Share

Syarat Untuk Suami

"Tapi aku akan berusaha keras untuk melakukannya Pa," sahut Cakra dengan tegas dan tatapan penuh keyakinan yang kini diarahkan pada ayah angkatnya itu.

Sesaat kemudian Asta pun menyahut, "Syarat apa?"   

Ia mengarahkan pandangannya pada Cakra dan ayahnya bergantian karena benar-benar penasaran dengan syarat yang selama ini tak pernah didengarnya itu.

Namun kedua orang tersebut hanya diam saja, tak ada yang menyahut kalimat gadis tersebut.

Karena tak mendapat jawaban, Asta pun langsung menoleh ke arah wanita paruh baya yang duduk di sampingnya. "Ma, syarat apa?" tanyanya.

Nyonya Shassy pun langsung menghela napas berat saat mendengar pertanyaan putri kesayangannya itu. "Itu … ad—"

"Biar dia sendiri yang memberitahunya," sela Tuan Keenan sembari menatap ke arah Cakra yang masih tetap di posisinya tadi.

Mendengar hal itu, Asta pun kembali menatap ke arah Cakra dengan tanda tanya besar yang tercetak jelas di wajahnya.

Cakra pun menghela napas panjang sebelum mengatakan apa yang ditanyakan oleh Asta.  

"Aku memberi syarat, jika orang yang menjadi suami kamu harus punya bisnis atau usaha yang dirintis dari bawah bukan dari tengah," ucapnya dengan tenang.

'Jadi sebab itu Kak Cakra mengizinkanku menikah dengan dia,' batin Asta sembari termenung menatap kakak angkatnya itu. 'Ishh … kenapa aku malah memikirkan itu, dasar dodol! Yang harus aku pikirkan sekarang, bagaimana nasibku setelah ini,' gerutunya lagi di dalam hati.

"Lalu, apa kamu sudah berpikir dengan jelas tentang semua itu?" tanya Tuan Keenan dengan tatapan tajam mengarah pada anak angkatnya itu. "Kamu akan kehilangan semuanya jika tetap pada keputusanmu," imbuhnya mencoba menekan Cakra, mencari tahu seberapa tekad Cakra ingin menikahi Asta, adik angkatnya.

Namun Cakra tak gentar, ia langsung menyahut, "Ini semua salahku karena membiarkan laki-laki itu berhasil menipu Asta dan keluarga ini. Maka dari itu aku akan bertanggung jawab untuk semua hal, aku tidak akan membiarkan keluarga ini dipermalukan untuk kedua kalinya."

Mendengar hal tersebut, tiba-tiba ada rasa aneh menyergap dada Asta. Sebuah rasa sakit yang mirip seperti sebuah panah menancap tepat di dadanya itu membuat Asta langsung menggigit bibirnya.  

'Apa aku benar-benar akan mempermalukan mereka jika tidak menikah hari ini?' tanyanya di dalam hati.

Sesaat kemudian Tuan Keenan pun langsung menatap ke arah istrinya dan memberi tanda seperti yang dilakukannya tadi.

Nyonya Shassy yang mengerti arti tanda tersebut pun langsung memegang pundak anak gadisnya. "Asta, ini semua menyangkut pernikahan kamu, maka dari itu Mama dan Papa menyerahkan semua keputusan di tangan kamu," ucapnya tegas.

Asta pun langsung terdiam ketika mendengar ucapan wanita yang melahirkannya ke dunia itu. Namun dari ekspresi wajahnya, terlihat jelas kalau dia sedang berpikir keras saat ini.

"Jangan takut, Mama dan Papa akan selalu ada untuk kamu apa pun keputusan kamu," imbuh Nyonya Shassy sambil memberikan senyuman hangat pada anak gadisnya tersebut.

Sesaat kemudian Asta pun melirik ke arah Cakra yang saat ini ternyata juga sedang melirik ke arah dirinya.  

'Jadi benar, jika aku tidak menerima pernikahan ini maka Mama dan Papa akan menanggung malu,' batinnya merasa miris pada dirinya sendiri.

'Astaga … sepertinya aku memang sudah banyak menyusahkan mereka selama ini, kali ini aku berjanji tidak akan membuat mereka malu lagi.  Lagi pula bukannya Kak Cakra tidak menyukaiku, jadi jika sewaktu-waktu aku minta pisah pasti tidak akan ada masalah,' batinnya menimbang-nimbang semuanya.

Kemudian Asta pun bangun dari duduknya saat ini. "Baiklah aku mau," jawabnya serius.

"Mau?" tanya Nyonya Shassy sambil mengernyitkan dahinya pada putri semata wayangnya itu.

"Iya, aku akan menikah dengan Kakak." Sebuah kalimat ringan keluar dari bibir mungil asta.

"Kamu yakin?" 

Asta kemudian tersenyum hangat ke arah Nyonya Shassy. "Iya Ma, aku yakin kok," jawabnya dengan tenang.

Sedangkan Cakra yang sedari tadi penasaran pun, akhirnya menghela napas lega.  

Entah apa yang membuatnya merasa lega, apakah karena Asta menerima pernikahan tersebut atau lebih karena akhirnya dia bisa menyelamatkan keluarga itu dari rasa malu. Tapi yang jelas helaan napas tersebut langsung membuat Tuan Keenan melirik ke arahnya, hingga membuatnya terpaksa berpura-pura tidak menyadari lirikan ayah angkatnya tersebut.

        Setelah selesai beruding, Tuan Keenan pun menyuruh anak buahnya untuk memberitahukan hal itu pada MC dan juga beberapa orang yang bersangkutan dalam acara pernikahan tersebut.  

Hingga setelah semuanya siap, mereka berempat pun kembali ke dalam ruangan tempat di mana para tamu sedang menunggu mereka.

Dan tentu saja masuknya keempat orang tersebut secara bersamaan, dengan Tuan Keenan yang memegang tangan Asta dan Cakra yang menggandeng tangan Nyonya Shassy langsung membuat mata semua tamu undangan terbelalak.

Kemudian ….

"Baiklah, mari kita sambut kedua mempelai kita yang berbahagia, Nona Astara Zeiva Brahmanto  dan Tuan Narendra Cakra Abirama!" ucap MC dengan bersemangat, kemudian diikuti dengan alunan musik pernikahan yang mengalun merdu mengiringi langkah keempat orang tersebut.

Selanjutnya, prosesi pernikahan dan semua acara pun berjalan dengan lancar walaupun diwarnai dengan bisik-bisik yang tak mengenakkan dari para tamu undangan yang ada di sana.

\*\*

         Beberapa jam berlalu, kini acara tersebut sudah resmi selesai. Para tamu undangan pun sudah meninggalkan aula kediaman keluarga Tuan Keenan tersebut.

"Kak, jika Mama tahu masalah ini pasti jantungnya akan kumat," ucap Dira yang saat ini masih ada di aula tersebut bersama dengan Tuan Keenan dan juga Tristan, suaminya.

Tristan pun menimpali, "Maaf Kak, tapi kenapa Anda tidak membicarakan masalah ini terlebih dahulu? Saya khawatir hal ini akan menjadi masalah besar nantinya."

Sesaat kemudian Tuan Keenan pun menepuk-nepuk pundak Tristan dengan santai.  

"Kamu tidak akan mengerti jika tidak mengalaminya sendiri. Ini semua adalah keputusan dua anak itu." Tuan Keenan menghela napas panjang, lalu menatap ke arah Dira. "Lagi pula bukankah mama sangat menyukai Cakra? Bahkan dia juga berkata ingin mencarikan jodoh yang seperti Cakra untuk Asta."

"Tapi bukan Cakra juga Kak …," sahut Dira sambil menggelengkan kepalanya perlahan mendengar kalimat santai kakak laki-lakinya itu. "Tapi nanti ka—" Kalimat Dira terhenti seketika saat Tristan memberi kode pada dirinya agar diam.

"Baiklah Kak, kalau begitu kami akan berusaha membantu masalah ini," ucap Tristan dengan sopan, karena bagaimanapun juga dia tetap menganggap Tuan Keenan sebagai orang yang dikaguminya sampai saat ini, sama seperti dulu sebelum dirinya menikahi Dira.

"Terima kasih, kamu memang yang paling mengerti," sahut Tuan Keenan sembari menepuk-nepuk pundak adik iparnya itu dengan santai.

Kemudian Dira pun langsung menyipitkan matanya ke arah Tuan Keenan dan suaminya bergantian. "Dasar kalian berdua itu memang …." Ia tak melanjutkan kalimatnya dan kemudian pergi begitu saja.

"Dir!" panggil Tristan namun tak digubris sedikit pun oleh Dira yang kini berjalan makin menjauh.

"Sudah biarkan saja, sikap kekanak-kanakannya tidak berubah padahal sudah punya anak dua. Kamu jangan terlalu memanjakan dia," ucap Tuan Keenan sambil menatap adiknya yang kini berjalan melewati pintu aula, meninggalkan ruangan tersebut.

Sedangkan Tristan yang kini sedang berdiri bersama Tuan Keenan pun menyahut, "Iya Kak, saya mengerti."

Lalu Tuan Keenan pun mengangguk pelan saat mendengar sahutan tersebut. "Bagus," ujarnya.  

Dia memang selalu merasa jika Tristan terlalu memanjakan adiknya dan berulang kali memperingatkan Tristan tentang hal itu. Namun, dia tak sadar jika dirinya sendiri juga melakukan hal yang sama terhadap Nyonya Shassy.

\*

Di dalam kamar Asta.

         Saat ini Nyonya Shassy sedang membantu Asta melepaskan aksesoris dan gaun pernikahannya.

"Sayang, Mama tahu kamu sedang sedih. Jika kamu ingin menangis, menangis saja jangan ditahan," ucap Nyonya Shassy yang membayangkan bagaimana perasaan sakit hati putri satu-satunya itu saat ini.  

Baru beberapa saat yang lalu dia dikhianati calon suaminya, dan kini terpaksa harus menikah dengan kakaknya sendiri. Sebuah pengalaman yang sangat tidak diinginkan oleh seorang wanita mana pun di dunia ini, menurutnya.

Dan sesaat kemudian Asta pun berbalik, menatap ke arah Mamanya. "Kenapa aku harus menangis?" tanyanya dengan nada santai.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status