"Hei!" Terdengar panggilan dari arah lain.
Sontak saja Cakra dan Asta langsung menoleh ke arah suara tersebut.
"Kalian orang yang ada di tempat makan tadi kan?" tanya seorang laki-laki yang kini sedang berada di halaman rumah Satria.
"Dia …," gumam Asta sambil menunjuk ke arah laki-laki tersebut.
Laki-laki itu pun mengerutkan keningnya ketika melihat ekspresi Asta tersebut. "Kenapa, apa kalian lupa padaku?" tanyanya.
"Tidak," sahut Cakra dengan cepat. "Kamu Dokter Rendra kan?"
Asta pun langsung menoleh kembali ke arah Cakra. 'Kok tidak kaget, apa dia sudah tahu sebelumnya?' batinnya.
"Benar-benar," sahut Rendra yang kemudian berjalan keluar dari halamannya dan masuk ke halaman rumah tersebut.
Setelah sampai di teras rumah tersebut, Rendra pun bersalaman dengan Asta dan Cakra dengan santai. "Kalian tinggal di sini?" tanyanya.
"Ya, kami menyewa rumah ini," jawab Cakra tak kalah ringan seperti yang dilakukan oleh laki-laki seusianya itu.
"Hem ..., pantas adikku tadi bilang kalau kami punya tetangga baru," ucap Rendra sambil menatap rumah tersebut.
"Satria?" tanya Asta dengan cepat ketika mendengar Rendra menyinggung masalah adiknya.
"Iya benar, kalian sudah berkenalan dengan dia ya?" tanya Rendra basa-basi karena harusnya dia sendiri sudah tahu jawaban dari pertanyaannya tersebut.
Lalu Asta pun menghela napas berat mendengar ucapan Rendra tersebut. 'Astaga, alur cerita bagaimana sih ini,' gerutunya di dalam hati.
"Kenapa, apa ada masalah? Atau jangan-jangan anak itu membuat masalah?" tanya Rendra yang penasaran saat melihat sahutan Asta tersebut.
Kemudian Cakra pun menyahut, "Tidak ada. Kami tadi memang sudah bertemu dengan dia dan memang ada sedikit salah paham, tapi semuanya sudah selesai."
"Oh seperti itu," ujar Rendra sambil manggut-manggut. "Tolong maafkan dia jika punya salah, dia memang terkadang kurang dewasa," imbuhnya.
"Tidak masalah," sahut Cakra dengan santai.
Mendengar sahutan Cakra tersebut, kemudian Rendra pun tersenyum lega. "Lalu kalian ini mau ke mana?" tanyanya sembari menatap pakaian Cakra dan Asta bergantian.
"Kami ingin mencari mak—" Kalimat Cakra terhenti ketika lagi-lagi sebuah panggilan masuk ke dalam ponselnya.
Asta yang melihat hal tersebut pun langsung melirik ke arah ponsel Cakra. 'Apa aku harus percaya kalau itu salah sambung, Ya Tuhan ...,' batin Asta yang diliputi rasa kecewa karena mengerti jika Cakra sedang menyembunyikan sesuatu darinya.
Dan sesaat kemudian Rendra pun beralih menatap ke arah Asta dan bertanya, "Jadi kalian mau pergi makan?" tanyanya yang menebak kelanjutan kalimat Cakra tadi.
Kemudian Asta pun langsung tersenyum tipis. "Benar. Tapi sepertinya ...." Asta melirik ke arah Cakra yang saat ini sedang berjalan menjauh mengangkat panggilan yang masuk ke dalam ponselnya tadi.
Rendra pun langsung mengerutkan keningnya ketika melihat ekspresi Asta tersebut. 'Bukannya mereka adik-kakak?' Kira-kira seperti itulah pertanyaan yang ada di pikirannya saat ini ketika melihat kekecewaan di wajah Asta.
"Kata Satria, kalian ini kakak beradik ya?" tanyanya dengan nada santai.
Asta pun langsung menoleh ketika mendengar pertanyaan tersebut. Awalnya ia terkejut mendengar pertanyaan itu, namun pada akhirnya ia pun tersenyum santai. "Benar." Sebuah jawaban yang diberikan untuk menimpali kebohongan sebelumnya.
"Apa kalian mau makan di rumahku? Kebetulan tadi aku membeli beberapa makanan karena kata Satria akan ada temannya yang datang, eh ternyata tidak jadi dan orangnya malah pergi entah ke mana," ujar Rendra dengan santai.
"Itu, nanti ...." Asta terlihat ragu ketika ingin menjawab tawaran Rendra tersebut.
Namun tiba-tiba terdengar suara gemuruh dari perut Asta yang membuat wajahnya langsung bersemu di hadapan Rendra.
"Sudahlah, ayo makan di rumahku saja," ucap Rendra dengan ringan.
Asta pun langsung menoleh ke arah Cakra yang terlihat sedang sibuk menelepon. "Biar aku bilang pada dia dulu," ujarnya.
"Baiklah aku tunggu," sahut Rendra dengan santai.
Kemudian Asta pun berjalan ke arah Cakra dan menepuk punggung laki-laki itu dari belakang. "Kak," panggilnya ringan.
"Apa?" tanya Cakra sambil menoleh ke arah Asta.
"Aku akan makan di rumah Ren—"
"Ya, terserah kamu saja," sahut Cakra yang terkesan tak perduli dengan apa yang akan di ucapkan oleh Asta.
"Baiklah ...," ucap Asta, lalu setelah itu kembali ke arah Rendra dan ikut bersamanya.
Selang beberapa menit kemudian, akhirnya panggilan di ponsel Cakra itu pun selesai setelah ia memutus panggilan tersebut.
"Dasar wanita, menyusahkan sekali," gumamnya sambil membuat ponselnya masuk ke dalam mode silent. Setelah itu ia pun langsung memasukkan ponsel tersebut kembali ke dalam kantong celananya.
Dan ketika sudah selesai dengan semua itu, kemudian ia pun sadar jika Asta dan Rendra sudah tak ada lagi di sekitarnya. "Ke mana mereka?"
Sesaat kemudian terlintas ingatannya tadi ketika Asta menepuk punggungnya tadi.
"Akh ... sial!" ujar Cakra yang kemudian dengan cepat berjalan ke rumah Rendra.
Ia pun masuk begitu saja ke dalam rumah tersebut dengan cepat. Namun ketika sampai di ruang yang lebih dalam ....
"Hahaha!" Terdengar tawa renyah Asta.
"Jangan banyak gerak," sahut Rendra.
"Iya-iya, kalau begitu kamu yang atas dan aku yang bawah," ujar Asta.
Mendengar hal tersebut Cakra pun langsung mengepalkan tangannya, lalu masuk ke dalam ruangan tempat suara Asta dan Rendra berasal.
"Apa yang kalian lakukan?" tanyanya ketika masuk ke dalam ruangan tersebut.
Sontak saja, Asta dan Rendra langsung menoleh ke arah Cakra dengan kompak.
"Apa yang ....
"Lalu apa jawaban yang tepat?" Tanya Cakra sambil menatap langsung mata Asta. Dia dengan lembut meraih belakang kepala Asta, dan kemudian membawa wajah mereka semakin mendekat satu sama lain. Hingga setelah beberapa saat akhirnya Cakra mengecup lembut bibir Asta. Ciuman itu membuat tubuh Asta benar-benar kaku.'Gila, ini bukan karena marah dan ini juga bukan sedang mimpi, dia benar-benar nyium aku,' batin Asta yang saat ini hanya mengedipkan matanya beberapa kali tanpa bereaksi apa pun terhadap ciuman Cakra.Hingga ...Tiiiit! Suara bel dari mobil lain yang ada di belakang mobil Cakra membuat Asta langsung mendorong tubuh Cakra.Ishhh! Desis Cakra karena bagian belakang kepalanya terbentur body mobil. "Maaf," ucap Aska sambil meringis melihat ekspresi wajah Cakra. "Cepet injak gasnya orangnya udah ngamuk-ngamuk," imbuh Asta sambil menatap ke arah belakang dan melihat orang yang ada di dalam mobil di belakang mereka saat ini baru saja keluar dari mobil.Cakra pun segera kembali ke
Setelah turun dari mobil Asta langsung menarik tangan laki-laki yang saat ini ada di dekatnya. Dia membawa laki-laki itu menjauh dari mobil."Kamu gila, ngapain kamu di sini?" tanya Asta sambil menatap tajam laki-laki yang ada di depannya."Sat, kamu jangan macam-macam, deh." Asta mengatakan hal itu sambil melepaskan lengan Satria. "Kamu kan tahu gimana galaknya Kak Cakra, Kamu sengaja ingin membuat aku kena marah terus."Sesaat kemudian Satria mengeluarkan ponselnya dan kemudian menyodorkan ponsel itu kepada Asta. "Apa?" Tanya Asta sambil menatap ke arah ponsel milik Satria. "Tulis nomor HP kamu," pinta Satria sambil terus menyodorkan ponselnya kepada Asta."Untuk apa?" tanya Asta sambil beralih kembali menatap mata Satria dengan dahi yang mengernyit."Tentu saja untuk menghubungi kamu, emangnya untuk apa lagi," jawab Satria sambil meraih tangan kanan Asta dan kemudian meletakkan ponselnya di atas tangan Asta. "Jika kamu tidak mau memberikan nomor ponselmu, maka aku akan berjal
"Mama mendengar kalau ada masalah dengan tempat yang dijadikan sebagai tantangan oleh Papamu," jawab Nyonya shassy dengan nada bicara yang terdengar jelas kalau dia sedang khawatir. Asta kembali menatap ke arah Raka yang saat ini sedang berbicara dengan Pak Harto. "Memang ada masalah, Ma. Tapi kakak sudah menyelesaikan semuanya," jawabnya lalu menghela napas panjang. "Apakah kamu tidak berbohong pada Mama?" Tanya Nyonya Shassy dengan cepat. Sebuah senyum kecil muncul di bibir Asta ketika mengingat kejadian di balai desa. "Iya Ma, Asta tidak bohong. Mama tenang saja semuanya di sini masih baik-baik saja," jawabnya untuk meyakinkan ibunya yang pasti selalu mengkhawatirkannya. "Lalu, apakah kamu sudah makan?" Tanya Nyonya Shassy."Sudah, pokoknya Mama tenang saja aku baik-baik saja di sini. Makanan juga ada di mana-mana jadi Mama tidak perlu khawatir. Sekarang Asta tutup dulu teleponnya karena Asta mau pergi ke toko kain, oke?" Ucap Asta dengan perlahan dan membuat kalimatnya terdeng
Asta pun langsung berbalik menatap ke arah Cakra. "Kamu yang melakukan ini?" tanyanya sambil nunjuk ke arah tanda cupang di tulang selangkanya.Cakra yang masuk ke dalam kamar itu dengan tergesa-gesa pun langsung mengganti ekspresi wajahnya. "Jangan konyol," sahutnya ringan."Apa maksudnya konyol?" Asta tak terima dengan perkataan Cakra. "Aku tahu jelas ini bekas ciuman, tidak mungkin bentuk begini karena digigit nyamuk."Cakra menghela napas panjang lalu melangkah ke arah lemari yang ada di kamar itu. "Mungkin kamu terbentur sesuatu," elaknya sambil mengambil pakaiannya dari dalam benda benda persegi panjang tersebut.Namun, di sela-sela gerakannya dia sempat melirik ke arah Asta yang saat ini sibuk dengan bekas merah di tulang selangkanya dan melupakan handuk kecil yang tak begitu bisa menutupi tubuhnya.'Jika yang di sini bukan aku, pasti laki-laki itu sudah memakan Asta sampai habis,' batin Cakra sambil mengalihkan pandangannya. Dia mencoba sebisa mungkin menahan hasrat yang tentu
Pada akhirnya, malam ini Asta terpaksa tidur di kursi ruang tamu karena dia bersikeras tak mau tidur sekamar dengan Cakra. Sedangkan kamarnya … setelah Cakra mengambil semua barang-barang Asta, akhirnya Cakra mengunci pintu kamar tersebut."Aku benar-benar tidak pernah berpikir akan ada hari seperti hari ini," gumam Asta sambil menatap ke arah langit-langit ruang tamu tersebut.'Apa yang harus aku lakukan setelah ini? Apa aku besok kembali ke Jakarta saja ya,' batin Asta dengan mata yang mulai terasa berat.Setelah itu pada akhirnya Asta pun tertidur karena saat itu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Sementara itu saat ini Cakra sedang menatap ke langit-langit kamarnya. Dia mencoba mengingat semua hal yang dia lakukan hari ini."Asta," desahnya yang tak bisa merasa tenang jika sudah menyangkut wanita yang sudah menjadi bagian hidupnya sejak dia kecil itu.'Apa yang harus aku lakukan? Apa lebih baik aku mengatakan yang sebenarnya tentang syarat dari Papa,' batin C
"Aku bilang … aku lupa mematikan kompor!" teriak Asta tiba-tiba sambil menendang perut Cakra, hingga membuat Cakra mundur beberapa langkah.Dan tanpa berpikir panjang, Asta pun berlari keluar dari kamar tersebut dan kemudian masuk ke dalam kamarnya sendiri.Sedangkan Cakra saat ini sedang mengelus perutnya. "Dia benar-benar menendangku," gumamnya.Setelah itu Cakra pun keluar dari kamarnya dan pergi ke dapur untuk mengecek apakah benar kompor di dapur benar-benar masih menyala. Akan tetapi, benar saja yang dia temukan adalah kompor yang mati. Bahkan tidak ada apa pun di atas kompor tersebut."Asta!" panggil Cakra yang tidak melihat istrinya di sana. Sementara itu, saat ini Asta tengah duduk di ranjang kamarnya. Dia membuka sedikit celananya dan memastikan semuanya."Gila, aku benar-benar lepas," gumamnya sambil menutup kembali celananya.Setelah itu Asta menatap ke arah langit-langit kamarnya. Dia menyentuh bibirnya dengan perlahan. "Dia benar-benar menciumiku, kasar lagi," uca