Memulai hubungan sebagai sepasang teman mungkin keputusan yang terbaik untuk saat ini. Sean tak menampik bila ia butuh status yang lebih dari sekedar teman karena tujuannya sejak awal adalah menjadi pendamping hidup Rhein meskipun harus berkedok sebagai suami sewaan. Namun, setidaknya dianggap sebagai teman adalah kemajuan dibanding hanya dianggap sebagai pajangan. Setiap hari, Rhein selalu membawa buket bunga baru ke apartemen. Ia membiarkan buket-buket bunga itu memenuhi ruang tamu hingga kamarnya. Tak boleh ada satu pun bunga yang dibuang, Rhein tetap menyimpannya meskipun sudah mengering. Sean bahkan tak berani menyentuh bunga-bunga itu karena Rhein melarangnya mendekat. Bagi Rhein, bunga itu adalah barang sakral yang tidak boleh disentuh siapa pun selain dirinya. Pernah suatu kali, Sean membaca kartu yang terselip di buket bunga yang dibawa Rhein dari kantor, alhasil ‘istrinya’ itu mengamuk dan mengancam akan memotong tangan Sean bila berani lancang menyentuh buket itu lagi. B
Acara launching berjalan dengan lancar hingga selesai. Rhein dan Sean pulang bersama setelah terlebih dahulu mengantar Veronica. Selama di perjalanan hingga sampai di apartemen, senyuman tak lepas dari wajah cantik wanita itu. Ia tak paham bagaimana Harvey bisa tahu jika saat ini ia tengah merayakan peluncuran produk skincare terbarunya. Satu yang pasti, Rhein tak peduli!Selama Harvey memperlakukannya bak ratu, ia tak akan ambil pusing dari mana mantan kekasihnya itu tahu apa saja yang terjadi padanya di Indonesia. Setelah mengirim pesan tadi, hati Rhein semakin berbunga-bunga dan tak sabar menunggu balasan dari Harvey. Namun, hingga malam tiba tak ada pesan yang masuk ke ponsel canggihnya. “Apa suasana hatimu sedang baik?” tebak Sean ketika mereka berdua kembali makan malam bersama. Kali ini, Sean memasak menu spesial kesukaan ‘istrinya’.Sembari menyantap seporsi mie kwetiaw buatan Sean yang sangat lezat, Rhein mengangguk. “Aku sangat bahagia karena mantanku ternyata masih sang
Rasa pening yang mengganyang kepalanya ketika sosok itu membuka mata, membuat netra wanita itu kembali terpejam dengan cepat. Kali ini, hang over yang menderanya entah mengapa terasa sangat berbeda. Denyutan demi denyutan yang masih terasa di kepala, serta rasa mual yang perlahan-lahan muncul membuatnya serta merta beranjak duduk dengan sangat terpaksa.Siapa yang menggendongnya hingga ke ranjang? Ralp, kah? Atau jangan-jangan Sean?Dengan gontai, tubuh langsing itu berdiri dan berlari menuju kamar mandi. Rasa mual itu tak bisa lagi ia tahan hingga tubuhnya membungkuk di closet dengan cepat.“Hoeek!” Rhein mengeluarkan semua isi di perutnya hingga bola matanya memerah. Hentakan dari dalam perut itu terus memaksanya mengeluarkan cairan memabukkan yang semalam ia teguk hingga teler. Setelah gejolak itu mereda, Rhein bangkit dan membersihkan bibirnya di wastafel. Seperti biasa, aroma masakan yang sangat lezat terendus oleh indranya kala Rhein memutuskan untuk kembali naik ke atas ranja
Pagi itu, keesokan harinya, Sean tak menemukan Rhein keluar kamar seperti biasa. Aroma masakan yang wangi dan menguar ke seluruh ruangan tak membuat wanita itu terpanggil seperti biasanya. Hingga Sean menyelesaikan sarapan, Rhein tak terlihat sama sekali. “Rhein, kamu tidak ngantor?” panggil Sean setelah mengetuk pintu kamar ‘istrinya’ itu.Hening. Tak ada sahutan. Jam tujuh biasanya Rhein sudah berangkat ke kantornya, akan tetapi hingga menjelang pukul delapan tidak ada tanda-tanda wanita itu bersiap untuk berangkat. “Rhein, are you ok?” Dengan perasaan yang mulai cemas, Sean kembali memanggil dan mengetuk pintu dengan tak sabar. Sean tak bisa masuk begitu saja ke dalam kamar karena baginya hal itu terlarang. Tak kehilangan akal, ia akhirnya mencoba menghubungi nomor Rhein hingga bunyi dering ponsel terdengar di dalam kamar. Sekali lagi, Sean mencoba menghubungi karena ia masih berpikir bila mungkin Rhein sedang tidur. Setelah lima kali menelepon dan tak diangkat, rasa panik pun m
Flashback On[Dean, apa meeting-mu masih lama?][Mon amour, aku akan menunggu sampai kamu datang jam berapa pun itu. Je vous aime.] [Babe, kau tak lupa bila hari ini adalah hari anniversary kita, bukan? Please, jangan membuatku menunggu lebih lama lagi. Sudah 3 jam aku menunggumu, Dean.][Angkat teleponku sebentar saja, please ...][Dean, please, cepatlah datang, restoran akan tutup 30 menit lagi.][Aku pulang. Teleponlah aku bila meeting-mu sudah selesai. Je vous aime.]Angela Fransisca Peter. Wanita yang pernah singgah di hati seorang Dean Alexander kala itu. Gadis penurut, cantik dan anggun, yang mengabdikan hidupnya untuk memuja Dean sejak mereka dijodohkan. Selama 4 tahun hubungan mereka terjalin, tak sekalipun Dean memperlakukan Angela dengan penuh kasih. Fokus Dean hanya lah bekerja di perusahaan turun temurun keluarganya yang bergerak di bidang alat-alat kesehatan. Hanya sesekali saja ia bersama Angela, itupun hanya untuk sekedar menyalurkan hasrat dan setelah itu kembali si
“Loh, Rhein? Kamu nggak kerja? Di mana Sean?” berondong Veronica kala ia melihat putrinya keluar dari kamar dan menyambut kedatangannya. Alih-alih menjawab, Rhein justru segera mengunci pintu kamarnya rapat-rapat. Sean masih menenangkan diri di dalam kamarnya.“Mami ngapain ke sini? Ngapain bawa tas segala?” Rhein balik bertanya seraya mengamati tas besar yang Veronica jinjing. “Jangan bilang Mami mau menginap?”Dengan cueknya, Vero melenggang ke ruang keluarga dan meletakkan tasnya di sana. “Betul sekali! Mami akan menginap di sini sampai besok lusa!”What? Bola mata Rhein membulat dengan dongkol. Ia sudah menduga bila suatu saat Veronica pasti akan menginap di apartemennya, akan tetapi Rhein tak mengira bila itu terjadi hari ini! Ketika ia dan Sean sedang dalam mode siaga 3. “Di mana Sean? Kenapa dia nggak keluar menyambut Mami?” dengan nyalang, Veronica mengedarkan pandangannya ke sekeliling.“Sean masih mandi, Mi.”“Mandi?!” tukas Vero membeliak. “Siang-siang begini?” sambungnya
Terjaga di samping wanita yang selama ini hanya bisa ia lihat dari ‘kejauhan’ dan tak tergapai, adalah anugerah yang Sean syukuri pagi ini. Ia sudah membuka mata sejak satu jam yang lalu, akan tetapi tubuhnya menolak untuk bangkit dan beranjak dari sisi Rhein yang masih pulas dalam buaian mimpi. Bibir mungil nan berisi itu bergerak-gerak secara lambat seperti sedang menikmati sesuatu, bila Sean boleh menebak, sepertinya Rhein bermimpi sedang makan atau mengomel?Sean tak bisa menahan senyumnya ketika tiba-tiba Rhein membuka mata, dua pasang netra itu saling tatap untuk beberapa detik lamanya. Rhein terpaku, terhenyak hingga tak sanggup berkata-kata. Sean yang sedang menelisik wajahnya pasti melihat sesuatu yang aneh di sana. Dengan ragu, Rhein mengusap sudut bibirnya, tak ada yang basah. Jemarinya berpindah ke sudut mata, barangkali ada dosa yang tertinggal di situ? Namun, matanya bersih karena Rhein tak mengenakan make up mata apapun sejak kemarin.“Selamat pagi, Rhein,” sapa Sean de
Untuk merayakan ulang tahun Veronica, Sean dan Rhein berencana memberi kejutan pada maminya di restoran skyview -yang mereka berdua datangi kemarin. Kue tart dan menu spesial sudah Sean pesan sehari sebelum kejutan itu dilaksanakan. Tiba hari spesial itu, sejak pagi Sean sudah mengirimkan kejutan pertama pada mertuanya itu berupa buket bunga 3D yang sama besar seperti yang ia berikan pada Rhein kala itu. Bunga berbentuk inisial huruf V yang cukup besar bahkan melebihi tinggi Veronica. “Happiest Birthday Mami. From your biggest fans, Sean & Rhein.” Veronica membaca secarik kertas yang terselip di antara bunga itu. Senyuman lebar sontak menghiasi wajahnya yang baru bangun tidur. Ia memeluk buket bunga inisial raksasa itu dengan erat saking bahagianya karena mendapat kejutan sepagi ini dari anak dan menantunya.“We would like to invite you to attend our intimate dinner in the Skyview Restaurant this evening. Please, prepared yourself at seven o’clock,” baca Veronica disertai jeritan t