Share

3. Cenayang.

'Apa aku tadi terlalu kelihatan ya ngupingnya?'

Riri tersentak kaget, dirinya tak menyangka akan ketahuan secepat ini.

“Iya!” balas Leon dengan suara sedikit meninggi.

Untuk yang kedua kalinya Riri dibuat kaget dengan ucapan suaminya. 'Dia bisa baca isi pikiranku?'

“Nggak bisa.” Lagi-lagi.

'Apa dia cenayang ya?'

“Bukan.”

Kali ini, rasa penasaran Riri sudah tak terelakkan lagi. Untuk itu, dia berteriak dengan sangat kencang. “Kamu bisa baca isi pikiranku?!!”

“Kenapa?” Nada suara laki-laki itu terdengar meremehkan.

Riri kaget bukan main. Perlahan-lahan, dia memutar badannya dan menengok ke arah Leon berada.

Di sana terlihat Leon yang sedang duduk di tepi ranjang sambil menatap tajam ke arahnya.

“Udah sana tidur! Awas saja kalau berani berisik lagi!... Aku tak akan segan-segan untuk mengusirmu dari sini!” Pria itu mengancam.

“Tapikan yang berisik dari tadi dia. Kok malah aku sih yang disalahin?”

Riri berucap pelan. Akhirnya, karena tak mau memperpanjang masalah, Riri pun memilih untuk tidur saja.

Memiliki kebiasaan susah tidur di tempat asing, membuat Riri beberapa kali terbangun dari tidur. Terlebih saat ini dia sedang tidur di atap yang sama dengan seseorang yang baru saja dia kenal namanya beberapa jam yang lalu. Membayangkan apa yang akan terjadi ke depannya membuat perasaan Riri menjadi resah.

Karena tak bisa tertidur lagi, Riri akhirnya terduduk dan menatap ke arah tempat tidur sebelah, di mana terdapat laki-laki tampan yang sedang tertidur.

“Ganteng sih, tapi sayang akhlaknya minus,” gumam wanita itu pelan. Tak lama, suara adzan subuh menggema. Wanita itu kembali menatap sang suami yang masih tertidur lelap. “Apa aku bangunin ya buat shalat subuh?... Tapi cara banguninnya gimana?”

Akhirnya, dengan pertimbangan yang sangat matang, Riri pun memutuskan untuk membangunkan Leon agar bisa shalat subuh berjamaah.

Tepat saat sebelum menyentuh laki-laki itu untuk dibangunkan, Riri kembali menunda pergerakannya dan membatin, 'Ini aku panggil dia apa? Mas, Sayang?'

“Terserah. Yang mana aja boleh.”

Untuk yang kesekian kalinya Riri dibuat kaget dengan suara Leon yang tiba-tiba menjawab, padahal barusan dia sedang berbicara di dalam hati.

Mata Leon yang awalnya terpejam kini terbuka perlahan-lahan lalu mengganti posisi tidurnya menjadi terlentang dan menatap ke atas langit-langit kamar hotelnya untuk mengumpulkan nyawa.

'Kayaknya dia beneran bisa baca pikiran deh.'

Kesal karena berulang kali Riri bertanya hal yang sama, Leon pun menyahut dengan nada menyolot. “Dibilang gak bisa ya gak bisa!... Ngeyel banget sih kalau dibilangin!”

“Ya tapi kan tadi aku bicara di dalam hati!” pekik Riri dengan suara tinggi.

Bukan hanya Leon yang kesal, dia pun kesal dengan ucapan dan nada bicara Leon yang terdengar sangat kasar.

Leon mengkorek-korek telinganya ketika mendengar suara Riri yang terdengar sangat melengking. “Kenapa bangunin aku di jam segini?!”

Untuk menguji bakat unik sang suami, Riri pun kembali bertanya dalam hati. 'Salat subuh. Mau bareng?'

Leon mendengus kesal lalu bangkit dari posisi tidurnya. “Ya udah... Ayo.” Laki-laki itu kemudian menurunkan kakinya ke lantai dan berjalan menuju ke arah kamar mandi.

Mata Riri terbelalak ketika mendengar jawaban Leon. Sekarang, sudah bisa dipastikan kalau suaminya itu memang bisa membaca pikiran orang lain.

Tak ada hal lain yang bisa dilakukan Riri untuk mengagumi kemampuan suaminya selain berdecak kagum.

Terlalu takjub dengan kemampuan suaminya, Riri tidak sadar bahwa Leon telah menyelesaikan wudhunya.

“Heh!!!... Kenapa bengong?!”

Suara tinggi Leon lagi-lagi berhasil mengagetkan Riri yang sedang melamun.

“Bicara baik-baik apa nggak bisa sih, dari kemarin marah-marah terus.”

Wajah Riri kini cemberut. Sudah dari kemarin malam jantung Riri itu diajak senam secara terus-menerus karena suara tinggi Leon, sampai-sampai Riri merasa sudah saatnya dia pergi menemui dokter spesialis jantung.

Tak ingin disalahkan, Leon kembali menyahut dengan nada masih menyolot. “Ya kamu jangan bikin aku marah!!"

Rasanya, Riri ingin sekali mengakhiri pernikahannya karena perilaku Leon yang kasar. Namun, dia buru-buru menghapus keinginannya itu, karena menjadi janda di usia pernikahan baru semalam itu suatu hal yang tak patut dibanggakan.

Akhirnya, untuk menghindari perdebatan, Riri memutuskan pergi mengambil air wudhu saja. Setelah selesai berwudhu dan keluar dari kamar mandi, Riri melihat Leon yang sedang berdiri menunggunya untuk menjalankan ibadan bersama.

Leon terlihat sangat-sangat tampan ketika menggunakan sarung dan peci. Aura premannya langsung pudar dan hilang begitu saja.

Setelah selesai shalat subuh bersama, mereka berdua pergi kerestoran untuk sarapan. Sarapan yang kepagian, sebab jam masih menunjukkan pukul 05.25 pagi.

“Habis ini langsung beresin barang-barang kamu," ucap Leon di sela-sela makannya.

“Mau ngapain?” “Ya pindahlah... Kamu mau selamanya tinggal di sini?!”

Riri bingung sekaligus penasaran. Ke mana dia dan Leon akan pindah?

Apakah mereka akan pindah ke rumah yang berukuran 5x8 meter itu ... Rumah di mana Riri berteduh dan difitnah berbuat zina?

Tapi bukankah di sana tempat tinggal teman-teman Leon? Masa iya, dia harus satu rumah dengan orang-orang asing, apalagi di sana hanya ada laki-laki saja.

'Masa iya sih kita tinggal bareng-bareng sama mereka? Apa nggak disuruh nikah lagi aku sama warga di sana?' pikir Riri dalam hati.

“Kita pindah ke rumah aku yang di Bandung.”

Jawaban Leon yang menyahuti kata hatinya itu berhasil membuat Riri tersedak makanan.

Riri meminum air putih yang diberikan Leon dengan terburu-buru. Sepertinya dia lupa dengan kemampuan hebat suaminya itu.

"Kedengaran ya? Hehehe...” Riri menyengir kuda ketika mengingat kemampuan suaminya. “Emangnya kamu punya rumah di sana?”

“Punya.”

Riri menatap dengan sangat intens ke arah suami barunya. Ingatan tentang pembicaraan Leon semalam terlintas di benak Riri. “Kamu mau pindah?” tanyanya lembut.

“Nggak.”

“Ck... Terserah!”

Sepertinya dia sudah pasrah dengan tutur bahasa suaminya yang terdengar sangat kasar. Padahal tadi malam Leon berbicara biasa saja dengan teman-temannya, tapi kenapa giliran dengannya, laki-laki itu justru berbicara dengan nada kasar?

Riri hanya bisa menggelengkan kepalanya keheranan. “Nanti mampir ke rumah sepupu aku dulu. Aku mau ambil barang-barangku di sana.”

“Hm...” Hanya itu balasan dari Leon.

Mereka menyelesaikan kegiatan sarapan mereka lalu cek out dari hotel itu untuk pergi ke tempat tinggal lama Leon lalu, baru pergi ke rumah sepupu Riri.

Setelah menempuh perjalanan 10 menit, mereka berdua sampai ditempat tinggal Leon.

Riri hanya melihat sekeliling rumah kecil itu dari luar, sedangkan Leon sudah dari tadi masuk ke dalam sana untuk mengemasi barang-barangnya.

Di saat sedang melihat-lihat, pandangan Riri tak sengaja jatuh ke arah segerombolan laki-laki bertato dengan wajah menyeramkan sedang berjalan ke arah rumah yang pernah disinggahi suaminya itu.

Seketika, Riri panik dan ketakutan. Dia ingin bersembunyi secepat mungkin, tapi tak tahu harus bersembunyi di mana.

Riri mengintip ke dalam rumah melihat apakah Leon sudah selesai mengemasi barang-barangnya. “Mana sih dia?! Kok lama banget.”

Akhirnya Riri memutuskan untuk bersembunyi di balik tembok samping rumah, dengan harapan mereka tak akan melihatnya.

“Hallo bos... Gimana malam pertamanya?”

Riri mendekatkan telinganya ketika mendengar suara itu dari dalam rumah. Sepertinya salah satu dari laki-laki menyeramkan itu sedang berbicara dengan suaminya.

“Malam pertama apanya?! Sana minggir!” usir Leon.

“Jadi pindah bos? Katanya nggak mau?”

Laki-laki yang dipanggil bos itu berdecak mendengar pertanyaan anak buahnya. “Jakarta Bandung dekat, nanti bisa bolak-balik. Lagian gue ke sana juga mau ngantar dia doang kok, nanti balik lagi ke sini.”

Riri memelototkan matanya ketika mendengar percakapan orang-orang yang ada di dalam rumah.

“Sialan! Jadi dia bener-bener mau ninggalin aku di sana sendirian?Dasar Preman bajingan!” umpatnya kesal saat mendengar suara suaminya, bahkan tangan Riri kini sudah mengepal kuat dan memukul-mukul tembok yang tak bersalah.

Riri memajukan badannya untuk mendengar pembicaraan mereka dengan jelas. Namun nahasnya Riri malah tersandung dan terjatuh. Yang lebih parahnya lagi, gadis itu terjatuh tepat di kubangan air lumpur yang sangat keruh.

“Sial--"

“Ngapain kamu?”

Badan Riri meremang ketika mendengar suara suaminya. Dia menundukkan kepalanya dan menutup matanya kuat-kuat untuk menahan rasa malu.

Dalam hati, Riri meringis. 'Semoga yang lihat aku cuman sedikit.'

“Nggak ada yang lihat!” ucap Leon yang berhasil membuat Riri tersenyum.

Riri membuka matanya lebar lalu menengok ke atas dan benar saja, di sana hanya ada Leon yang sedang bersedekap dada dengan tatapan mengejek. “Masa kecil belum bahagia ya?”

Riri buru-buru berdiri dengan setengah badannya yang sudah terkena lumpur. “Yang lain pada kemana?” tanya Riri untuk menghilangkan Rasa malunya.

“Kenapa? Sakit?” Bukannya menjawab Leon malah bertanya balik.

“Hah?...”

“Bukan apa-apa.”

Riri menyengitkan alisnya karena kesal dengan kelakuan Leon.

Sakitnya sih nggak seberapa, tapi malunya itu yang luar biasa! Nggak akan pernah lupa sampai hari tua.”

“Prftt.”

Mata Riri terbelalak dengan mulut yang ternganga di saat melihat Leon yang tengah ketawa.

Pipi Riri memerah melihat wajah suaminya yang terlihat semakin tampan ketika tertawa. 'Gila! Ternyata dia ganteng juga!'

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status