Share

7. Shock

Author: ReyNotes
last update Last Updated: 2024-03-01 14:41:12

Setelah berbisik pelan di telinga Claire, Rainer memberikan kecupan di pipi istrinya.

Wanita itu memaksakan sebuah senyum. Ia kembali menatap piringnya yang penuh oleh makanan yang selama ini ia hindari demi menjaga bentuk tubuh.

“Selamat makan.” Suara Maya mengisi kehampaan di ruang makan.

Mereka makan dalam diam. Hanya terdengar denting sendok beradu pelan dengan piring.

Sesekali, Maya terlihat memberikan perhatian khusus pada Granny. Wanita tua itu masih dapat makan dan minum sendiri. Walaupun porsinya memang sedikit.

“Jadi, kalian telah menikah?”

Claire mengangkat wajahnya yang sedang menekuni piring. Pertanyaan Adam sedikit menyentaknya. Ia mengelap pinggir bibirnya dengan serbet, lalu menatap Rainer.

“Iya, Pa.” Rainer menjawab setelah mengosongkan mulut dan meminum seteguk air.

“Kapan?”

“Dua hari yang lalu.”

“Kenapa tidak memberi kabar?”

Deheman kecil terdengar dari tenggorokan Rainer. Lelaki itu berusaha menjelaskan pertanyaan Papanya.

Tutur kata Rainer sangat lembut pada orang tuanya. Claire menyimpulkan suaminya adalah anak yang berbakti. Tidak terdengar nada tinggi walaupun Adam membalas sinis setiap pernyataan tentang pernikahan dadakan ini.

“Begitu keadaannya, Pa. Tolong mengerti kondisi kami berdua. Sekali lagi kami mohon maaf karena tidak memberitahukan pernikahan ini,” sesal Rainer.

Adam mengembuskan napas panjang. Lelaki setengah baya itu lalu menatap Claire.

Claire adalah wanita yang cantik. Penampilannya sangat modern, berbeda dengan keluarga Rainer yang selalu tampil bersahaja.

Adam kembali menggeleng samar melihat putra dan istrinya berdua. Ia masih tidak mempercayai penglihatannya sendiri bahwa Rainer telah menikah. Apalagi menikahi wanita macam Claire.

“Kamu bekerja di mana, Claire?” Brandon menurunkan nada suaranya saat berbicara dengan Claire.

Wanita cantik itu tersenyum sebelum menjawab dengan nada bangga. “Aku wakil presiden direktur perusahaan Rischmond, Pa.”

Dengan alis menyatu, Adam berpaling menatap Rainer.

“Bukankah kamu juga bekerja di perusahaan Rischmond?”

Rainer mengerang dalam hati kemudian mengangguk. “Iya, Pa.”

Adam menghela napas, lalu bersandar pada kursi.

“Rainer bekerja sebagai asisten wakil presiden direktur. Artinya, ia bekerja padamu, bukan?” Suara sedih meluncur dari tenggorokan Adam. Matanya menatap Claire memohon penjelasan.

“Betul. Rainer adalah asisten pribadiku,” ucap Claire dengan nada ceria. Ia tak sadar bahwa Adam dan Maya begitu shock mendengar pernyataan Claire barusan.

“Jadi kalian adalah atasan dan bawahan di perusahaan?” Maya ikut membuka suara.

Kepala Claire mengangguk. Rainer menunduk lalu minum untuk melegakan tenggorokannya yang tercekat. Lelaki itu lalu angkat bicara.

“Aku menjadi asisten Claire hanya sementara, Ma, Pa. Sekalian belajar di perusahaan Rischmond itu.”

Setelah itu, hening sejenak. Adam tidak melanjutkan pertanyaan mengenai pekerjaan. Mereka kini berbincang tentang keseharian masing-masing.

Saat makan malam selesai, Claire melihat keluarga Rainer saling membantu merapikan meja makan. Mau tak mau, ia juga ikut membantu. Walaupun hanya sekedar meletakkan piring kotor di wastafel dapur.

“Kamar kalian sudah siap. Silahkan beristirahat. Sampai bertemu besok pagi.” Maya tersenyum tipis lalu membantu Granny berdiri.

“Sampai besok, Ma, Pa, Granny.” Rainer menyahut dan menundukkan sedikit kepalanya pada ketiga orang yang dituakan di keluarga.

Claire segera menarik tangan Rainer menjauhi ruang makan. “Di mana kamarnya. Aku mau mandi.”

“Aku juga mau mandi. Untuk menghemat waktu, kita bisa mandi bersama,” cetus Rainer sambil berjalan menuju kamarnya.

“Tidak mau.” Claire menolak mentah-mentah tawaran Rainer.

Di dalam kamar, Claire memutar matanya. Kamar itu tidak terlalu luas. Meski begitu, terlihat sangat nyaman.

Sambil mengamati sekeliling, Claire membuka-buka laci.

“Cari apa?” tanya Rainer heran.

“Remote AC di mana?”

Rainer meledakkan tawanya.

Claire memandang penuh tanya pada Rainer. “Apa yang lucu?”

Lelaki itu menggeleng dan berkata,” Tidak ada AC di sini.”

Dengan dahi berkerut, Claire kembali mengamati sekeliling kamar. Kepalanya mendongak dan ia memang tidak menemukan satu unit AC pun di kamar ini.

Kini Claire menatap ngeri pada Rainer, seolah-olah ia menemukan sesuatu yang menakutkan.

“Tidak ada AC? Ya Tuhan, aku tidak pernah tidur tanpa AC, Rainer.” Claire merajuk kesal.

“Kamu akan terbiasa.”

Mulut Claire tetap memberengut. Dengan kasar, ia menghentakkan kakinya dan masuk ke kamar mandi. Meninggalkan Rainer yang hanya bisa menggeleng.

Lima belas menit kemudian, Claire keluar dengan pakaian tipis dan rambut digelung handuk. Wanita itu langsung naik ke ranjang dan menutupi dirinya dengan selimut tipis.

Rainer masuk ke kamar mandi dan membilas diri. Kemudian setelah selesai berpakaian, lelaki itu bergabung dengan Claire yang sedang membaca majalah.

“Majalahmu mesum semua,” ketus Claire sambil membalik-balik kasar lembaran majalah di tangannya.

Majalah yang dimaksud Claire merupakan majalah koleksi Rainer sejak ia kuliah. Majalah-majalah dengan cover wanita-wanita cantik dengan pakaian minim.

“Aku lelaki normal.” Rainer membalas santai.

Claire melempar majalah ke meja nakas. Lalu, melipat tangan di perut. Wanita itu menatap dinding di depan mereka yang kosong.

“Kenapa tidak ada televisi di kamar ini?”

“Kami tidak terlalu suka menonton. Lagipula, jika pun ada, siarannya juga tidak ada yang bagus.”

“Membosankan.”

Malam ini memang belum terlalu larut. Claire dan Rainer belum dapat tidur karena biasanya mereka terlelap larut malam. Apalagi, mereka telah banyak tidur di pesawat. Keduanya menatap langit-langit dalam diam.

“Apa kamu tidak memperhatikan bahwa Papa shock mendengar aku bekerja sebagai asisten pribadimu?” Rainer membuka perbincangan.

“Tidak. Kenapa harus shock?”

Rainer mendengus pelan. “Aku pamit pergi ke luar negeri untuk menjalin kerja sama dengan perusahaan besar, namun pulang dengan status asisten pribadi yang menikah dengan atasan wanitanya.”

Claire membalik tubuhnya menyamping menghadap Rainer.

“Tenang saja. Begitu aku sah menjadi presdir, kamu pun akan mendapatkan kerja sama itu.”

“Aku rasa jalan menuju ke sana masih panjang.”

“Kenapa begitu?”

“Aku lihat orang tua-ku pun tidak percaya bahwa kita sungguh-sungguh telah menikah.”

Pernyataan Rainer membuat Claire berusaha mengingat bagaimana ekspresi orang tua Rainer saat mendengar mereka telah menikah.

“Artinya, di sini pun kita harus bersandiwara,” gumam Claire.

Mereka kemudian terdiam. Rainer mengembuskan napas panjang dan memejamkan mata. Hembusan angin dingin menerpa tubuh mereka.

Claire bergidik. Ia menoleh ke belakang menatap jendela yang ternyata belum tertutup.

“Rainer, tutup jendelanya, dong.”

Rainer membuka mata, lalu melirik sekilas ke jendela.

“Minta yang baik.” Rainer berkata sambil kembali menutup matanya.

Sambil mengguncang pelan tubuh Rainer, Claire berkata,” Ayo, tolong. Tutup jendelanya. Anginnya dingin.”

Bukannya turun dari ranjang, Rainer malah membalik tubuh dan memeluk Claire. Kaki-kaki panjang Rainer mengunci tubuh istrinya. Wanita itu terperangkap di dekapan sang suami.

“Kalau seperti ini tidak dingin, ‘kan?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
uvuvwevwevwe osas
nah kan kocak pasangan ini
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Suami Pura-Puraku Pewaris Nomer Satu   145. Takdir Terindah

    Mansion ramai dengan tamu-tamu kecil. Mereka berlarian di taman yang di sulap menjadi halaman playground anak-anak. Berbagai macam mainan dan hidangan tersedia di sana.Karakter-karakter dari berbagai film anak-anak muncul di taman. Mahluk-mahluk kecil itu menjerit senang. Kelakuan mereka tentu saja membuat senyum tak hentinya terukir dari wajah para orang tua.Begitu pula dengan Claire dan Rainer. Pasangan suami istri itu duduk bersama Brandon, Adam, Maya dan Granny. Meskipun ramai, mata mereka tak pernah lepas dari empat sosok tak jauh dari mereka.Rinna dan Linda sedang menemani adik-adiknya. Xavian dan Azran, anak lelaki kembar yang tampan itu kini sedang merayakan ulang tahun pertama mereka."Ternyata Rinna dan Linda sangat telaten menemani adik-adik mereka, ya." Maya menatap bangga pada cucu-cucunya yang rupawan."Kalian mendidik mereka dengan tepat. Kami bangga sekali." Adam menimpali ucapan istrinya."Betul. Aku pun sangat bangga pada cucu-cucuku. Aku senang sekali pamer merek

  • Suami Pura-Puraku Pewaris Nomer Satu   144. Panggilan Baru

    Rinna dan Linda terlihat saling menatap. Ditunggu beberapa saat pun, tetap saja keduanya diam sambil menundukkan kepala. Hingga akhirnya Rainer berjongkok di depan putri-putrinya.“Papi tau sebenarnya kalian belum mengerti bagaimana memiliki adik. Kalian hanya merasa telah memiliki satu sama lain hingga tidak memerlukan adik.” Rainer mengungkapkan pikirannya.Lelaki itu lalu menjulurkan tangan kepada sang istri. Claire segera menggenggam tangan Rainer. Mereka saling bertatapan dengan senyum di wajah masing-masing.Tangan Rainer lalu mengusap lembut perut Claire. Rinna dan Linda memperhatikan apa yang dilakukan Papi mereka.“Tetapi, di dalam perut Mommy ini sudah ada bayi. Adik kalian. Tuhan yang memberikannya kepada kita, seperti kalian.”“Kita tidak boleh menolaknya karena ini merupakan anugrah,” imbuh Rainer lagi.Lalu, Claire pun ikut berjongkok dan menatap kedua putrinya.“Jadi, jangan membenci sesuatu yang diberikan Tuhan. Apalagi kalian belum melihat dan merasakan bagaimana menj

  • Suami Pura-Puraku Pewaris Nomer Satu   143. Tidak Mau Adik

    “Mommy dan Papi ‘kan setiap hari bertemu dengan kalian. Jika kalian mau berlibur sebentar bersama Grandpa, Kakek, Nenek dan Gangan, pasti kami izinkan,” ucap Rainer pada putri-putrinya.“Memangnya Mommy dan Papi tidak kangen kami nanti?” Rinna bertanya dan menatap kedua orang tuanya.“Iya. Kami saja baru berpisah sebentar, kangen,” timpal Linda sambil memeluk saudara kembarnya.Claire mengamati putri kembarnya yang kini berpelukan. Sungguh sulit memisahkan mereka berdua. Padahal psikolog anak sudah mengingatkan bahwa mereka harus paham bahwa mereka adalah dua individu.Selama ini, Rinna dan Linda bertindak layaknya mereka adalah satu orang. Semua harus sama. Pakaian, mainan, juga berkegiatan.Pernah suatu ketika Claire dan Rainer membawa masing-masing satu anak. Hebatnya, keduanya tetap melakukan kegiatan yang sama meski berbeda jarak.Saat Rinna makan spaghetti, ternyata Linda pun meminta makanan yang sama. Saat Linda tidur, termyata Rinna pun tidur. Hingga akhirnya Claire dan Rainer

  • Suami Pura-Puraku Pewaris Nomer Satu   142. Interogasi

    “Ada apa dengan menantu cantikku?” Maya bertanya pada Brandon.“Beberapa hari yang lalu, Claire sempat terlambat makan karena sibuk meeting. Aku pikir, sakitnya sudah membaik. Entahlah.” Brandon mencoba menjelaskan.Di dalam kamar, Rainer mengumpulkan rambut Claire dan memeganginya. Tangannya yang bebas mengusap-usap lembut punggung sang istri. Claire sedang memuntahkan makanan yang baru saja ia makan.Rainer yang membersihkan bekas muntahan di wastafel kamar mandi. Claire keluar dan segera berbaring. Rasanya ia mual sekali.“Aku ambilkan jeruk dingin mau?”Claire menggeleng pada tawaran Rainer. “Aku mau lemon hangat saja.”“Oke. Sebentar, ya.”Sebelum keluar kamar, Rainer mengusap sayang kepala sang istri. Mencium dahinya dalam-dalam. Lalu, membuka pintu untuk kembali ke dapur.Namun, ia segera tertegun. Di depan pintu, Brandon, Adam menggendong Rinna, Maya menggendong Linda hingga Granny berdiri sambil menatapnya. Mereka menuntut penjelasan.“Kenapa putriku muntah-muntah?” Brandon m

  • Suami Pura-Puraku Pewaris Nomer Satu   141. Menduga-Duga

    Si kembar berlarian di dalam pesawat pribadi milik Rainer. Mereka hanya duduk manis selama makan. Setelah itu kembali aktif hingga akhirnya tertidur.“Pantas saja kamu sering meringis saat mereka di dalam perut, My Lady.” Rainer menggeleng sambil mengusap sayang kepala kedua putrinya.“Iya, mereka memang aktif sejak embrio.” Claire terkekeh.Rainer tersenyum. Ia menciumi wajah putri-putrinya. Kemudian kembali duduk di samping Claire.Rinna dan Linda tidur di kursi yang berhadapan dengan kursi Claire dan Rainer. Sementara Brandon telah beristirahat di kamar pesawat.“Bagaimana kalau yang ini?” Rainer bertanya pelan sambil mengusap perut Claire. “Apa ia juga seaktif kakak-kakaknya?”Tangan Claire melapisi tangan Rainer, lalu menggeleng. “Janin ini belum bergerak. Tetapi, karena kehamilan pertama sudah merasakan gerakan aktif, aku tidak akan kaget kalau kali ini pun janinnya setipe.”Kekehan keluar dari tenggorokan Rainer. Ia merentangkan tangan dan merangkul sang istri. Kepala Claire ki

  • Suami Pura-Puraku Pewaris Nomer Satu   140. Hamil Lagi

    Sampai di kafe, Rainer langsung memesan segelas jus buah. Ia memberikannya kepada Claire sambil menunggu makanan datang. Claire perlahan meminumnya jusnya.“Enak? Gulanya cukup?”Claire hanya mengangguk lalu memegangi kepalanya yang terasa berat.Akhirnya, Rainer berinisiatif memijat tengkuk sang istri. Merasa tidak bertambah baik, Claire menepis tangan Rainer dan menggeleng untuk memberi kode agar berhenti memijatnya.Kemudian, Rainer hanya mengusap-usap pelan punggung sang istri.Makanan mereka datang. Rainer menawarkan untuk menyuapi Claire, namun istrinya menggeleng. Claire makan sedikit demi sedikit.“Mungkin seharusnya aku minum obat lambung dulu, ya.” Claire berkata saat ia kesulitan menelan makanannya.“Mau aku belikan obat lambung di apotik dulu?”“Tidak usah. Aku sudah terlanjur makan.”Rainer mengangguk. Ia kembali memperhatikan Claire makan. Hanya setengah porsi yang berhasil dihabiskan.“Apa masih terasa pusing?”Claire mengangguk. “Sekarang malah tambah mual.”“Hmm … mun

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status