"Sesuatu telah di suntikkan ke tubuh istri Anda."Pernyaaan dokter bagaikan petir di siang hari. Dimitri sangat terkejut. Namun dia juga merasa kecewa pada dirinya sendiri. Bagaimana bisa pria itu melewatkan hal sepenting ini? Seseorang masuk ketika dirinya tengah menjaga Ellen. Seorang dokter gadungan yang menyuntikkan seauatu pada Ellen di depan matanya."Ini bukan alzeimer," kata dokter itu. "Obat yang dokter itu suntikkan adalah kuncinya. Namun entah bagaimana obat itu sulit terdeteksi melalui sampel darah pasien.""Apakah kau yakin dengan ini?" tanya Dimitri. "Kami sedang melakukan observasi lanjutan. Hasilnya akan keluar beberapa jam kemudian. Mohon tunggu dan tolong tetap awasi istri Anda. Kami akan memperketat penjagaan," kata dokter itu. "Baik, Dokter. Akan kulakukan," kata Dimitri lemas.Dokter membungkuk memberi salam lalu berbalik dan pergi. Sementara itu Dimitri segera berbalik dan menemukan Marc berlari ke arahnya. "Istriku dalam bahaya lagi. Suruh mereka melakukan pe
Dimitri menunggu di depan ruangan Ellen dengan kepala tertunduk. Marc menemaninya. Namun di atara mereka tak ada kata terucap. Hanya diam dengan isi kepala yang penuh dengan banyak pertanyaan. Sementara itu Mia berada di dalam kamar menemani Ellen yang baru saja sadarkan diri. "Apa yang terjadi padaku, Mia?" tanya Ellen lirih."Kau tak sadarkan diri dan kami langsung membawamu kemari. Tuan Dimitri bahkan sangat kecewa karena kau sempat tak mengenalinya," oceh Mia."Benarkah?" tanya Ellen terkejut. Mia mengangguk. "Sebenarnya apa yang kau bicarakan dengan tuan Darren?" tanya Mia."Darren? Apakah dia menemuiku? Kapan?" tanya Ellen kebingungan. Mia terkejut. "Apakah kau tidak ingat?" tanya Mia."Tidak. Aku rasa pria itu tidak akan pernah berani menemuiku setelah semua yang terjadi," ujar Ellen.Mia sanat terkejut dengan apa yang Ellen ucapkan. Wanita itu melupakan kejadian yang baru saja terjadi. Pertemuannya dengan Darren itu nyata. Mia sendiri yang menyaksikannya. "Apakah suamiku m
"Kau tersenyum pada pria itu. Kau tertawa bahkan kau terlihat berseri-seri. Apa ini, Nona?" tanya Mia.Wanita itu mengamati Ellen dari pintu yang tak jauh dari tempat Ellen dan Darren berbicara. Ellen tak mempermasalkan itu. Selama Mia masih menuruti perintahnya untuk tidak mendekat lebih dari itu. "Aku kesulitan memdengar pembicaraan kalian. Entah tentang masalalu yang belum selesai atau apa. Entahlah," omel Mia. "Kami hanya berbicara hal biasa saja. Dia meminta maaf padaku dan aku bisa mslihat ketulusannya," ucap Ellen. "Jadi bisakah kau mengambilkanku air putih hangat?""Tunggu sebentar," kata Mia bergegas masuk ke dalam dapur untuk mengambil apa yang Ellen minta. Tiba-tiba saja Ellen merasa pusing yang hebat. Wanita itu juga merasakan jantung yang berdebar kencang. Rasa tidak nyamanpun menyertai. "Mia!" teriaknya panik. Sesaat kemudian Ellen menutup kedua matanya. Wanita itu tak sadarkan diri. Dia tergeletak di depan pintu kamarnya. Mia yang mendengar teriakan itu bergegas ke
Ellen berada di luar halaman kastil Madelaine. Dia tak tahu bagaimana bisa Darren mengetahui tempat ini. Tak pernah dia mengatakan tentang tempat ini. "Tahu darimana aku ada di tempat ini?" tanya Ellen ketus. "Seingatku tak pernah ku ceritakan tentang tempat ini.""Itu..." Darren tak bisa menjawab pertanyaan Ellen. "Aku lupa satu hal. Bahwa kau adalah suami Erica. Pasti dari wanita itu kau tahu alamat rumah ini," kata Ellen terkekeh. "Entah kau percaya atau tidak, kau selalu menempati sudut ruang di hatiku. Meskipun ada Erica sekalipun," ujar Darren dengan raut wajah penuh penyesalan. "Maafkan atas semua perbuatanku, Ellen.""Lupakan saja dan pergilah sebelum para pengawal datang menangkapmu," kata Ellen berbalik."Ellen," panggilnya lirih. Wanita menghentikan langkahnya."Apakah kau tidak bisa sebentar saja memaafkanku?" tanya Darren. "Sebaiknya kau datang lain waktu dan ajak Erica," kata Ellen. Sesaat kemudian dia berbalik. "Maafkan aku. Sungguh aku lupa kalau istrimu adalah bu
Ellen tertawa lepas melihat layar di ponselnya. Entah apa yang ia tertawakan. Mia yang baru saja datang dengan baki di tangannya berisi dua cangkir teh hangat dan kukis coklat menatalnya penuh tanya. "Apa yang kau tertawakan?" tanya Mia. Ellen mengambil satu kukis lalu menggigitnya perlahan agar remahannya tidak tumpah ke sofa yang ia duduki. "Aku sedang melihat berita usai kegilaanku kemarin," ujar Ellen lalu menatap wajah Mia dengan senyuman merekah. "Apa lagi yang dia perbuat?" tanya Mia. "Dia memotong semua vidio yang beredar hanya di bagian aku membuka topeng. Dia bahkan melakukan semuanya seperti biasa. Dia menyabotase berita seperti biasanya," jawab Ellen."Lagi-lagi suamimu berusaha melindungi mu," kata Mia sambil menggeleng-gelengkan kepala."Dia menolak ku," kata Ellen menatap Mia. "Apa? Bagaimana mungkin?" tanya Mia tersentak kaget. "Bukankah kalian terlihat saling mencintai?""Karena masa lalu nya dan aku di tolaknya dengan alasan yang tidak masuk akal," kata Ellen ke
"Kematian Jannet bukan kesalahanmu," ujar Chatrine."Gadis malang itu bahkan belum genap 20 tahun. Usianya masih sangat belia. Dan aku telah merenggut nyawanya," ucap Dimitri tertunduk lesu. "Itu sudah takdir. Kau tidak bersalah. Jannet juga akan mengerti," kata Chatrine."Seharusnya dia tidak menjadi tunanganku. Seharusnya dia tidak jatuh cinta padaku. Seharusnya aku tidak hidup seperti ini. Jatuh cinta pada Ellen membuatku hampir melupakannya. Seharusnya aku tetap diam dan tidak melakukan apa pun," kata Dimitri frustasi."Apa yang kau katakan?" tanya Chatrine. "Ellen adalah penyelamatmu dari kehidupanmu yang payah. Kau terus menyalahkan diri sendiri dan tidak melakukan apa-apa dalam waktu yang cukup lama. Ellen adalah jawaban dari bangkitnya dirimu.""Bagaimana jika Ellen mengalami hal serupa?" tanya Dimitri. "Semua orang tahu aku adalah Seravin.""Sebelum itu pun semua orang juga tahu kau dan Ellen menikah. Semua orang tahu Ellen adalah wanitamu. Dan tidak terjadi apa-apa selama i