Share

2. Malam Pertama.

“Mempelai wanita bisa mencium tangan mempelai pria.”

Suara pak penghulu membuyarkan lamunan Riri. Gadis itu terlalu lama melamun memikirkan dari mana Leon mendapatkan uang itu, sampai-sampai dia tak sadar bahwa acara ijab kabulnya sudah selesai.

Riri melihat ke arah Leon yang sudah dibalas Leon dengan tatapan yang sangat tajam sambil menyodorkan tangannya. Riri menghela napas pasrah, dia hanya bisa mengikuti alur takdir yang sedang mempermainkannya. Mau mengeluh juga sudah terlambat. Pernikahan mereka telah sah secara agama dan negara.

“Saya titip anak saya ya, Nak. Tolong dijaga baik-baik.”

Bu Khana, ibunya Riri kembali berpesan pada laki-laki yang telah jadi menantunya itu. Dilihat dari penampilannya, dua orang tua Riri itu jelas sudah tahu tahu apa pekerjaan menantunya. , begitu juga dengan Ayah Riri yang sudah lepas tangan terhadap anak sulungnya.

“Iya bu.” Hanya itu saja jawaban Leon.

Selepas itu, Bu Khana dan yang lainnya membubarkan diri.

Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam, yang berarti sudah saatnya mereka harus mengistirahatkan diri.

Riri hanya diam seperti patung. Dia tak tahu harus bicara apa, kenal saja tidak, bagaimana caranya dia membuka topik? Lagipula, suasananya sudah sangat canggung.

“Ayo.” Suara bariton Leon terdengar. Riri yang tadinya melamun langsung tersentak kaget ketika mendengar suara Leon.

“Oh... I-iya,” jawab Riri tergagap.

Leon dan Riri menaiki sebuah motor menuju suatu tempat. Sebagai seorang istri, dia menurut saja dengan suami barunya itu. Selain itu, jujur saja, dia juga masih takut dengan Leon.

Motor Leon yang melaju kencang kini sudah berhenti di depan sebuah hotel.

“Ayo turun.”

Lagi, laki-laki itu mengajak Riri untuk turun dan masuk ke dalam hotel.

“Jadi, kita bakalan malam pertama di hotel?”

Wanita itu menelan salivanya dengan sulit. Dia sudah mewanti-wanti jika Leon meminta haknya sebagai suami. Meski belum siap, tentu saja dia tidak bisa menolak.

Tidak ada sahutan dari Leon, sebab gumaman Riri yang mungkin terdengar sayup-sayup sementara laki-laki itu sudah masuk ke dalam hotel.

Seorang resepsionis menyambut mereka berdua dengan hangat. Sementara Riri sibuk memperhatikan interior hotel tersebut, sampai-sampai dia tak sadar bahwa transaksi Leon sudah selesai.

“Hei! Kenapa bengong, ayo!”

Riri tersentak kaget ketika mendengar suara tinggi suaminya.

'Cih... Dasar preman!' decihnya dalam hati.

Bruk!!!

"Aw!!" Riri meringis kesakitan ketika menabrak punggung Leon yang berhenti secara tiba-tiba.

“Kamu tadi ngomong apa? Berani kamu ngatain suami kamu sendiri?” tanya Leon yang sudah menatap tajam ke arah Riri.

Riri yang sudah ketakutan setengah mati hanya bisa menundukkan kepalanya. “Maaf...”

Leon langsung melengos pergi masuk ke dalam lift.

'Ya ampun, bodoh banget sih kamu Ri! Bisa-bisanya ngatain orang di depannya langsung!' Riri merutuki kebodohannya, hampir saja jantungnya berhenti karena saking takutnya dia dengan tatapan Leon barusan. 'Eh, tapi tadi kan aku bicara di dalam hati, kenapa bisa sampai terdengar?'

Leon dan Riri masuk ke dalam lift untuk menuju ke kamar mereka. Lift terbuka di lantai 6. Leon berjalan lebih dulu dan membuka pintu kamar tersebut.

Mata Riri terbelalak ketika melihat ada dua tempat tidur di sana. “Ki-kita tidur terpisah?”

Dia tidak menyangka, ternyata pikiran liarnya ketika baru turun dari motor soal malam pertama mereka kemungkinan tidak akan terjadi.

Leon menatap Riri dengan tatapan meremehkan. “Kenapa? Kamu mau tidur satu ranjang?”

Riri merasa sangat kesal karena ditatap seperti itu oleh Leon. “Nggak kok!” jawabnya Cepat. 'Sialan tuh orang, dasar preman kampungan! Aku juga kenapa bodoh banget sih nanya kayak gitu!'

Sekarang Riri tahu kenapa para warga di sana ingin sekali mengusir Leon. Semua ini pasti karena watak laki-laki itu dan komplotannya yang kejam!

“Udah sana tidur! Nggak usah banyak bacot!”

Lagi-lagi Riri dibuat kaget dengan suara Leon yang sudah meninggi. Riri tak banyak bicara walaupun dia ingin sekali berteriak di depan wajah Leon.

Karena tak mau menambah masalah, Riri memutuskan pergi ke kamar mandi untuk mencuci muka sekaligus gosok gigi. Namun saat dia keluar dari kamar mandi, Leon sudah tidak ada.

Riri membenarkan hijabnya dan keluar mencari Leon. Dia punya pikiran buruk jika laki-laki itu mungkin saja meninggalkannya tanpa membayar kamar hotel lebih dulu. "Bisa gawat kalau dia pergi tanpa bayar dulu. Mana ada uang, aku?”

Riri keluar hotel untuk mencari suami barunya. Dan tiba-tiba saja dia mendengar suara Leon yang sedang berbicara dengan beberapa orang yang berada di balik tembok.

“Selamat nih, udah nikah. Jadi nggak sabar aku nunggu ponakan baru.”

“Ponakan pala bapak kau! Nggak ada kerjaan banget aku bikin anak!”

Di sana terlihat beberapa orang yang sedang mengobrol sambil merokok, dan tentu saja di antara mereka ada sesosok Leon d isana.

Riri meringis ketika melihat orang-orang menyeramkan yang ada di sana, mereka semua bertato dan juga berjenggot tebal. Jangan lupakan juga wajah seram mereka.

“Gimana? Mau pindah lo? Dari informasi yang gue dapat dia asli Bandung.” Salah seorang di antara mereka berucap.

Riri sendiri kebingungan, siapa yang sedang mereka bicarakan? “Hah informasi?... Informasi apa? Mereka dapat dari mana?”

Leon sambil membuang putung rokoknya sembarangan. Laki-laki itu terlihat kesal. “Ngapain gue pindah? Lagian gue juga mau balas dendam sama warga sialan itu!”

Riri yang mendengar itu mengangguk setuju, dia juga harus ikut balas dendam. Gara-gara mereka dia harus menikah dengan seorang preman yang sangat kasar.

“Terus istri lo gimana?”

“Ya gimana apanya? Biarin aja dia ngelakuin hal yang dia suka. Nggak ada urusannya sama gue," jawab Leon santai.

Seperti ada sebuah pisau tajam menerjang dada Riri. Sakit dan sesak sekali jantungnya saat mendengar itu.

Walaupun dia kesal karna disuruh menikah dengan seorang preman seperti Leon, namun bagaimana pun juga mereka itu sudah menikah. Jadi, bagaimanapun kondisi dan situasinya, saat ini Riri sudah menjadi tanggung jawab Leon sepenuhnya.

'Sialan itu orang! Nggak tahu diri banget sih. Awas aja kamu!' Riri kembali menggeram dalam hati.

Dia tak berani mengucapkan isi hatinya. Tak ingin si Leon itu sampai mendengar suaranya yang sedang mencaci maki, bisa gawat kalau ketahuan.

“Udahlah gue mau masuk dulu." Mendengar Leon berpamitan pada komplotannya, Riri langsung bersiap untuk pergi dari sana. Dia tak mau ketahuan kalau sedang menguping pembicaraan mereka.

“Selamat malam pertama, Bro! Haha.”

Mereka semua tertawa terbahak-bahak menertawakan Leon yang sudah berjalan menjauh dari kerumunan.

“Sialan lo pada!” Leon yang masih mendengar pun mencoba melemparkan sebuah bungkus rokok ke arah sekerumunan orang yang sedang menertawakannya.

Di sisi lain, Riri kini tersipu malu ketika membayangkan dirinya sedang melakukan malam pertama dengan Leon. Namun sedetik kemudian dia menggelengkan kepalanya untuk mengusir pikiran kotor itu.

'Mikir apa sih aku... Bisa-bisanya aku punya pikiran kayak gitu.'

Riri segera pergi dari sana untuk masuk ke hotel agar tidak didahului oleh Leon.

Dengan napas terengah-engah karna berlari, Riri kini sudah bersiap untuk berbaring di tempat tidur.

Namun sayangnya dia terlambat. Belum juga memosisikan dirinya dengan benar di ranjang, Leon sudah lebih dulu masuk ke kamar itu.

Laki-laki itu tersenyum sinis ketika melihat Riri yang belum tertidur. “Kamu belum tidur?”

'Pasti dia curiga kenapa aku belum tidur.' Lagi, Riri membatin dalam hati. Tak ingin acara mengupingnya tadi ketahuan, gadis itu pun mencari alasan. “A-aku habis buang hajat di kamar mandi.”

“Terus itu kenapa kotor?”

Leon menunjuk ke arah sepatu Riri yang sudah kotor dengan lumpur. Padahal sebelum keluar dari kamar tadi, Leon tak melihat sepatu Riri kotor. Bahkan tempat sepatu Riri diletakkan kini sudah berubah.

“I-itu... Aku nggak tahu... Mungkin waktu mau masuk ke hotel tadi.”

Riri tak sepenuhnya berbohong. Sepatunya memang terkena lumpur ketika ingin masuk ke dalam hotel. Namun lebih tepatnya di samping hotel, di mana Leon dan teman-temannya mengobrol.

Mendengar itu Leon hanya mengangguk saja.

Dengan kepala yang tertunduk dalam, Riri bertanya sesuatu kepada Leon. “Terus kamu habis dari mana?”

Riri ingin memastikan apakah Leon berbohong atau tidak.

Leon menatap tajam kearah Riri masih menundukkan kepala sambil memainkan jarinya. “Ngerokok di samping hotel.”

“Ouh... Ya udah aku tidur dulu.”

Riri menarik selimutnya. Namun, baru saja dia merasa lega akibat kebohongannya dia kira tertutupi sempurna, kalimat Leon setelahnya justru membuat jantung Riri kembali berdebar kuat.

“Lain kali jangan menguping pembicaraan orang lain.”

Comments (1)
goodnovel comment avatar
nurdianis
ups ketahuan nguping
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status