Ellen tertawa lepas melihat layar di ponselnya. Entah apa yang ia tertawakan. Mia yang baru saja datang dengan baki di tangannya berisi dua cangkir teh hangat dan kukis coklat menatalnya penuh tanya. "Apa yang kau tertawakan?" tanya Mia. Ellen mengambil satu kukis lalu menggigitnya perlahan agar remahannya tidak tumpah ke sofa yang ia duduki. "Aku sedang melihat berita usai kegilaanku kemarin," ujar Ellen lalu menatap wajah Mia dengan senyuman merekah. "Apa lagi yang dia perbuat?" tanya Mia. "Dia memotong semua vidio yang beredar hanya di bagian aku membuka topeng. Dia bahkan melakukan semuanya seperti biasa. Dia menyabotase berita seperti biasanya," jawab Ellen."Lagi-lagi suamimu berusaha melindungi mu," kata Mia sambil menggeleng-gelengkan kepala."Dia menolak ku," kata Ellen menatap Mia. "Apa? Bagaimana mungkin?" tanya Mia tersentak kaget. "Bukankah kalian terlihat saling mencintai?""Karena masa lalu nya dan aku di tolaknya dengan alasan yang tidak masuk akal," kata Ellen ke
"Kematian Jannet bukan kesalahanmu," ujar Chatrine."Gadis malang itu bahkan belum genap 20 tahun. Usianya masih sangat belia. Dan aku telah merenggut nyawanya," ucap Dimitri tertunduk lesu. "Itu sudah takdir. Kau tidak bersalah. Jannet juga akan mengerti," kata Chatrine."Seharusnya dia tidak menjadi tunanganku. Seharusnya dia tidak jatuh cinta padaku. Seharusnya aku tidak hidup seperti ini. Jatuh cinta pada Ellen membuatku hampir melupakannya. Seharusnya aku tetap diam dan tidak melakukan apa pun," kata Dimitri frustasi."Apa yang kau katakan?" tanya Chatrine. "Ellen adalah penyelamatmu dari kehidupanmu yang payah. Kau terus menyalahkan diri sendiri dan tidak melakukan apa-apa dalam waktu yang cukup lama. Ellen adalah jawaban dari bangkitnya dirimu.""Bagaimana jika Ellen mengalami hal serupa?" tanya Dimitri. "Semua orang tahu aku adalah Seravin.""Sebelum itu pun semua orang juga tahu kau dan Ellen menikah. Semua orang tahu Ellen adalah wanitamu. Dan tidak terjadi apa-apa selama i
Ellen berjalan kesana kemari untuk memastikan bahwa semua bajunyabdi pakai dengan benar. Wanita itu masih mengenakan topengnya. Namun kali ini dia mengenakan dress hitam sebagai penanda bahwa dia adalah seorang wanita. Ini bukan kali pertama dia mengamati dengan dekat para modeling yang akan memperagakan busananya. Setelah semua persiapan selesai, acara pun di mulai. Fashion show bertajuk musim dingin ini di mulai dengan sangat meriah. Ini adalah kali ke sekian Ellen mengadakan fashion show atas nama Madelaine. Kali ini murni desain nya tanpa kerja sama dengan brand ternama. Semua model bersiap untuk maju menampilkan karyanya. Mereka berbaris dengan bajunya masing-masing. Lalu yang terakhir adalah Madelaine. Wanita itu berjalan dengan langkah pasti menuji ke depan. Lalu menerima buket bunga dan kali pertamanya dia akan membuka topeng di hadapan banyak orang. Hal ini sama sekali tidak di ketakui oleh tim nya. Termasuk Mia. Yang saat ini kalang kabut menciba segala cara untuk menutup
Dimitri mendorong perlahan tubuh Ellen. Dia tak ingin melanjutkannya. Sementara itu membuat Ellen kecewa dan merasa aneh dengan sikap pria itu. "Kenapa?" tanya Ellen perlahan. "Pikirkanlah lagi," ujar Dimitri berusaha menyadarkan dirinya sendiri. "Apa maksud kamu?" tanya Ellen. "Aku sama sekali tidak mengerti.""Setelah kau tahu siapa aku yang sebenarnya, kau lupa siapa aku sebelumnya. Semua kelemahanku akan membuatmu tidak nyaman," kata Dimitri."Bagamana jika ku katakan aku tidak peduli?" tanya Ellen."Bagaimana dengan anak? Bagaimana dengan masa lalu ku?" tanya Dimitri. "Bukankah seharusnya sekarang kau mulai bisa mencari pria lain?""Dimitri, apa maksudmu?" tanya Ellen mulai menahan amarahnya."Aku tidak pantas untukmu. Kau berhak mendapatkan lebih dari aku," ujar Dimitri. "Aku tidak peduli tentang anak. Aku tidak peduli tentang masa lalu sialan itu. Aku tidak peduli jika kau menyakitiku. Sekalipun nyawaku terancam karenamu," ucap Ellen bersikeras dengan kedua mata mulai berai
"Ellen, apakah kau yakin dengan ini?" tanya Dimitri. Besok pagi Ellen benar-benar akan pergi ke Paris untuk urusan pekerjaan bersama Mia. Dimitri sangat ingin mencegah kepergian istrinya. Pria itu sedang mencemaskan kondisi Ellen. Ingin rasanya ia melarang Ellen pergi. Tapi tekad Ellen benar-benar sudah bulat. "Maafkan aku, Dimitri. Pekerjaanku sudah menumpuk. Banyak yang harus aku urus," ujar Ellen bersikeras. "Mia bisa melakukan semuanya," kata Dimitri. Lalu ia menatap wajah Mia. "Benar begitu kan, Mia?""Dia sangat keras kepala jika menyangkut pekerjaan ini," kata Mia. "Aku bisa meng handle pekerjaan itu. Tapi Ellen selalu ingin memastikannya sendiri.""Aku harus melihat dengan detail. Semua harus terlihat sempurna. Tidak boleh ada sedikit pun kesalahan. Apalagi ini menyangkut nama baik nenek. Aku tidak ingin hal buruk di sangkut pautkan dengannya," kata Ellen sedikit menyesal karena dia harus selalu melakukan pekerjaan dengan baik. "Apakah itu alasanmu selalu menjadi yang pert
Beberapa hari kemudian Ellen kembali ke apartemen. Kondisinya sudah jauh lebih baik. Meski dia harus tetap dalam pengawasan dokter. Sementara itu Dimitri menemui Marc dan Mia membantu Ellen bersiap. Mereka berencana ke Paris untuk beberapa pekerjaan yang memang suda menunggu lama karena banyak insiden yang Ellen alami akhir-akhir ini."Bagaimana mungkin Erica bisa hilang tanpa jejak?" tanya Dimitri duduk di sofa ruang tengah bersama Marc yang dia persilakan duduk di dekatnya. "Seseorang telah menyabotase hampir semua CCTV di kota," kata Marc. "Butuh waktu untuk pemulihan rekamannya. Karena mereka menggunakan teknogi terbaru dalam masa uji coba.""Hanya keluarga Pyordova yang bisa melihat ke semua CCTV di kota," gumam Dimitri. "Juga melakukan hal seperti ini.""Tidak ada yang memiliki motif tersembunyi untuk membantunya melarikan diri," kata Marc."Bagaimana dengan Darren?" tanya Dimitri. "Dia suaminya. Juga pasangan selingkuhnya.""Tuan muda Darren sudah mengajukan surat gugatan cera