Home / Romansa / Suami Penggantiku Bukan Lelaki Murahan / 5. Perjanjian Yang Tertunda

Share

5. Perjanjian Yang Tertunda

Author: Chrysander
last update Last Updated: 2025-03-21 02:31:01

Ellen segera melepaskan diri ketika Darren yang mulai lengah. Wanita itu segera berlari ke belakang Dimitri. Meski sejujurnya dia sangat ketakutan. Dimitri, suaminya melihatnya sedang berciuman dengan mantan kekasihnya, yang merupakan keponakannya. 

"Aku dan Ellen saling mencintai. Kami melakukan apa yang pasangan lain lakukan," ucap Darren.

"Tapi dia istriku sekarang," kata Dimitri. 

Darren menatap wajah Ellen lalu beralih ke Dimitri. Pria itu tertawa lepas. Di saat itulah Dimitri mencium bau alkohol. 

"Paman, kau bahkan belum pernah menyentuhnya. Malam pertama kalian gagal, bukan? Kau tidak bisa menyentuhnya. Dia itu milikku," ucap Darren.

Dimitri segera menelepon seseorang untuk segera datang dan membawa Darren pulang. Pria itu tak ingin berdebat dengan siapapun. Terlebih Darren si pewaris sah. Dimitri lebih memilih tetap diam dan tak banyak bicara. 

Setelahnya pun Dimitri tetap tak berkomentar apapun. Dia hanya diam saja. Sepertinya memang inilah sifat aslinya. Dia pendiam dan tak banyak bicara. Juga tidak suka mencampuri urusan orang lain. Meskipun ini tentang istrinya sekalipun.

"Maafkan aku," celetuk Ellen sambil memberikan secangkir kopi pada Dimitri.

Awalnya pria itu hanya menatap secangkir kopi tersebut. Sesaat kemudian dia menerima kopi itu dari tangan Ellen. Ditatapnya wanita yang baru saja ia nikahi itu. Lalu menyesap kopinya perlahan dan di letakkan di atas meja. Mereka perlu bicara. Meski sejujurnya Dimitri sedikit menahan amarah. 

"Apakah kau ingin membahas pembatalan pernikahan kita?" tanya Dimitri to the point.

Ellen terkejut dengan pertanyaan Dimitri yang tanpa aba-aba itu. Bagaimana mungkin Dimitri bisa semudah itu mengatakan hal macam itu? 

"Kau masih berharap bisa menikah dengan Darren bukan?" tanya Dimitri lagi. "Kau bisa menikahinya setelah pembatalan pernikahan kita."

"Tidak. Kau salah paham, Paman. Aku sama sekali tidak ingin kembali padanya," jawab Ellen segera sebelum imajinasi sang suami semakin jauh.

"Kau masih mencintainya bukan?" tanya Dimitri.

"Bohong jika aku memungkirinya. Aku masih sangat mencintainya. Lima tahun bukan waktu yang sebentar. Itu sangat lama sehingga melupakannya tak semudah itu. Di sisi lain pengkhianatan itu sudah sangat cukup membuatku tersadar bahwa cintaku padanya tidak bisa berlanjut lagi," kata Ellen sedih.

"Lalu apa rencanamu selanjutnya?" tanya Dimitri.

Ellen tersenyum. "Sebelum itu, mari berkenalan terlebih dahulu. Namaku Hellena Byorka," ujar Ellen menyodorkan telapak tangannya siap berjabat tangan. "Siapa namamu?"

"Dimitri Pyordova," jawabnya canggung.

"Aku mengharapkan pernikahan ini tetap berjalan," kata Ellen. "Tapi meskipun terlambat, kita perlu membuat surat perjanjian."

"Surat perjanjian. Apakah yang kau maksud adalah surat kontrak pernikahan?" tanya Dimitri.

"Iya. Kita perlu membuat semuanya menjadi jelas," kata Ellen. "Karena kita sebelumnya tidak saling mengenal, apakah kau memiliki wanita yang kau cintai?"

Dimitri menggelengkan kepala bingung. Entah apa yang akan Ellen lakukan. Serta apa yang ada di otak wanita itu. Yang pasti Dimitri tak ingin mencari masalah atau semacamnya. Dia hanya harus mengendalikan emosinya agar tetap seimbang. 

"Baiklah. Kita putuskan bahwa masa pernikahan ini berlangsung selama tak ada wanita yang kau cintai," kata Ellen. "Jika ada wanita yang kau sukai, kataan saja padaku."

Ponsel Dimitri berdering. Seseorang meneleponnya. Seketika wajahnya berubah menjadi sangat serius. Entah siapa yang meneleponnya. Ellen hanya bisa memendam rasa penasarannya seorang diri. 

"Terserah kau sajalah," kata Dimitri lalu bangkit dari duduknya, pergi membawa secangkir kopi miliknya buatan sang istri. Dimitri masuk ke dalam kamarnya sambil mengangkat telepon dari seseorang.

Sementara Ellen segera membuatnya dengan tulisan tangan. Dia mencari pulpen dan kertas rangkap dua. Lalu segera ia menuliskan beberapa hal di dalamnya. Tentang poin-poin pernikahan kontrak yang akan berakhir ketika Dimitri mencintai wanita lain. 

Beberapa saat kemudian, Dimitri keluar dari kamarnya dengan cangkir kopi yang sudah kosong. Tanpa banyak bicara, pria itu berjalan ke dapur dan mencuci cangkir bekas dia minum. Ellen segera memanggilnya.

"Paman, kau baca dulu isinya. Jika ada yang ingin di tambahkan maka kau bisa menambahkannya di bawah," ujar Ellen. "Aku harap ini bisa menjadi kesepakatan kita berdua meskipun tidak terlalu formal. Bahkan aku tak membubuhkan materai."

Dimitri berjalan ke arah Ellen lalu duduk di sofa dekat sang istri. Tanpa membaca, Dimitri langsung menandatangani surat perjanjian tersebut. Hal itu membuat Ellen bingung. Bahkan tanpa membaca dia langsung serta merta menandatanganinya, batin Ellen. 

"Tidakkah seharusnya kau membacanya terlebih dahulu, Paman?" tanya Ellen. 

"Tidak perlu," jawab Dimitri usai menandatangani dua lembar surat perjanjian. 

"Bagaimana jika perjanjian itu justru merugikan dirimu?" tanya Ellen. 

"Aku bahkan tak memiliki apa-apa. Bagaimana bisa rugi?" tanya Dimitri.

"Apakah kau tak ingin menambahkan satu atau beberapa poin lagi?" tanya Ellen.

"Asalkan Darren menjadi pengecualian di antara kita," ucap Dimitri. "Kau boleh mencari pria lain asal bukan Darren. Carilah cinta dari pria lain maka aku akan mengabulkan permbatalan pernikahan kita."

"Aku setuju," celetuk Ellen tersenyum lalu segera menuliskan satu poin di bawahnya kemudian ia menandatangani surat itu. 

Masing-masing membawa 1 surat untuk di simpan. Dimitri memilih untuk menyimpannya di laci meja nakas di dekatnya. Sementara Ellen akan membawa surat itu ke dalam kamar nanti. 

"Paman, apakah besok kita perlu untuk memberi salam pada kakek dan nenek?" tanya Ellen.

Dimitri menyatukan kedua alisnya. Dia bertanya-tanya tentang siapa yang Ellen maksud itu. Sudah menjadi tradisi di keluarganya bahwa setiap pasangan yang batu menikah di wajibkan memberi salam pada tetua di rumah induk. Ellen tahu betul tentang hal itu. Sebelumnya pasti Darren sudah memberitahunya tentang ini.

"Maaf," celetuk Ellen yang menyadari kesalahan penyebutan. Bukan kakek dan nenek tapi ayah dan ibu. "Maksudku ayah dan ibu. Aku belum terbiasa. Maafkan aku."

"Apakah kau bersedia ke tempat itu?" tanya Dimitri. Raut wajahnya seikit beeribbyyy

"Apakah kita tidak di perbolehkan kesana?" Ellen balik bertanya.

"Ayahku menyuruh kita datang besok pagi," ucap Dimitri. 

"Baiklah. Besok aku akan bersiap," kata Ellen.

Ellen menatap wajah Dimitri. Seolah ada sesuatu yang memang sengaja tidak dia katakan. Entah apa tapi Ellen enggan untuk bertanya. Wanita itu menikahi pria yang tidak hanya pendiam namun juga tertutup. Tak banyak yang ia katakan dan hanya hal-hal penting saja.

"Kau boleh memakai baju apa saja asalkan nyaman," ujar Dimitri.

Pria itu mulai menunjukkan sisi baiknya dengan sediki perhatian pada apa yang akan Ellen kenakan besok. Tapi tetap saja ada sesuatu yang masih mengganjal dan itu sedikit membuatnya penasaran.

"Setelah ke rumah induk keluarga Pyordova, bisakah kita juga mengunjungi keluargaku?" tanya Ellen ragu.

"Baiklah. Kita akan kesana," kata Dimitri.

"Kau sama sekali tidak keberatan?" tanya Ellen.

"Tidak," jawab Dimitri singkat.

Pria yang telah menjadi suaminya ini terlihat begitu menawan. Ellen tak pernah menyangka dia akan menikahi pria setampan Dimitri. Namun pria itu tetaplah pria buangan di keluarganya. Sama sekali tidak berarti.  

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suami Penggantiku Bukan Lelaki Murahan   176. Arthur Byorka

    Momen dramatis terjadi ketika Ellen pertama kali bertemu dengan Arthur Byorka. Dia adalah ayah kandung Ellen. Keduanya larut dalam haru dan rasa bahagia. Mereka bahkan tak henti-hentinya saling menatap satu sama lain. "Aku tidak pernah tahu sebelumnya bahwa aku memiliki seorang putri," ujar Arthur ketika sedang berjalan beriringan dengan Ellen di sekitar kebun bunga mawar milik Dimitri."Aku juga tak pernah mengira bahwa aku bukanlah putri dari istri kedua melainkan anak orang lain yang dengan sengaja Eric perdaya untuk kepentingan pribadi," kata Ellen sambil mengusapi perutnya. Senyumnya merekah di tengah hangatnya sinar mentari pagi."Kau sangat di nantikan. Andai aku tahu bahwa Celine, ibumu tengah mengandung, sudah pasti aku akan menikahinya segera. Dan kita akan menjadi sebuah keluarga harmonis. Kau tak perlu berkecil hati atau semacamnya," kata Arthur dengan raut wajah penuh penyesalan. "Sudahlah, Ayah. Semua sudah berakhir. Kita hanya harus bahagia saja," kata Ellen tersenyum

  • Suami Penggantiku Bukan Lelaki Murahan   175. Hanya Menginginkan Celine Laurent

    "Aku tidak peduli dengan harta Byorka. Yang ku inginkan hanyalah dia," celetuk Eric menatap tajam ke arah Arthur dengan suara bergetar dan degub jantung tak terkendali.Arthur tak pernah menyangka sang kakak akan dengan mudahnya mengatakan itu semua. Dia menginginkan wanitanya. Itu sungguh diluar nalar. Bagaimana mungkin seorang Eric yang menyayanginya sanggup melakukan itu?"Cinta telah membutakan segalanya. Aku sadar akan hal itu. Tapi perasaanku padanya tak pernah semu. Itu nyata," tambah Eric tertunduk sedih mengingat wanita yang mereka bicarakan bahkan sudah tiada."Bagaimana dengan istrimu, Ella? Bukankah kau sangat mencintainya?" tanya Arthur bingung. "Aku tidak lagi mencintainya ketika aku mulai melihat Celine. Bagiku dia adalah segalanya dan Ella bukanlah siapa-siapa. Meski sampai sekarang aku masih bersamanya. Kami hanya menjalani kehidupan sebagai partner saja," ujar Eric santai. Pria itu seolah telah berdamai dengan dosanya. "Kau sudah gila!" bentak Arthur marah."Cinta

  • Suami Penggantiku Bukan Lelaki Murahan   174. Sisi Yang Lainnya

    Ellen menatap wajah Dimitri dalam. Pria di hadapannya terlihat sangat serius dengan ucapannya. "Jangan menatapku seolah surat kaleng itu benar adanya," kata Dimitri frustrasi. "Kau membuatku berpikir bahwa kau memang akan menyekapku dan bayi ini," kata Ellen kesal."Apakah sekarang kita harus berdebat lagi mengenai surat sialan itu?" tanya Dimitri mulai naik pitam. "Kau memang orang yang sangat mungkin melakukan hal itu. Terlebih kau itu pria obsesif yang entah bagaimana memiliki kepribadian ganda," omel Ellen membuang muka. "Apa kau bilang? Berkepribadian ganda?" tanya Dimitri tak habis pikir. Dia tak pernah mendapat julukan itu dari siapa pun sebelumnya. "Sebaiknya kau periksakan dirimu dulu. Mungkin saja kau memiliko kepribadian lain selain sebagai pria lemah lembut lalu pria obsesif dan entah apa lagi," kata Ellen dengan nada kesal. "Ellen, cukup! Kau mengatakannya dengan sadar bukan? Kau tahu aku ini orang seperti apa. Aku hanya bertingkah lembut padamu," kata Dimitri."Kau

  • Suami Penggantiku Bukan Lelaki Murahan   173. Seperti Anak Kecil

    "Marc! Mana ayam panggangku!""Marc! Bawa kemari semua mainanku!""Marc! Kau bisa cepat datang kemari atau tidak!""Marc!""Marc!""Mana pesawat terbangku!"Pagi ini rumah serasa sangat ramai oleh ocehan Dimitri yang seperti anak kecil memanggil Marc. Ellen hanya bisa diam dengan makanannya yang ia nikmati sebisa mungkin. "Mar, kau bisa pergi."Perintah itu keluar dari bibir seorang Ellen yang dengan anggun menatap Marc iba. Dia tahu saat ini Marc sangat tertekan karena ulah Dimitri. "Tapi ..."Seolah takut dengan langkahnya Marc mencoba menolak. Namun tatapan mata Ellen tak bisa di pungkiri. Wanita itu terlihat bahkan lebih menakutkan daripada sang tuan. Marc pun membungkukkan badan dan pergi. Sementara itu Dimitri berlarian kecil ke arah Ellen dan menatapnya mengiba. "Kenapa kau biarkan dia pergi?" tanya Dimitri. "Itu karena kau sangat berisik!" bentak Ellen."Ellen, sungguh aku tak pernah mengira kau akan membentakku seperti itu," kata Dimitri menangis. Ellen menghela napas pa

  • Suami Penggantiku Bukan Lelaki Murahan   172. Derita Adalah Bahagia

    Ellen mulai menerima Dimitri kembali. Wanita itu bahkan membiatkan pria itu tidur di sampingnya sambil terus memeluknya. Dia tersenyum sesaat. Namun kemudian Ellen terkejut ketika Dimitri tiba-tiba terbangun dan berlari kekamar kecil. Dengan panik Ellen mengikutinya. "Apakah kau baik-baik saja?" tanya Ellen cemas. "Aku baik-baik saja," jawab Dimitri lalu segera membuka pintu. Wanita itu menatapnya cemas. Jelas pria di hadapannya itu muntah di washtafel. Entah apa yang terjadi. "Kau tidak perlu khawatirkan aku. Sungguh aku baik-baik saja," kata Dimitri tersenyum dengan napas tersengal-sengal. "Tapi kau terlihat pucat dan tadi kau muntah," kata Ellen. "Sungguh aku menginginkannya," kata Dimitri tersenyum lembut. "Apa maksudmu?" tanya Ellen bingung."Ketika kau menyangkal kehamilanmu, aku tahu itu sebuah penyangkalan. Kau berbohong padaku," kata Dimitri."Itu. Maafkan aku. Tapi bagaimana kau yakin dengan itu?" tanya Ellen. "Aku menderita sindrom couvade," jawab Dimitri.Ellen ber

  • Suami Penggantiku Bukan Lelaki Murahan   171. Sembuh Karena Waktu

    Giana membawa Ellen ke sebuah ruangan. Di sana sudah ada beberapa meja dan beberapa alat jahit serta keperluan para desainer baju pada umumnya. Wanita itu merasa bosan dan memulai dari sana. Ellen mendesain baju bahkan menjahitnya sendiri di kala senggang. "Giana, apakah ini perintah dari Dimitri?" tanya Ellen. "Sungguh dia berusaha membuatku tetap tinggal dengan nyaman di tempat ini.""Tuan sangat memperhatikan Nyonya. Dia memilih sendiri semua yang ada di tempat ini," ujar Giana. Ellen tersenyum. "Pria tua itu berusaha membuatku luluh," gumam Ellen. "Sangat menyebalkan.""Apakah tak ada sedikit saja celah untuk memaafkan tuan?" tanya Giana. "Yang aku mau hanya kembali ke Paris. Hanya dengan begitu aku bisa memaafkannya," kata Ellen menatap Giana serius. "Tuan ingin Nyonya berada di tempat yang aman. Sampai semua yang membahayakan Nyonya tiada," kata Giana.Deg!Tidak. Apa maksud Giana? Mungkinkah Dimitri berniat menghabisi seseorang?"Tolong jangan salah paham. Tuan Dimitri menc

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status