Dimitri kembali ke apartemen nya dan mendapati Erica sedang mengenakan gaun tidur milik Ellen. Pria itu tersenyum bahagia melihat wanita itu. Dia pun segera berlari dan memeluk wanita itu. Untuk sesaat dia terdiam. Lalu menciumi rambut wanita itu. Sesaat kemudian dia mendorong wanita itu ke lantai. Di tatapnya Erica penuh kebencian. Tanpa berkata-kata, dia berbalik. Erica segera mencegahnya pergi. "Dimitri, kau mau kemana?" tanya Erica. "Lepaskan gaun tidur itu," kata Dimitri datar."Kau ingin melakukannya di tempat ini kah? Kenapa jadi tidak sabaran seperti ini?" tanya Erica senang sembari mulai melepaskan gaun tidurnya."Kau bukan Ellen!" bentak Dimitri penuh amarah. "Apa yang kau katakan?" tanyanya dengan wajah polos."Kau bukan Ellen, kenapa kau memakai bajunya?" tanya Dimitri tanpa berbalik. Dia tahu saat ini Erica sudah menanggalkan gaun tidurnya. "Maafkan aku. Gaun tidurku tertinggal di menara itu. Aku juga belum sempat membelinya lagi. Jadi ku pikir kenapa tidak memakai m
Dimitri sedang berada di sebuah bar. Dia menenggak minuman keras entah sudah berapa botol. Tempat itu bahkan sudah hampir tutup. "Tuan, mau ku pesankan taxi kah?" tanya si bartender. Seorang pria berusia kisaran 20 tahunan akhir."Tidak perlu. Aku bisa jalan kaki," jaqab Dimitri tersenyum lalu tertawa. "Siapa tahu istriku juga sedang berjalan kaki.""Tuan, kau sudah mabuk parah. Sementara kami sudah mau tutup," kata si bartender."Ya sudah. Tutup saja. Aku akan berjaga di tempat ini," ujar Dimitri dengan nada suara meninggi. "Apakah aku perlu menelepon istrimu, Tuan?" tanyanya perlahan. "Istriku sangat cantik. Jika dia datang kemari maka kau pasti akan terpesona akan parasnya yang rupawan," kata Dimitri tertawa kecil."Tuan, sebaiknya kau hubungi istrimu segera. Maafkan kami," kata pria itu lalu membungkuk dan pergi meninggalkan Dimitri seirang diri. Berharap Dimitri segera menghubungi istrinya dan pergi dari tempat itu.Namun selang satu jam lamanya dan hanya tersisa Dimitri seora
Ellen menangis dan berteriak di dalam pesawat. Sementara Mia hanya bisa menepuk lembut punggung Ellen. Wanita itu akan terus menahan diri untuk tidak memaki. Karena Ellen benar-benar hancur sekarang. "Sudahlah. Kita akan sampai di Paris. Kau jangan menangis terus. Tidak baik untuk kedua matamu," kata Mia. "Di bandara nanti pasti banyak penggemar yang menantikan kedatanganmu.""Aku bahkan sudah berjuang begitu lama. Tapi apa ini? Dia memintaku untuk tidur dengannya. Kami melakukannya berulang kali malam itu. Dan setelahnya aku di buang begitu saja," oceh Ellen dengan kondisi sudah mabuk berat. "Kita bahkan berada di atas awan dan kau minum sebanyak itu. Selain jetlag masih ada lagi mabuk karena terlalu banyak minum," gerutu Mia menahan amarahnya. Ellen menatap sejenak wajah Mia. Lalu kembali menangis keras dengan botol wine di tangannya. "Kenapa semua menjadi seperti ini? Seolah kejadian di masa lalu kembali terulang," celetuk Ellen sambil menangis. "Bersamamu seperti itu termasuk
Ellen bangkit dari pembaringan. Dia merasa sangat marah. Selama ini pernikahannya dengan Dimitri adalah karena upaya untuk balas dendam semata. Pun meskipun dirinya juga memiliki maksud lain sejak awal, namun entah kenaoa dia merasa sangat marah dan kecewa. "Ellen, dengarkan penjelasanku dulu. Jangan marah dulu," kata Dimitri ikut bangkit dari pembaringan. Dia berjalan mendekati istrinya."Apalagi? Kau ingin mengatakan bahwa sekarang kau jatuh cinta lagi pada Erica kah?" tanya Ellen tak kuasa menahan air matanya."Aku tidak pernah jatuh cinta lagi pada wanita itu. Hanya kau. Cuma ada kau di hatiku," kata Dimitri. "Ketika kau bahkan pergi tanpa mengatakan apa pun padaku, aku sangat frustasi.""Aku tidak bisa berpikiran jernih sekarang. Jadi sebaiknya kau pergi dariku," kata Ellen sambil menangis. "Untuk sesaat, izinkan aku bernapas." "Bagaimana jika aku menolak?" tanya Dimitri. "Kau membawa pulang Erica. Wanita itu adalah sumber dari ketidak bahagiaanku. Kau membawanya dan mengizink
Ellen berjalan masuk ke dalam apartemen bersama Dimitri yang sedari tadi menggenggam tangannya. Wanita itu sudah ingin melepaskan tangannya dari genggaman suaminya berulang kali. Namun pria itu tetap menggenggamnya erat. Kedua matanya terbelalak kaget melihat sosok cantik nan rupawan duduk di sofa dengan menikmati tayangan di televisi. Di tatapnya pakaian yang wanita itu kenakan. Gaun tidur dengan belahan dada yang sukses memperlihatkan betapa seksi tubuhnya. Ellen melirik ke arah Dimitri dengan sorot mata tajam. Wanita itu sangat tidak senang dengan keberadaan Erica di apartemennya. Sebuah apartemen milik Dimitri yang sudah sepantasnya juga menjadi miliknya sebagai seorang istri. "Ellen, kau sudah pulang. Maafkan aku karena harus tinggal di sini. Rumah kita sudah di sita bank. Ayah dan ibu juga pergi entah kemana untuk mengundari para penagih hutang," kata Erica yang menyadari kedatangan Ellen. Wanita itu berjalan mendekati Ellen dengan senyuman menawan. "Kau masih bisa tinggal d
Ellen mendapatkan surat peringatan untuk segera meninggalkan apartemen yang ia tempati sekarang. Sudah sangat larut dan dia harus berkemas segera karena gedung akan segera di runtuhkan. "Mia, bisakah orang mu mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Ellen masih dengan piyama berjalan ke arah Mia yang baru saja bangun tidur. "Tunggu sebentar," kata Mia lalu menguap karena masih sangat mengantuk. Mia kembali masuk kedalam kamarnya untuk menghubungi seseorang. Lalu dengan wajah panik dia bergegas menemui Ellen yang sampai ketiduran di sofa. "Itu suamimu," kata Mia.Ellen terbangun dan menatap Mia bingung. "Apanya yang suamiku?" tanyanya."Ini semua ulah suamimu," kata Mia."Apa?" Ellen terbelalak seketika. Dia sangat terkejut mengetahui bahwa suaminya telah mengetahui keberadaannya dengan sangat cepat. "Lebih baik kita segera kemasi barang-barang kita dan segera pergi dari tempat ini jika kau masih ingin melarikan diri," kata Mia bergegas mengemasi barang-barang.Ellen yang