Home / Romansa / Suami Pengganti untuk Adara / 8). Semua Tentang Felicya

Share

8). Semua Tentang Felicya

Author: Cacavip
last update Last Updated: 2024-02-01 14:16:37

***

"Siapa, Ra?"

Danendra langsung keluar dari kamar sesaat setelah dirinya memakai kaos hitam polos juga celana pendek. Mengerutkan kening, dia memandang Adara yang masih berdiri di dekat pintu.

"Lho, enggak dibuka?"

"Degdegan," kata Adara apa adanya.

Penasaran, Danendra berjalan mendekati Adara lalu memandang intercom di samping pintu. Teresa. Di luar sana sang mama berdiri sambil menenteng kotak makan susun di tangannya.

"Mama," gumam Danendra. Dari intercom, dia memandang Adara. "Mama aku lho, Ra. Kenapa enggak dibukain?"

"Kamu aja," kata Adara. "Aku takut."

"Takut kenapa? Mama aku enggak makan orang kok," tanya Danendra.

Adara hanya tersenyum meringis tanpa menjawab ucapan Danendra, sementara jantungnya berdegup dua kali lebih kencang.

Sikap Teresa yang masih terlihat sinis padanya memang membuat Adara segan. Dia tahu mertuanya itu tak suka padanya karena sudah mengganggu hubungan Danendra dan Felicya.

Dan sekarang—jika bisa, ingin sekali rasanya Adara minggat saja ke kamar agar tak bertemu dengan Teresa.

"Lama banget bukanya? Lagi apa sih?"

Pertanyaan tersebut langsung dilontarkan Teresa ketika Danendra membuka pintu apartemen, sementara Adara masih berdiri tak jauh dari sana.

"Maaf, Ma. Tadi aku lagi pake baju dulu. Baru beres mandi," jawab Danendra.

"Adara?" Teresa menaikkan sebelah alisnya. "Bisa kan, dia diminta buka pintu?"

Setelahnya—tanpa menunggu jawaban Danendra, Teresa melangkah masuk ke apartemen sang putra dan tentu saja dia berpapasan dengan Adara.

"Pagi, Tante," sapa Adara canggung.

Mengukir senyum tipis, Teresa tak langsung menjawab sapaan Adara karena dia justru memandang Adara dari ujung kepala hingga ujung kaki lalu memandang Danendra.

"Mau ke mana?" tanya Teresa pada Danendra.

"Anu Tan-"

"Mau keluar," jawab Danendra.

"Keluar ke mana?" tanya Teresa penuh selidik.

"Ngabisin waktu berdua aja, Ma," jawab Danendra. "Kita kan enggak honeymoon, jadi mau keluar berdua sebelum kerja lagi. Udah bilang juga sama Papa."

"Oh," jawab Teresa singkat. Dari Danendra, dia kembali mengalihkan perhatiannya pada Adara. "Mama bawa sarapan buat kalian berdua. Bukan makanan berat sih, cuman roti sandwich sama susu."

"Ya ampun, Tan. Ngerepotin banget. Padahal, Adara baru aja mau pesen," ucap Adara.

"Tan?" Teresa menaikkan sebelah alisnya—memandang Adara masih dengan tatapan yang sama. "Enggak mau panggil Mama gitu? Ah, atau kamu emang sengaja enggak mau panggil Mama karena pernikahan kalian enggak didasari cinta?"

"Ma, kok ngomong gitu?" tanya Danendra tak suka.

"Kenapa? Mama cuman tanya aja kok," ucap Teresa santai.

"Jadi Dara boleh panggil Mama?" tanya Adara.

"Kamu anggap Tante mertua, enggak? Kalau anggap, say Mama aja. Kecuali kalau enggak," jawab Teresa. "Mama mau simpan sarapannya dulu. Ditunggu di ruang makan."

Seperti di rumah sendiri, Teresa langsung melenggangkan kakinya menuju ruang makan, sementara Adara hanya bisa menghela napas pelan—berusaha menerima perlakuan Teresa seburuk apapun itu karena lagi, di sini dialah yang salah.

Tak ada angin tak ada hujan, Adara tiba-tiba saja meminta Danendra menikahinya. Jadi wajar bukan, Teresa masih tak terima?

"Ra, sikap mama aku jangan diambil hati ya," kata Danendra. "Dia cum-"

"Its okay, Dan. Wajar kok Mama kamu bersikap kaya gitu," ungkap Adara. "Di sini aku yang salah."

"No." Danendra menggeleng seolah tak mau Adara menjadikan dirinya sendiri menjadi pihak paling bersalah. "Kamu enggak salah sama sekali. Kamu lakuin ini juga karena terdesak keadaan, kan?"

"Iya sih."

"Ya udah," kata Danendra sambil mengusap puncak kepala Adara dengan lembut. "Jangan sedih ya. Mamaku aslinya baik kok. Kamu tahu sendiri, kan?"

"Yeah, i know," kata Adara.

Tangan kiri Danendra yang semula mengusap pucuk kepala Adara kini berpindah pada lengan perempuan itu. Menuntun sang istri, keduanya melangkahkan kaki untuk menghampiri Teresa.

Namun, tepat ketika hampir memasuki dapur, Danendra berhenti mendadak membuat Adara ikut berhenti karenanya.

"Kenapa?" tanya Adara penasaran.

"Maaf tadi aku bohong," kata Danendra.

"Soal apa?"

"Pas Mama tanya kita mau ke mana," ucap Danendra.

"Oh itu, iya enggak apa-apa," kata Adara. "Aku tahu kebohongan kamu itu buat lindungin aku. Makasih ya."

"Sama-sama."

"Aku emang enggak tau diri," ucap Adara.

"Enggak usah ngomong yang aneh-aneh."

"Maaf."

"Ayo sarapan."

Adara mengukir senyum lalu mengangguk pelan dan setelahnya mereka menghampiri Teresa yang sibuk menata sandwich di piring.

"Punya kamu," ucap Teresa sambil menunjuk dua buah sandwich di piring. "Enggak pake selada."

"Makasih, Ma."

Menari kursi, Danendra duduk bersebelahan dengan Adara, sementara Teresa duduk di depan pengantin baru itu.

"Enggak ada yang kamu enggak suka kan, Ra? Mama masukkin semuanya di sandwich kamu."

"Enggak, Ma. Dara suka semua kok," ucap Adara.

"Kamu ingat-ingat ya, kalau buat roti sandwich, Danendra enggak suka pake selada," ucap Teresa. "Felicya udah hafal banget. Kamu juga harus hafal. Kamu istri Danendra soalnya."

"Ma." Danendra menatap sang mama tanpa berkata apapun—berharap Teresa akan paham jika dia tak suka pembahasan mamanya itu yang sengaja membawa Felicya.

Meskipun Danendra tahu Adara tak mencintainya, tetap saja dia takut perempuan itu akan tersinggung dengan ucapan sang mama.

"Udah, Dan. Enggak apa-apa," ucap Adara pelan, sementara tangannya di bawah meraih tangan pria itu agar tak protes lagi pada sang mertua.

"Kenapa? Apa ada yang salah sama omongan Mama?" tanya Teresa pada Danendra. "Benar, kan? Kamu enggak suka selada?

"Enggak ada kok, Ma. Enggak ada yang salah," ucap Adara.

"Ya udah makan kalau gitu," ucap Teresa. "Mama enggak akan lama. Mau ada urusan soalnya."

"Iya, Ma."

Setelahnya—tanpa banyak mengobrol, Danendra dan Adara menyantap sarapan mereka masing-masing, sementara Teresa sibuk dengan ponselnya, entah sedang apa.

Tak ikut sarapan, Teresa memang sudah makan di rumah sebelum menemui putranya di apartemen.

"Sandwichnya enak, Ma," puji Adara.

"Suka?" tanya Teresa.

"Iya," jawab Adara.

"Kamu bisa belajar buat sama Felicya nanti," kata Teresa. "Dia pintar banget masak soalnya. Meskipun, sibuk dengan karir dia jadi designer, masalah kenyangin perut, dia juga jago."

"Ah iya," kata Adara canggung. Dia yang semula tersenyum, kini hanya memasang raut wajah yang sulit diartikan, sementara Danendra hanya mendesah—tak enak dengan Adara karena ucapan sang mama.

"Oh ya, Dan. Kapan Felicya pulang?" tanya Teresa.

"Belum ngabarin," jawab Danendra singkat.

"Kamu masih komunikasi kan, sama dia?" tanya Teresa.

"Masih," kata Danendra yang lagi-lagi singkat. Dalam hati, dia ingin menegur sang mama agar tak terus membahas Felicya. Namun, nyatanya tak bisa.

Danendra juga harus tetap bersikap sopan pada Teresa.

"Tolong jelasin secara baik-baik saja dia ya, nanti. Meskipun Feli pastinya kecewa, Mama enggak mau hubungan dia sama kita jadi renggang," perintah Teresa. Dari Danendra, dia kembali memandang Adara. "Kalau perlu kamu yang jelasin aja sama Feli ya, Ra. Bilang ke dia kalau Danendra terpaksa nikah sama kamu karena keadaan kamu terdesak. Mama udah cocok bangey sama dia dan Mama enggak mau kalau Feli jadi jauh setelah ini."

"Iya, Ma. Nanti Adara yang jelasin ke Felicya," ucap Adara.

"Bagus," kata Teresa. "Ah, coba aja Mama masih punya anak bujang. Udah Mama nikahin dia sama Felicya. Menantu idaman banget."

"Ma." Danendra tak bisa diam lagi. Dia yang semula menyantap sandwichnya langsung meletakkan roti lapis itu dengan sedikit kasar sampai menimbulkan bunyi yang cukup keras. "Bisa berhenti bahas Felicya enggak, Ma? Di sini ada Adara."

"Terus masalahnya apa?"

"Adara istri Danendra, Ma. Mama bisa kan hargain posisi dia dengan enggak bahas perempuan lain?" tanya Danendra.

"Jadi kamu enggak suka?"

"Enggak."

"Dan, udah. Aku enggak apa-apa," kata Adara.

"Aku yang apa-apa, Ra," ucap Danendra.

"Kamu kenapa sih, Dan?" tanya Teresa.

"Harusnya aku yang tanya, Mama kenapa?" tanya Danendra. "Enggak suka banget kayanya sama Dara sampai harus bahas Feli terus?"

"Kamu tanya kenapa?" tanya Teresa sambil beranjak dari kursi yang dia duduki. "Karena Dara udah rusak hubungan kamu sama Feli, Dan!"

"Mama."

"Udahlah, Mama pulang aja kalau gini. Kamu nyebelin."

Beranjak, Teresa pergi begitu saja meninggalkan Adara juga Danendra.

"Ma, mau ke mana?" panggil Adara yang ikut beranjak—berniat untuk menyusul. Namun, tangan Danendra mencekalnya. "Dan."

"Enggak usah disusul."

"Tapi Dan-"

"Habisin sarapan kamu."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suami Pengganti untuk Adara   316). Extra Chapter 14

    *** "Onty, Reano mana. Kok enggak kelihatan dari tadi?" Adara yang sedang menyapa para tamu seketika menoleh saat sebuah pertanyaan diucapkan seorang laki-laki muda yang malam ini tampan dengan kemeja navy bluenya. Danial. Yang baru saja bertanya pada Adara adalah Danial. "Eh, Nial. Rean kayanya masih di jalan." "Lho, enggak bareng?" "Mana maulah bareng sama Onty," kata Adara. "Dia kan jemput pacarnya." "Masih sama Lula?" "Masih." Danial tersenyum. "Awet juga ya, enggak kaya kakaknya." "Haha iya." "Ya udah, Nial gabung dulu sama yang lain ya Onty." "Iya, Nial." Malam ini adalah malam yang cukup membahagiakan bagi keluarga besar Alexander—khususnya keluarga Adam karena sebuah pesta tengah digelar di ballroom hotel berbintang di kota Jakarta. Bukan pertunangan atau pernikahan, pesta yang dirancang oleh anak-anak juga para menantu Adam itu adalah sebuah perayaan aniversary pernikahan Adam dan Teresa yang ke lima puluh delapan tahun. Cukup lama Adam menjalin

  • Suami Pengganti untuk Adara   315). Extra Chapter 13

    ***"Duh siapa sih?"Masih dengan kedua mata terpejam, Alula mengulurkan tangannya—meraba-raba meja nakas di samping kasur untuk mencari ponsel yang saat ini berdering cukup nyaring.Entah siala yang menelepon, yang jelas Alula merasa sangat terganggu oleh bunyi dering ponselnya tersebut."Ketemu," gumam Alula ketika akhirnya dia menemukan apa yang dicarinya.Mengambil ponsel tersebut, perlahan Alula membuka matanya dan yang dia temukan di layar adalah nama Reano."Reano. Ngapain sih?"Beringsut, Alula mengubah posisinya menjadi duduk sebelum akhirnya menjawab panggilan dari Reano."Halo, Rean. Kenapa?" tanya Alula parau."Baru bangun?""Iya.""Dih, belum sholat dong?" tanya Reano."Emang ini jam berapa?" tanya Alula yang memang belum sempat melihat jam baik itu di ponsel mau pun di dinding kamar."Jam lima pagi," kata Reano. "Ke air gih sana, cuci muka, wudhu, terus sholat.""Iya.""Nanti jam enam aku ke kamar kamu," ungkap Reano—membuat Alula seketika mengerutkan keningnya."Mau nga

  • Suami Pengganti untuk Adara   314). Extra Chapter 12

    ***"Jaga diri baik-baik di sana, awas jangan macam-macam.""Iya, Ma. Siap."Pukul delapan pagi, Reano sudah siap dengan penampilannya yang bisa dibilang cukup rapi. Membawa koper berwarna hitam berisi pakaian ganti, remaja yang satu bulan lalu baru saja genap delapan pelas tahun itu sudah tiba di bandara, diantar Adara juga Danendra.Tujuannya? Tentu saja Jerman. Memanfaatkan libur panjang sebelum masuk kuliah, Reano memang meminta izin pada kedua orang tuanya untuk pergi ke Jerman menemui Nara.Tak sendiri, Reano pergi bersama Alula yang memang ingin menghabiskan waktu liburan di luar negeri.Berhubung kedua orang tuanya sibuk, Alula memutuskan untuk ikut bersama Reano yang sejauh ini bisa dipercaya menjaga putri bungsu seorang Arkananta itu."Jangan macam-macam kalian di sana. Ingat, pisah kamar," kata Aludra memperingatkan."Iya, Mama. Masa satu kamar?" tanya Alula. "Lagian uncle Danen kan udah pesenin dua kamar buat aku sama Reano.""Tenang aja, Ra. Aku udah pesenin kamar yang be

  • Suami Pengganti untuk Adara   313). Extra Chapter 11

    ***'Hati-hati di jalan.'Elara yang baru saja memasukkan beberapa baju ke dalam tas seketika mengukir senyumannya ketika sebuah pesan yang bisa dibilang cukup romantis masuk ke ponselnya—membuat dia terbang ke angkasa dengan perasaan yang berbunga-bunga.Bukan dari orang sembarangan, pesan tersebut berasal dari Regan yang memberikan peringatan pada Elara karena sore ini gadis itu akan berangkat menuju Bandung untuk menginap di rumah Aksa selama dua malam.Alasannya? Tentu saja Elara ingin menemui Regan yang satu minggu lalu resmi menjadi pacarnya.Dicomblangkan oleh Respati lalu saling mengenal via virtual selama sebulan lebih, Elara dan Regan sepertinya memiliki banyak kecocokan lalu pada akhirnya memutuskan untuk menjalin hubungan setelah Regan menyatakan cintanya lebih dulu seminggu yang lalu.Regan memang jarang bicara bahkan terkesan dingin, tapi di dekat orang yang membuatnya nyaman, Regan kadang berubah seratus delapan puluh derajat dan bagi Elara, Regan ternyata cukup menyena

  • Suami Pengganti untuk Adara   312). Extra Chapter 10

    ***"Oke, istirahat dulu aja ya.""Siap, Kak!"Menyimpan semua peralatan yang ada, para siswa juga siswi yang siang ini memakai pakaian olahraga lantas membubarkan diri lalu berjalan ke pinggir lapangan pun dengan siswi yang kini melangkah untuk menghampiri seseorang di bangku pinggir lapangan."Kamu kalau bosen, pulang aja."Istirahat dari latihannya, Alula langsung menghampiri Reano yang sejak tadi setia menunggu sambil bersandar pada tembok.Sejak masuk di SMA yang sama Alula dan Reano bisa dibilang cukup dekat—lebih tepatnya sengaja didekatkan oleh Adara yang memang menginginkan Reano lupa dengan perasaannya pada Nara.Setiap pagi juga siang setelah pulang sekolah, Reano diwajibkan menjemput dan mengantar Alula ke rumahnya bersama supir karena memang usia yang belum tujuh belas tahun membuat Reano belum diizinkan memakai kendaraan sendiri.Reano sebenarnya sudah beberapa kali menolak karena memang didekatkan paksa seperti ini membuatnya tak nyaman.Namun, sederet ancaman penyitaan

  • Suami Pengganti untuk Adara   311). Extra Chapter 9

    ***"Reres, kamu ngapain ke sini?"Keluar dari pintu gerbang sekolah, Elara mengerutkan kening ketika mendapati seorang siswa laki-laki dengan seragam yang berbeda dengannya tengah berdiri sambil mengukir senyuman.Respati.Bukan pacar atau gebetan, siswa laki-laki yang kini tengah bersandar di pintu mobil sedan hitam adalah sepupu Elara—anak dari saudara Danendra."Hai, Kak El," sapa Respati sambil mengangkat telapak tangannya. "Apa kabar?""Baik," kata Elara apa adanya. "Kamu apa kabar?""Baik juga," ucap Respati."Kamu ngapain ke sekolahan aku? Ada urusan apa gimana?" tanya Elara."Iya ada urusan sama Kak El," ucap Respati—membuat Elara seketika mengerutkan keningnya."Urusan apa?""Hm." Respati bergumam pelan, sementara wajahnya terlihat menunjukkan sebuah keraguan. "Mau minta bantuan sih, Kak?""Bantuan apa?"Respati menggaruk tengkuknya yang bahkan tak gatal sama sekali."Res?""Ah iya, Kak. Bantuan apa sih?" tanya Elara. "Ngomong aja. Enggak usah ragu.""Hm, nanti malam Kakak s

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status