Share

7. Tersesat

Author: kamiya san
last update Last Updated: 2025-10-23 09:38:55

Alingga membuka pintu kamar dengan lega. Key lock number yang sempat diberi oleh Huki lewat pesan berhasil dienternya. Kamar baru dan bukan kamar yang dia tempati siang tadi. Senang yang dirinya cepat mengerti di mana posisi kamar barunya ini sebab ancer-ancer dari Huki. Berada di teras yang mudah dihampiri. Sederet dengan ruang kerja Huki yang ada di ujung teras panjang ini.

Namun, Alingga berpikir jika kamar barunya justru kurang aman sebab lubang kunci ada tetapi anak kunci tidak diberikan. Menduga entah Huki atau entah Zoe sendiri yang menyimpan. Meski password sudah ditukarnya, pintu akan mudah disabotase dengan anak kunci dan lubang kunci yang dipertemukan.

Ah, biarlah, hak tuan rumah. Menyadari jika dirinya sekadar menumpang tidak lama. Apalagi mengingat adanya anak-anak Fahri yang sama sekali tidak ramah, sangat ingin hengkang saja dengan segera. Tinggal sendiri bukan hal yang sangat mengerikan baginya. Sebagai mahasiswa dengan jarak kampus yang jauh dari kampung halaman, dirinya acapkali tinggal di rumah sewa dan sering tanpa teman.

"Segernya ... luas lagi ...!" serunya takjub.

Saat masuk, merasa dejavu dan seperti kehabisan kata-kata. Kamarnya wangi, bersih, dan sangat luas. Berbeda dengan kamar pertama yang sempat ditempatinya. Mungkin ini kamar tamu…? Atau dirinya sudah dianggap keluarga dan boleh mendapat fasilitas lebih layak?

“Oh, pintu kamarnya ada dua….” Alingga lebih heran, ada satu pintu lagi selain pintu di teras dan pintu kamar mandi.

Menduga itu adalah pintu yang menghubungkan isi dalam rumah. Jadi pintu yang pertama tadi seperti pintu balkon dan teras. Alingga ingin melihat lagi setelah mandi dan menukar baju, dingin sekali karena basah-basah di sekujur badan. Kopernya pun sudah pindah sendiri mengikuti, terlihat diam setia di samping ranjang.

Alingga mengeluarkan sepasang baju tidur. Isi koper yang sengaja tidak ditata ke dalam lemari sebab berniat akan pindah, ditutup dan diletak lagi di tempat semula. Merasa jam malam yang ditentukan oleh tuan rumah cukup berat. Sepertinya tidak akan mudah untuk kembali ke rumah ini sebelum pukul sembilan malam. Mengingat aktivitasnya yang terbiasa padat dan seringkali lupa waktu. Namun, niatnya ini harus dia bicarakan dulu dengan tuan rumah.

Alingga tersenyum dalam kamar mandi. Semua peralatan bersih badan tersedia dan masih tersegel. Sikat gigi, sabun, sampo, sikat badan, lulur, dan banyak body care lainnya, semua ada yang seperti sengaja disediakan untuknya!

“Siapa yang menyiapkan? Apa semua tamu begini? Kerasan dong! Tapi…,” ucap Alingga tanpa sadar, tetapi tiba-tiba senyumnya menghilang. Terdiam sambil mengisi bathup hingga penuh.

Teringat lagi dengan keluarga Fahri di rumah ini yang merusak suasana hatinya. Bayang wajah Zoe atau Huki yang dinilai cukup baik menerima datangnya, berpikir tinggal di sini lebih lama, seketika terhapuskan.

“Daripada makan gak enak, tidur gak nyenyak, diam pun tak tenang, mending tinggal di luar.” Alingga memutuskan. Selain dalam situasi di antara para tiri yang ternyata merongrong jiwa, aturan Zoe cukup berat. Makan pagi wajib di meja makan bersama. Malam pun diusahakan makan malam bersama juga. Siang hari tidak ada sebab lelaki itu kerja.

Sedang Alingga terbiasa bebas selama ini tanpa aturan pengikat apapun. Ibunya dulu memberi dukungan dan kepercayaan penuh, budenya juga tidak kolot, selalu percaya, dan tulus. Hanya selalu berpesan agar pergi hati-hati dan selamat hingga kembali. Juga biasa pergi sangat pagi, atau pulang pun lewat malam. Bahkan tidak pulang dan menginap di kos teman sudah hal biasa. Alingga hanya di tahun-tahun awal belajar menyewa rumah dengan teman. Selebihnya, memilih pulang pergi kuliah dari rumah.

Tapi sekarang, Zoe memberikan aturan yang sangat berlainan. Belum mencoba, Alingga sudah merasa pasti akan ribet setengah jiwa nantinya.

“Mungkin dia adalah lelaki yang kesepian?” Alingga bertanya-tanya sendiri dengan menyelonjorkan kaki di atas ranjang. Suasana takjub dalam kamar membuatnya lupa dengan rasa lapar.

“Hampir satu minggu tidak coba aku hubungi. Pesanku pun masih centang satu. Oh, aku terlalu sibuk dengan pernikahan rahasiaku ini.”

Dia kembali meletak ponsel di bantal sebelah. Hanan, sang dokter pujaan hati masih tidak bisa dihubungi. Sampai kapan dia bertugas di tempat terpencil?

Rasanya jadi sentimen dengan hal yang berbau penugasan. Seperti penjara sosial berkedok dinas yang memisahkan dua hati dan sepasang jiwa yang mencinta. Rindu berjumpa pun terpaksa di tahan sepenuh jiwa ….

____*

Alingga terbangun dengan rasa serik luar biasa di tenggorokan. Kehausan membuatnya terjaga. Pukul satu lebih tiga puluh lima menit dini hari. Semalam ketiduran, ponselnya pun tidak diletak di meja tetapi masih terpegang di atas bantal.

Beringsut turun dan meninggalkan ranjang menuju pintu yang di dalam. Alingga ingin pergi ke dapur dan mengambil air minum meski ragu sebab dirinya tidak tahu di mana posisi dapur. Sedang tadi siang, dari ruang makan di antar ke kamar yang berbeda dari dalam.

Ceklerk!

Benar dugaannya, di balik pintu adalah ruang luas dengan sofa beberapa set dan televisi layar lebar. Pastilah ruang keluarga. Ada dua pintu lagi selain kamarnya. Bisa jadi anak-anak Fahri di balik pintu itu. Lalu, di mana emaknya yang galak? Ngeri, Alingga berjalan cepat-cepat.

“Ah, mana sih dapur, ya….” Alingga menghampiri sebuah pintu yang menghubungkan dengan ruangan seperti lorong. Tetapi berujung di ruangan lagi yang lebih kecil dengan satu set sofa saja.

Jantung Alingga seperti terlempar ke perut saat pintu yang tepat di sebelahnya berdiri tiba-tiba terbuka.

“Siapa?” Suara besar lelaki menggema tipis.

“Pak Julin?”

Alingga yang kebingungan, kini terkejut saat menyadari jika lelaki yang membuka pintu adalah Zoerendra.

Mungkin itu kamarnya!

“Uhuk! Uhuk!”

“Eh, Pak Jul!”

Alingga sempat mendengar suara batuk lelaki dengan langkah cepat yang mendekat. Namun, Zoe telah menarik kuat tangannya dan membawa masuk ke dalam kamar!

🍒

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suami Rahasiaku Ternyata Paman Tiriku   7. Tersesat

    Alingga membuka pintu kamar dengan lega. Key lock number yang sempat diberi oleh Huki lewat pesan berhasil dienternya. Kamar baru dan bukan kamar yang dia tempati siang tadi. Senang yang dirinya cepat mengerti di mana posisi kamar barunya ini sebab ancer-ancer dari Huki. Berada di teras yang mudah dihampiri. Sederet dengan ruang kerja Huki yang ada di ujung teras panjang ini. Namun, Alingga berpikir jika kamar barunya justru kurang aman sebab lubang kunci ada tetapi anak kunci tidak diberikan. Menduga entah Huki atau entah Zoe sendiri yang menyimpan. Meski password sudah ditukarnya, pintu akan mudah disabotase dengan anak kunci dan lubang kunci yang dipertemukan. Ah, biarlah, hak tuan rumah. Menyadari jika dirinya sekadar menumpang tidak lama. Apalagi mengingat adanya anak-anak Fahri yang sama sekali tidak ramah, sangat ingin hengkang saja dengan segera. Tinggal sendiri bukan hal yang sangat mengerikan baginya. Sebagai mahasiswa dengan jarak kampus yang jauh dari kampung halaman

  • Suami Rahasiaku Ternyata Paman Tiriku   6. Cecar

    Setelah interview, Alingga singgah di asrama temannya, Risa, dan terjebak hujan. Risa adalah teman akrab saat duduk di bangku SMU dari Kota M. Tidak melanjutkan belajar setelah lulus, dan memilih ikut rekruitmen kerja ke Kota B. “Kayaknya hujan gak bakalan stop, Ris. Aku harus kembali sekarang.” Alingga berdiri dan ingin keluar kamar. “Nggak nginep, Ling?” tanya Risa yang ikut berdiri. Mereka telah tidur-tiduran dan saling bercerita. “Ini hari pertama, segan dengan yang punya rumah. Aku akan dipikir wanita nakal jika tidak kembali ….” Alingga tahu diri, segan dengan Zoerendra. Terbayang tatapan berkuasa lelaki itu saat di meja makan. Lebih baik tidak mencari masalah demi mendapat perlindungannya dari tekanan saudara tiri. “Aku pamit, Ris. Terima kasih.” Alingga berbalik pergi setelah melemparkan ucap salamnya. Risa tidak lagi sempat melarang. Bahkan jawab salamnya pun dalam hati. Menatap punggung besti yang berlari. Alingga menerobos hujan dan angin menuju halte u

  • Suami Rahasiaku Ternyata Paman Tiriku   5. Jam Malam

    Huki datang dengan langkah cepat sebab seruan membahana si bos di teras. Merasa kepo sekaligus was was barangkali ada kesalahan kerja yang dia lakukan tanpa disadari olehnya. “Ada apa, Pak Zoe?” tanya Huki dengan perasaan tidak enak. Telah berdiri tepat di depan pria yang baru melengking memanggil namanya. Pria berambut lebat dan hitam dengan model buzz cut itu terlihat marah. Tatapannya tajam, bibir tipis yang merah pun telah segaris dan merapat tanpa senyum. Hidung mancung yang sedikit melengkung di ujung, dan justru membuat wajahnya jadi cute, kini tampak garang. “Kenapa kau diam meski sudah tahu siapa Alin? Kau tidak bisu kan, Huki?” ucap Zoe kemudian dan terdengar pedas. Tetapi Huki tidak masalah sebab sudah biasa. Hanya sangat bingung bagaimana menjawab. “Anda sudah tahu, Pak Zoe…,” respon Huki asal saja. Menatap datar atasannya dengan perasaan berkecamuk. Zoerendra terkesiap dengan jawaban Huki yang tenang. Memang benar jika Alin adalah gadis yang sudah dinikahiny

  • Suami Rahasiaku Ternyata Paman Tiriku   4. Alin Adalah

    "Hm! " Deheman Zoerendra seketika membuat Alingga terbebas dari genggaman kuat tangan Faldian yang besar. Tidak membuang waktu, geser mengulurkan tangan pada perempuan kurus di sampingnya. "Kenalkan, Alin …,” sapa Alingga mengalah. Merasa tidak merugi hanya sekedar inisiatif bersalaman. Namun, wanita muda itu terus acuh tak acuh dan tidak menyambut ulur tangannya. Asyik memotong steak jadi sangat kecil-kecil di piringnya. Alingga menarik napas, menarik tangan, dan bergedik bahu. Lebih baik abai saja akan hal begitu. Zeorendra mengangkat alis menyimak respon si gadis tamu yang tenang. “Kamu sangat tidak menyukai ayah tirimu?” tanya Zeorendra memecah bisu dengan nada menyelidik. Gadis di depannya yang terlihat cantik, tenang dan berpakaian sopan, rupanya berduri. Merasa jika ini cukup menarik. Akan sejauh apa Alingga berani menuntut ganti rugi padanya sebab kelakuan Fahri? Alingga memicingkan mata pada Zoerendra yang baru menanyakan perasaannya pada ayah tiri. Membuat Alin

  • Suami Rahasiaku Ternyata Paman Tiriku   3. Saudara Tiri Rasa Chili

    “Ibu saya sama sekali bukan pelakor.” Alingga langsung menyanggah. Ia sama sekali tidak terima dengan ucapan tersebut. “Justru lelaki yang menikahinya itu yang berengsek. Sudah membawa lari ibu saya–merayunya, bahkan menguras harta. Sungguh tidak tahu malu.”Ucapannya membuat semua orang di sana terkejut, termasuk Huki yang sebenarnya sudah lebih dulu mengenal Alingga. Namun, tetap saja pria itu tidak menyangka Alingga akan mengatakan kata-kata pedas seperti itu.Buru-buru Huki menghubungi Zoerendra. Melaporkan ketegangan di ruang makan.“Tidak ada tempatmu di sini! Jika punya harga diri, sebaiknya kau cepat pergi!” Setelah pulih dari keterkejutan, perempuan yang muda menghardik Alingga.“Saya menolak. Bukan kalian yang ingin saya temui,” balas Alingga. “Saya ingin bicara dengan pria bernama Julin itu. Mohon dipahami.”“Untuk apa mencari Julin?! Kau juga ingin merayunya?! Tidak emaknya, tidak anaknya, mengandalkan paras untuk menggaet pria kaya!” Wanita setengah baya berbicara dengan

  • Suami Rahasiaku Ternyata Paman Tiriku   2. Pria Itu....

    “Alingga?” Pria itu memanggilnya. “Benar kan kamu Alingga? Duh, tanpa make up jadi susah dikenali.”“Mas Huki?”Alingga terdengar tidak percaya. Siapa yang menyangka kalau ia akan bertemu dengan asisten pribadi yang kemarin mengurusi pernikahannya di kampung halaman.Tapi tunggu, kenapa pria itu ada di sini? Apakah Zoerendra yang dimaksud–“Tidak kusangka kamu nekat datang. Kenapa tidak menelponku? Apa kamu tiba-tiba berubah pikiran?” Huki memberondongkan pertanyaan tanpa menunggu jawaban Alingga. “Masuk dulu, Ling. Mau minum apa? Cuaca lagi panas-panasnya ini, lama nggak hujan.”Alingga menurut saat dipersilakan masuk, meski otaknya masih berputar. Mencoba mencerna situasi saat ini sementara Huki masih saja bicara.“Kamu naik apa? Baru saja sampai?” tanya Huki lagi. Ia mengeluarkan minuman dingin sejenis larutan penyegar dan menyodorkannya kepada Alingga sebelum membawanya duduk di ruang tamu. “Kalau dari Kota M ke sini kan lebih dari 12 jam kalau naik bus. Kayaknya kamu capek. Minum

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status