Share

Keluarga Batara

Author: PutriNaysaa
last update Last Updated: 2023-10-02 12:49:13

Gallen mengerutkan kening mendengar ada suara ribut di luar, ia dan Giana yang sedang membantu merapikan meja segera menuju pintu depan. Terlihat di sana beberapa orang yang Gallen kenal sebagai keluarga Batara.

“Saya hanya ingin berbicara dengan Emily Jeng Ratna,” pinta seorang wanita paruh baya dengan seorang laki-laki muda.

“Emily belum baik kondisi mentalnya, dia saja tidak bicara sama kami keluarganya. Maaf mohon pengertiannya. Emily sedang tidak baik-baik saja,” tutur Mama Emily.

Menyaksikan hal tersebut Gallen segera berdiri di samping mama Emily.

“Mohon maaf Tante, saya tidak mengizinkan Emily bertemu siapapun selama masa pemulihannya. Emily bukan hanya sakit badannya tapi juga hatinya. Jika ada yang mau Tante bicarakan pada Emily, Tante bisa beritahukan pada saya.” Gallen mengambil alih pembicaraan.

“Loh kenapa kamu ikut campur? Kamu hanya pegawai wedding organizer anak-anak kami.” Orang tua Batara berang seketika.

“Iya benar saya adalah pengurus pernikahan putra dan putri Ibu. Di mana putra yang Ibu banggakan tidak datang saat hari ijab qobul. Apa sudah di temukan keberadaan Batara sampai sekarang? jika sudah tolong sampaikan untuk bertanggung jawab. Bukan hanya pada Emily, tapi juga pada keluarganya. Pada Papanya yang sampai meninggal, setelah Batara bisa bertanggung jawab akan itu, baru saya izinkan bertemu Emily.” Gallen berkata penuh penekanan pada seorang Ibu yang wajahnya sudah memerah sempurna.

Selain malu luar biasa, yang dikatakan Gallen adalah satu kebenaran yang tidak bisa ia sangkal.

“Siapa kamu berani menceramahi saya?” Orang tua Batara murka.

“Saya adalah petugas WO yang seperti Ibu sebutkan tadi. Dan sayalah penanggung jawab di rumah ini setelah kepergian Bapak Bachtiar.” Gallen memberikan tatap penuh ancaman pada dua orang di hadapannya.

“Jangan bertingkah heroik ya Anda.” Putra lain dari mantan calon besan mama Emily ikut berang bahkan sudah menarik kerah kemeja Gallen hingga mama Emily dan Giana berseru bersamaan.

Gallen hanya mendengus kencang, menekan antara ibu dari dan telunjuk sang pria muda yang sok jagoan mengancamnya. Memelintir dan menguncinya di belakang punggung hingga jerit kesakitan menggema sempurna. Wanita paruh baya histeris melihat putra bungsunya mendapatkan perlakuan tersebut. Gallen yang mendapatkan tepukan sekali dari mama Emily langsung mengentak pria muda hingga tersungkur ke lantai pualam. Hingga terdengar debam kencang dan suara kesakitan.

“Silakan tinggalkan rumah ini jika Ibu masih punya hati dan empati pada keluarga Emily. Jika masih melakukan hal pemaksaan seperti tadi, maka akan saya bawa ke ranah hukum karena mengganggu kenyamanan keluarga ini. Dan akan melaporkan Batara atas tuduhan penipuan pernikahan.” Gallen memberikan isyarat pada Giana untuk membawa mama Emily masuk dan ia menutupnya dari luar untuk memastikan tamunya pulang. 

Penuh cemooh dan makian terdengar dari mulut wanita paruh baya di luar pintu. Mama Emily bersandar lemas pada dinding samping pintu besar bagian dalam. Ia kaget dapati sikap lain dri mantan calon besannya yang ia kenal teramat baik. 

“Mari duduk dulu Tante, Tante lemas.” Giana memapah mama Emily hingga duduk dan berlari ke dapur mengambilkan segelas air minum. 

Di luar pintu, Gallen meminta sekuriti penjaga rumah Emily untuk tidak lagi menerima siapapun keluarga Batara yang datang tanpa seizinnya. Setelah memastikan mobil orang tua Batara pergi, barulah Gallen masuk ke dalam rumah dan menemui mama Emily.

“Tante, saya minta maaf sudah lancang berkata demikian. Tapi mereka sangat tidak sopan memaksa menemui Emily .... “

Perkataan Gallen terputus kala kedua tangannya yang sedang berjongkok di hadapan mama Emily langsung di genggam erat dengan mata berkaca-kaca.

“Terima kasih sudah melindungi Emily ya Gallen, kamu tidak perlu minta maaf. Tante dari tadi susuh membuat mereka pulang. Kenapa mereka seolah tidak punya hati pada Emily sampai memaksa bertemu padahal saat papanya meninggal bahkan mereka tidak ada yang datang.” Air mata mama Emily beranak sungai.

“Saya sudah meminta bapak sekuriti untuk menolak siapapun dari keluarga Batara yang datang kemari. Tante istirahat saja, ini biar kami yang selesaikan sambil tunggu kak Gracia pulang.” Gallen menepuk tangan dingin mama Emily perlahan.

Mama Emily mengangguk. “Kalian anak-anak baik, terima kasih banyak.”

Mama Emily memutuskan berbaring di dalam kamarnya, sementara Gallen membelai kepala Giana pelan.

“Kamu sudah makan belum? makan dulu baru kita lanjutkan ini ya.” Gallen berkata lembut pada Giana.

“Tidak selalu enak ya Bang jadi orang kaya, bahkan keluarganya ada yang meninggal merek hanya ada saat hari pertama saja. Alhamdulillah saat orang tua kita tidak ada, rumah kita ramai terus sampai seratus harian. Semoga Tante tidak sampai sakit,” tutur Giana.

“Jangan membandingkan, mungkin kesibukan mereka jauh lebih banyak. Kita kerjakan apa bagian kita tanpa mencampuri yang bukan hak kita. Dan lagi ... Abang kamu ini juga kaya kok. Kamu masih menganggap Abang tidak banyak uang?” Gallen tertawa di akhir kalimat.

“Kadang lupa kalau Abang sudah sukses. Hanya rumah saja kalah besar,” kekeh Giana.

Canda dua kakak beradik tersebut ternyata tidak luput dari pengamatan Emily dari atas. Emily memutuskan tidak turun saat melihat mamanya menangis dengan menggenggam tangan Gallen dan mengucapkan terima kasih dengan tulus. Emily menyaksikan percakapan Gallen yang lembut dan manis pada sosok Giana yang memusuhinya sedari awal.

Emily juga sering merasakan berada di posisi Giana, di sayangi sebesar itu oleh Gracia dan kedua orang tuanya. Tiba-tiba air matanya mengalir, segera ia hapus dan memutar badan menuju kamarnya. Ia lebih suka mengurung diri di kamarnya saat ini. Tidak memperbolehkan siapapu masuk.

Sejak hari pernikahan gagalnya, Emily tidak menghidupkan poselnya sedikitpun. Ia memutus hubungan dengan dunia luar. Sekalipun dengan keluarganya, ia tidak memedulikan kantornya, kantor papanya bahkan tidak memedulikan bukan hanya dia di sini yang kehilangan. Ada mama dan Gracia juga merasakan sakit yang sama dengannya.

“Papa ... kenapa papa tinggalkan Emily saat seperti ini? kenapa papa menitipkan Emily pada laki-laki yang baru papa kenal. Emily hanya butuh papa di samping Emily, bukan orang lain.” Emily membisiki diri sendiri di dalam kamar sunyinya. 

Satu persatu kenangan dengan papanya menyeruak ganas, mengambil semua kesadaran Emily hingga terpecah tangis hebat sendirian di atas ranjang serba putihnya. Tangisan hebat itu tidak lagi hanya leleh air mata, tapi jeritan kuat dan kencang memanggil nama papanya. 

Meskipun pintu kamar Emily tertutup dan terkunci, jelas jeritan Emily sampai ke telinga Gallen dan Giana. Mereka berdua berlarian ke lantai dua di mana kamar Emily berada. Gallen menggedor kencang pintu kamar yang di kunci dari dalam.

“Dobrak Bang,” seru Giana.

“Kamu lari ke bawah, tanya Tante apa ada kunci duplikatnya.” Gallen meminta Giana ke kamar mama Emily.

“Emily! Kamu kenapa? Emily buka pintunya! Emily!” Gallen terus berseru dengan tangan tidak berhenti menggedor kuat pintu dengan aksen ukiran rumit di bagian atasnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suami Pengganti Wasiat Papa   Bola Mata Abu-abu  (The End)

    “Belum Sayang?” Suami Gracia baru datang setelah Emily masuk ruang operasi tiga puluh menit lalu. “Belum, baru setengah jam masuk.” Gracia menjawab dengan masih merangkul lengan mamanya yang sedari tadi terdiam dan Gracia tahu sang mama tiada memutuskan doanya untuk keselamatan Emily dan si kembar. Mereka berempat menunggu di luar pintu ruang operasi dengan jantung berdebar-debar. Sementara Gallen yang ikut ke dalam menemani proses kelahiran kedua putri mereka jauh lebih jantungan. Seluruh badannya dingin dan ada rasa ingin muntah namun ia tahan sekuat tenaga, bahkan serangan pusing akan dinginnya ruang operasi mampu membuat Gallen menggigil. Gallen berada di samping kepala istrinya memberikan pandangan menenangkan pada Emily walau isi hari dan kepalanya berkutat pada suara para tenaga medis yang meminta berbagai jenis alat bedah yang tidak Gallen pahami. “Sudah sampai mana?” tanya Emily pelan.Gallen terse

  • Suami Pengganti Wasiat Papa   Menunggu Dua Bidadari

    “Ada lagi enggak barang lainnya? Takutnya tertinggal.” Mama Emily bertanya kala Gallen memasukkan satu persatu perlengkapan untuk menemani Emily di rumah sakit. “Sepertinya sudah semua, Ma. Kalau memang ada yang kurang nanti aku akan ambil kembali. Mama naik duluan saja, aku akan bawa Emily.” Gallen membukakan pintu untuk sang mama agar naik ke mobil terlebih dahulu. Gallen kembali masuk ke dalam rumah di mana Emily duduk berdampingan dengan Giana dan Gracia. “Kita mau ke rumah sakit tapi kaya mau demo rame begini,” kelakar Emily. “Bagus dong Em, kita kan juga mau dampingi kamu biar deg-degannya dibagi-bagi,” jawab Gracia. “Deg-degan tapi juga excited, Kak.” Emily menerima uluran tangan Gallen yang berniat membantunya berdiri dari posisi duduk. “Ayo kita Bismillah sama-sama ya, Sayang.” Gracia mengecup kepala samping Emily dengan memegangi pinggang sang adik yang tampak kepa

  • Suami Pengganti Wasiat Papa   Kontraksi Berikutnya

    “Ah ... selamat, aduh ya ampun ... aku mau punya keponakan?” Emily kembali berseru, menggeser badan mengimpit Gracia untuk memeluknya dari samping dengan bersemangat. “Kamu tahu sekali aku sangat bahagia, Em. Aku sudah bisa membayangkan anak-anak kita berlarian merebutkan neneknya.” Gracia kembali mengusap sudut matanya yang basah. Emily mengangguk, menyetujui perkataan kakaknya yang ia yakin benar. Si kembar dan sepupu mereka akan memperebutkan sang nenek kelak seperti mama mereka. “Berapa minggu tadi usianya? aku hanya baca bagian positif.” Emily merangkul bahu Gracia erat. “Enam minggu,” jawab suami Gracia. “Titip kakak aku yang cerewet ini ya Bang, awas kalau kenapa- kenapa.” Emili pura-pura mengancam dengan menyipitkan matanya ke arah suami Gracia. “Pasti dong Dek, mereka adalah hidup aku sekarang ini,” tukas suami Gracia. Emily memeluk sang kakak dengan

  • Suami Pengganti Wasiat Papa   Kehamilan Kedua

    “Abang tanyanya seolah meremehkan begitu, aku enggak pernah pacaran sama sekali. Dari mana pernah ciuman. Dan kalaupun sudah pacaran belum tentu aku akan mau melakukan itu,” papar Giana. “Iya paham, kamu wanita baik-baik buka seperti aku yang banyak ceweknya di sana sini,” desah Prasetio. “Aku enggak mengungkit masalah itu, kenapa Abang malah seolah merendahkan diri sendiri seperti itu?” tuntut Giana. “Kita mau berantem masalah ciuman ini? bukankah kamu bilang kangen sama aku kemarin? Sekarang malah menanduk terus,” papar Prasetio. Giana menunduk kecil, diam. “Aku tidak meremehkan kamu yang belum pernah ciuman, bagus malah. Pergaulan kamu sangat baik dan sehat, dan aku enggak merendahkan diri karena bilang banyak cewek. Itu hanya sebagai pengingat untuk aku terus memperbaiki diri agar benar-benar layak disandingkan perempuan seterjaga kamu, Giana. Sumpah mati aku malu sama masa lalu aku pad

  • Suami Pengganti Wasiat Papa   Kencan Calon Adik Ipar

    “Wuih ngeri sekali perut kamu Em, seperti mau meletus,” kelakar laki-laki berjaket kulit hitam. “Asem,” kekeh Emily. “You look so beautyfull, how are you?” Prasetio memberikan pelukan hangat pada Emily dengan pakaian rumahnya, daster. “Peres amat bilang cantik, sudah tahu sebesar ini badan aku. Kabar sehat Alhamdulillah, ada perlu di rumah atau bagaimana kok tiba-tiba balik Indonesia?” tanya Emily. “Ada yang minta aku pulang, kangen katanya,” kekeh Prasetio. Emily tersenyum paham kemudian terkekeh kecil sebelum mempersilakan tamunya masuk ke dalam rumah barunya yang belum sepenuhnya rapi karena baru tiga hari lalu mereka pindahan. “Lagi dijemput sama abangnya, duduk Tio. Sudah pulang ke rumah kan tapi?” tanya Emily. “Sudah, semalam menginap juga di rumah. Iya Giana sudah bilang, bagaimana perkembangan si kembar?” Prasetio menunjuk perut Emily dengan dagunya.

  • Suami Pengganti Wasiat Papa   Pelajaran

    “Jangan terlalu stres ya Ibu, jangan sampai tekanan darahnya naik lagi kalau bisa. Pokoknya harus terus bahagia kalau ibu hamil itu dan selalu hati-hati.” Dokter berpesan pada Emily dan Gallen sebelum esok harinya diperbolehkan pulang. “Baik Dok, akan kami ingat.” Gallen dan Emily menjawab serentak. Gallen siap mendorong Emily yang duduk di kursi roda, sedangkan mama Emily dan Giana berdiri di samping keduanya denga tarikan nafas lega. “Kok kamu tiba-tiba punya darah tinggi si, Sayang?” tanya Mama Emily membelai kepala putrinya. “Ini Ma pelakunya yang buat aku tekanan darah tinggi terus, marahin Ma.” Emily menunjuk Gallen dengan wajah sengaja ia lipat-lipat secara dramatis. “Kamu yang buat anak Mama darah tinggi? Hah? dasar nakal kamu ya.” Mama dengan tertawa memukul lengan Gallen berkali-kali. “Pukul Ma pukul yang kencang, jewer kalau perlu.” Emily mengompori dengan bertepu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status