***
Di dalam mobilnya, Anastasia Noire menggenggam erat setir, mencoba fokus pada jalan di depan, tetapi pikirannya terus-menerus kembali ke kejadian sebelumnya. Malam ini banyak hal yang tak terduga, semuanya adalah kemalangan baginya.
Pria terluka yang ia temukan tadi kini tergeletak di jok belakang mobilnya, tak sadarkan diri. Anastasia tidak tahu siapa pria itu atau mengapa dia diserang, tetapi ia tahu bahwa dirinya sekarang ikut terseret dalam sesuatu yang besar. Ia merasa matanya harus selalu waspada—dan ternyata, kekhawatirannya terbukti benar.
Saat melihat ke kaca spion, jantung Anastasia berdegup kencang. Di belakangnya, sebuah mobil hitam besar muncul, melaju dengan kecepatan tinggi. Wajahnya memucat saat menyadari bahwa mobil itu tak lain adalah mobil yang tadi dipakai oleh para pria berbadan besar yang dilihatnya.
"Sial," gumam Anastasia sambil mengetuk-ngetuk setir dengan cemas. "Mereka mengejarku."
Mobil hitam itu semakin mendekat, nyaris bersanding dengan mobilnya. Tanpa pikir panjang, Anastasia menekan pedal gas lebih dalam, berharap bisa memperlebar jarak antara dirinya dengan pengejarnya. Namun, mobil besar itu tidak menyerah, malah semakin agresif. Mereka memepet mobil Anastasia, membuatnya kehilangan kendali sejenak.
"Kalian tidak serius, kan?" gumam Anastasia, merasa panik namun mencoba tetap tenang. Tapi, tidak ada waktu untuk panik. Mobil hitam itu menabrak bagian samping mobilnya dengan keras. Anastasia menggertakkan giginya, merasakan getaran kuat yang menjalar dari benturan itu. Mobilnya sedikit oleng, tetapi ia berhasil menguasai setir lagi.
"Sial!" umpat Anastasia, kali ini suaranya lebih keras. "Kalian merusak mobil hasil kerja kerasku! Jangan main-main denganku!"
Amarah mulai menyala di dalam dirinya, menggantikan ketakutan yang tadi sempat menghantuinya. Anastasia bukan tipe wanita yang mudah ditundukkan, dan mereka sudah menekan tombol yang salah. Dengan kecepatan tinggi, ia memutar kemudi, mengambil jalur lain untuk mencoba mengacaukan mobil pengejarnya.
Mobil hitam itu tampaknya tidak menyangka Anastasia akan melakukan manuver secepat itu. Mereka sedikit terlambat untuk bereaksi, memberi Anastasia cukup waktu untuk menambah kecepatan. Mobilnya melesat di antara kendaraan lain yang lebih lambat, seperti peluru yang meluncur tanpa ragu.
"Ayo, kita lihat seberapa bagus kalian mengemudi!" teriak Anastasia dengan penuh determinasi. Ia membuat belokan tajam di persimpangan, nyaris membuat mobilnya berputar. Tapi ia dengan cekatan mengendalikan mobilnya, memanfaatkan jalanan sempit yang penuh belokan untuk memperlambat pengejarnya.
Mobil hitam itu terus mengejarnya, tapi mereka kesulitan menyesuaikan dengan kecepatan Anastasia. Sesekali, mobil mereka mendekat, tapi Anastasia selalu berhasil menarik diri dengan gerakan yang tak terduga. Keahlian mengemudinya tampak tak tertandingi, seperti ia telah menjadi satu dengan mesin yang dikendarainya.
Setelah beberapa menit yang terasa seperti jam, Anastasia akhirnya melihat gedung apartemennya muncul di kejauhan. Ia menarik napas lega, namun tetap waspada. Mobil pengejarnya masih berada di belakang, meski kini jaraknya sedikit lebih jauh.
"Sedikit lagi," bisik Anastasia pada dirinya sendiri. Ia tahu bahwa ini adalah kesempatan terakhirnya untuk meloloskan diri.
Dengan satu tarikan napas panjang, ia menambah kecepatan sekali lagi, kali ini melebihi batas yang biasanya ia anggap aman. Mobil hitam itu berusaha mengejar, tapi Anastasia membuat satu gerakan terakhir—belokan tajam ke kanan, hampir tanpa mengurangi kecepatan.
Pengejarnya tak sempat bereaksi. Mobil hitam itu terlalu cepat, mereka tidak bisa mengikuti tikungan tajam Anastasia dan kehilangan kendali, menabrak pembatas jalan dengan keras. Suara benturan dan suara kaca pecah terdengar di belakangnya, tapi Anastasia tidak berhenti. Ia terus melaju, tidak memberikan kesempatan bagi siapa pun untuk mendekat.
Beberapa saat kemudian, ia akhirnya sampai di gedung apartemennya. Napasnya masih tersengal saat ia menghentikan mobilnya di tempat parkir. Dengan cepat, ia mematikan mesin dan langsung menoleh ke jok belakang. Pria asing yang terluka itu masih tak sadarkan diri, tetapi napasnya masih terdengar, meski lemah.
Anastasia menghela napas lega. Tidak ada waktu untuk berdiam diri. Ia harus membawa pria ini ke tempat yang aman.
"Demi Tuhan, apa yang sebenarnya terjadi?" gumamnya sambil membuka pintu mobil dengan cepat. Tanpa banyak berpikir lagi, ia bergerak ke bagian belakang, membuka pintu dan dengan cekatan mengangkat tubuh pria itu. Meski berat, Anastasia tidak ragu sedikit pun. Ia menggunakan seluruh tenaganya untuk menggendong pria itu, memastikan kepalanya tidak terantuk sesuatu.
Dengan langkah cepat, ia berjalan menuju pintu apartemennya. Setiap detik terasa berharga, dan Anastasia tahu bahwa ia tidak bisa membuang waktu lebih lama.
Ketika akhirnya berhasil membuka pintu, ia segera masuk dan meletakkan pria itu di atas sofa yang ada di ruang tamu. Anastasia menghela napas panjang, merasakan lelah yang luar biasa setelah semua yang terjadi. Namun, ia tidak membiarkan rasa lelah itu menguasai dirinya. Ada hal yang lebih penting sekarang—pria ini.
"Aku tidak tahu siapa kamu, atau apa yang kamu lakukan hingga membuatmu terluka seperti ini," kata Anastasia sambil menatap pria itu. "Tapi satu hal yang pasti, kita berdua terlibat dalam sesuatu yang besar. Aku membantumu karena aku juga sedang terluka dan sakit hati malam ini dan aku tidak mau kamu mendapatkan kemalangan, jika kamu kubiarkan tergeletak di jalanan tadi.”
Ia menatap pria itu sekali lagi, memastikan dia masih bernapas. Setelah itu, Anastasia beranjak ke kamar mandi, mencari kotak P3K untuk mengobati luka-lukanya. Meskipun ia bukan seorang dokter, Anastasia tahu bahwa ia harus melakukan sesuatu untuk menyelamatkan pria ini.
Ketika akhirnya menemukan apa yang dibutuhkannya, Anastasia kembali ke ruang tamu. Ia duduk di samping pria itu dan mulai membersihkan luka-lukanya dengan hati-hati. Meskipun rasa takut dan cemas masih menghantuinya, Anastasia bertekad untuk melindungi pria ini—siapa pun dia—dan mencari tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi.
“Semoga kamu cepat sadar, aku pergi tidur,” ucap Anastasia sambil beranjak pergi.
***
Maximilian membuka matanya perlahan. Rasa nyeri yang tajam menghantam kepalanya, membuat pandangannya sedikit kabur. Cahaya lembut dari lampu di sudut ruangan memancar, memberi sedikit kehangatan di sekelilingnya. Butuh beberapa saat bagi matanya untuk menyesuaikan diri dengan cahaya, dan ketika akhirnya bisa melihat lebih jelas, ia merasakan jantungnya berdetak kencang.
Ruangan itu asing baginya. Dindingnya berwarna pastel, dengan dekorasi layaknya seorang wanita elegan. Sejauh yang bisa ia lihat, ruangan itu adalah sebuah apartemen mewah. Ia berbaring di atas sofa yang empuk, dengan selimut tipis menutupi tubuhnya.
Maximilian berusaha mengumpulkan pikirannya. Ada sesuatu yang tidak beres. Kepalanya berdenyut, membuat setiap usaha untuk mengingat kembali apa yang terjadi menjadi perjuangan tersendiri. Ia menggerakkan tubuhnya sedikit, mencoba duduk, namun langsung menahan napas saat rasa sakit menghantam tulang rusuknya.
“Ugh,” erangnya pelan. Rasa sakit itu bukan hanya dari tulang rusuk, tapi hampir di seluruh tubuhnya. Pukulan, tendangan, dan entah apa lagi yang menimpanya sebelum ini. Memori tentang kekerasan itu datang perlahan, seperti potongan-potongan gambar yang samar. Ia mengingat wajah-wajah para penculik itu, suaranya yang mengancam, dan bagaimana mereka membawanya ke suatu tempat yang gelap dan bau.
Maximilian menutup matanya sejenak, mencoba mengingat lebih jelas. Mereka menangkapnya—itu jelas. Tapi bagaimana ia bisa sampai di tempat ini? Ia ingat saat para penculik itu lengah, dan ia memutuskan untuk mengambil kesempatan yang ada. Ia kabur, meski tubuhnya penuh luka, meski kesadaran hampir hilang. Langkahnya terseok-seok, tetapi adrenalin yang menderu dalam tubuhnya memberinya kekuatan untuk terus bergerak.
Lalu, ada seorang wanita. Samar-samar, ia bisa mengingatnya. Wanita itu datang entah dari mana, menolongnya saat ia hampir jatuh. Wajahnya sulit diingat dalam keadaan setengah sadar seperti itu, tapi ia ingat nada suaranya—lembut, penuh kekhawatiran. Mungkin, wanita itulah yang membawanya ke tempat ini.
Maximilian membuka matanya lagi, kali ini dengan lebih tenang. Ia memandang ke sekeliling ruangan, mencoba mencari petunjuk lebih lanjut. Ada meja kecil di samping sofa, dengan segelas air di atasnya. Sebuah mantel tergantung di balik pintu. Di atas meja lain di sudut ruangan, ada beberapa buku dan sebuah ponsel.
"Di mana aku?" gumamnya pelan, suara serak akibat rasa sakit yang masih terasa di tenggorokannya. “Aku harus segera menghubungi Bryan,” gumamnya.
Prang!
Segelas air jatuh saat tak sengaja dan beberapa detik kemudian, ia mendengar langkah kaki yang ringan mendekat. Pintu terbuka sedikit lebih lebar, dan seorang wanita muncul dari baliknya. Wajahnya tampak terkejut, namun dengan cepat berubah menjadi ekspresi khawatir. “Kamu sudah sadar?”
***
***Langit cerah menaungi villa pribadi keluarga Kingsley, dihiasi dengan alunan lembut musik klasik yang mengiringi para tamu undangan menuju taman yang telah disulap menjadi tempat upacara pernikahan megah. Anastasia berdiri di balik tirai putih, mengenakan gaun pernikahan yang memukau. Gaun itu dirancang khusus oleh Celine Idzes, penuh detail renda yang elegan, dengan ekor panjang yang membuatnya tampak seperti seorang ratu.Rhett berdiri di sampingnya, mengenakan setelan jas hitam yang rapi. Tangannya menggenggam lengan Anastasia dengan lembut, matanya berkaca-kaca."Papa tidak pernah menyangka akan memiliki kesempatan ini," ucap Rhett pelan, suaranya bergetar.Anastasia menatap ayahnya dengan senyuman hangat. "Aku bahagia Papa di sini. Aku tidak bisa membayangkan orang lain yang mendampingiku selain Papa."Rhett mengangguk, menahan air mata yang hampir jatuh. Ia menatap Anastasia dengan bangga. "Kamu sangat cantik hari ini, Nak. Maximilian adalah pria paling beruntung di dunia."
***Di ruang rapat eksekutif Kingsley Group, suasana mencekam. Robert Brown, pria paruh baya dengan jasnya yang kini tampak kusut, berlutut di lantai marmer hitam yang dingin. Wajahnya penuh dengan keringat dingin, sementara tangannya gemetar menahan rasa takut."Maximilian... Aku memohon padamu," ucap Robert, suaranya bergetar. "Lepaskan kami. Aku berjanji tidak akan mengusik keluarga Kingsley lagi. Aku... Aku bersumpah."Di kursi utama, Maximilian duduk dengan tenang. Sosoknya yang tegap dan aura dinginnya membuat semua yang berada di ruangan itu enggan bernapas terlalu keras. Ia menyandarkan tubuhnya ke kursi kulit hitam, kedua tangan saling bertaut di depan dada. Senyum kecil muncul di bibirnya, senyum yang penuh arti dan tak memberi celah untuk harapan."Berjanji, ya?" Maximilian akhirnya berbicara, suaranya rendah namun tajam. "Paman akan bersembunyi ke luar negeri, kan? Dan itu di Sydney. Apa aku salah menebak?"Mata Robert membelalak, bibirnya terbuka tanpa suara. Tubuhnya ter
***Di kamar utama kediaman keluarga Kingsley, suasana yang awalnya tenang berubah menjadi percakapan hangat. Anastasia duduk di atas ranjang dengan wajah sedikit pucat, namun senyumnya tetap menghiasi wajahnya. Di sisinya, Maximilian terus memegang tangannya, memberikan kehangatan dan perhatian penuh.Steven sedang memeriksa kondisi Anastasia dengan stetoskop di tangannya. Wajahnya serius, namun ada senyum kecil yang tersembunyi di sana. Setelah selesai, dia berdiri dan melipat tangannya di dada sambil menatap Selene dan Shayne, kedua orang tua Maximilian."Paman, Bibi..." Steven memulai, senyumnya semakin lebar. "Sebentar lagi kalian akan menjadi grandma dan grandpa. Kediaman ini pasti akan jauh lebih ramai."Kalimat itu langsung membuat ruangan menjadi hening. Selene membuka mulutnya, nyaris tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Shayne, yang tadinya hanya duduk diam, langsung menegakkan tubuhnya. Namun, reaksi yang paling mencolok datang dari Maximilian."Apa yang kau
***Malam itu, berita tentang Anastasia yang secara resmi diakui sebagai menantu keluarga Kingsley mengguncang dunia. Para undangan di acara resmi keluarga Kingsley tercengang. Kilatan kamera memenuhi ruangan saat Maximilian dengan tenang berdiri di samping Anastasia, memperkenalkannya sebagai istri dan menantu keluarga Kingsley.Di berbagai media sosial, foto-foto mesra keduanya mulai beredar luas. Foto-foto itu menangkap momen romantis Maximilian dan Anastasia, memperlihatkan bagaimana pria itu menggenggam erat tangan istrinya, seolah tak ingin ada yang mengganggunya. Ada foto ketika Maximilian menatap Anastasia penuh kelembutan, sebuah pemandangan yang membuat publik terkagum-kagum.Di sebuah akun penggemar, seorang netizen menulis, “Siapa yang sangka Anastasia menikah dengan Maximilian Kingsley? Mereka terlihat sempurna bersama!”Komentar-komentar positif membanjiri setiap unggahan tentang mereka, memuji betapa serasi pasangan ini. Netizen tak henti-hentinya membicarakan betapa be
***Wajah Renata terlihat pucat dengan air mata yang mengalir di pipinya. Di tengah pesta ulang tahun Kingsley Group yang mewah, kegaduhan ini menarik perhatian para tamu. Robert, ayahnya, menghampiri Renata dengan wajah penuh kekhawatiran. Dia menunduk, membangunkan putrinya dengan lembut."Sayang, apa kamu baik-baik saja?" tanya Robert dengan suara cemas.Renata mengangguk lemah, terisak dengan air mata yang mengalir semakin deras. Pemandangan putrinya yang terlihat tersakiti itu membuat Robert memalingkan tatapan marah ke arah Anastasia, yang berdiri tidak jauh dari mereka. Semua tamu mulai berbisik-bisik, seolah mereka setuju dengan kebencian yang tampak di mata Robert.Dengan nada dingin dan tajam, Robert menatap Anastasia penuh hinaan. "Kenapa ada wanita rendahan sepertimu di sini?" katanya, suaranya dipenuhi kemarahan yang tak tersembunyi. "Bagaimana kau bisa datang ke pesta ini? Apa kau merayu seseorang dengan tubuhmu agar bisa datang ke acara sebesar ini?"Tawa merendahkan lan
***Lampu-lampu kristal di ballroom megah Kingsley Tower berpendar, menciptakan kilauan indah di setiap sudut ruangan. Para tamu undangan yang mengenakan busana glamor berkumpul, menikmati pesta ulang tahun perusahaan Kingsley Group yang ke-75. Namun, malam ini, bukan hanya perayaan yang menjadi pusat perhatian—rumor tentang penerus Kingsley Group yang akan diumumkan secara resmi malam ini telah menjadi buah bibir semua orang. Apalagi sang penerus itu selalu menjadi rahasia karena keberadaannya sangat misterius, bahkan tidak ada media satupun yang mengetahui dimana keberadaan sang pewaris ituDi tengah dentingan gelas-gelas wine dan alunan musik jazz, suara pembawa acara menggema, memecah keheningan ballroom."Ladies and gentlemen, mari kita sambut penerus Kingsley Group, Maximilian Kingsley!"Begitu nama itu disebutkan, sorak-sorai kecil terdengar dari para tamu, dan kamera-kamera media langsung diarahkan ke panggung. Seorang pria berpostur tinggi, berbalut setelan jas hitam sempurna