saja. Semoga pelan-pelan aku bisa mencintai Yudha setulus cinta lelaki itu padaku.Aku mendengar kabar dari Yudha bahwa Mas Alan juga sudah kembali kerumahnya. Yudha pun sudah mengundurkan diri dari pabrik Ayah Adit, dia berencana membuka usaha sendiri yakni membuka sebuah minimarket di pusat kota nantinya. Yudha bilang sudah seminggu
Pov YudhaTidak terasa sudah jam sebelas siang, sebentar lagi jam makan siang Irish. Aku bermaksud datang ketokonya untuk mengajaknya makan siang.Umurku sudah menginjak 28tahun, tapi aku seperti anak ABG labil yang gemetaran saat ingin menemui pacar. Ya, aku sangat gugup setiap kali ingin menemui Irish. Mungkin perasaan cintaku yang sangat besar membuatku sampai seaneh ini.Satu persatu baju kubuang kesembarang arah, sudah hampir tiga puluh menit aku belum juga menemukan baju yang cocok untuk ku pakai menemui Irish. Memang segila ini aku mencintai Irish. Hampir setiap hari bertemupun masih saja ingin selalu terlihat sempurna di depannya.Ceklek!Aku menutupi bagian dadaku yang sedang tak mengenakan baju karena terkejut tiba-tiba pintu kamarku dibuka seseorang. Perasaan senang karena ingin cepat-cepat menemui Irish mendadak hilang melihat Alan datang tanpa mengetuk pintu."Bisakah kamu sedikit lebih sopan jika ingin masuk kedalam kamarku?" geramku pada lelaki yang selalu tidak menyuka