Share

Tidak Adil

"Loh, Na, kamu kenapa?" Hanan langsung berdiri mencegat Nabila, saat melihat kakak iparnya itu kembali ke rumah sembari menangis.

Hati Nabila teramat hancur, sehingga ia tidak bisa lagi menahan cairan hangat yang berdesakan untuk keluar dari pelupuk matanya. Ia merasa tertipu, dibohongi, bahkan kemungkinan besar dikhianati. Hatinya remuk redam saat ini.

"Aku mau masuk," ucap Nabila dengan suara tercekat. Hanan bahkan nyaris tidak bisa mendengarnya.

Hanan menyingkir, membiarkan Nabila memasuki rumah. Lelaki itu mengikuti langkah kakak iparnya, meninggalkan secangkir teh yang sebelumnya sedang ia nikmati di teras rumah. Hanan mengamati Nabila dari belakang.

Nabila mematung di depan pintu kamarnya yang masih terbuka. Dadanya bergemuruh melihat Arka yang masih bergelung di bawah selimut.

"Suami kejam!" geram Nabila dengan suara tertahan karena tenggorokannya serasa tercekat.

Karena Nabila mematung cukup lama, Hanan kemudian mengambil kantong belanjaan yang bahkan masih dipegang Nabila, di tangan kanan dan kirinya. Setelahnya, Hanan keluar sembari membawa secangkir teh hangat yang memang sengaja tadi ia buat untuk Nabila.

Diambilnya jemari Nabila, kemudian Hanan taruh cangkir teh itu pada telapak tangan yang sejak tadi mengepal dengan kuat. "Duduk dulu," titah Hanan dengan lembut sembari mengusap bahu Nabila.

Nabila menoleh ke arah Hanan, kemudian wajahnya langsung dibanjiri air mata. Ia tidak kuasa lagi menahan rasa perih yang menggerogoti jantungnya.

Hanan memapah Nabila untuk duduk di sofa, mengambil cangkir teh yang barusan ia berikan, lalu meletakkannya di atas meja.

Sementara Nabila menangis tersedu-sedu dengan kedua telapak tangan menutupi wajahnya. Dadanya teramat sakit. Sakit yang bahkan tidak bisa ia gambarkan.

Karena tidak tega, Hanan akhirnya merengkuh kakak iparnya itu ke dalam pelukannya. Membiarkan kakak iparnya itu menangis meluapkan segala kesakitan yang sedang mendera.

"Nangis aja, sampai kamu lega," titah Hanan sembari mengelus lembut punggung Nabila.

Nabila yang memang sedang butuh tempat untuk meluapkan perasannya pun menurut saja. Ia tumpahkan tangisnya dalam pelukan adik iparnya itu cukup lama.

Lima tahun ia hidup dalam kekurangan, berusaha mati-matian mengatur uang seratus ribu untuk satu minggu. Bahkan tak jarang ia memilih berpuasa agar bisa lebih berhemat lagi. Namun, ternyata di luar sana Arka bersenang-senang bersama perempuan lain.

"Aku yang menemani dia dari nol. Dari dia enggak punya apa-apa. Tapi kenapa dia setega ini sama aku? Saat sekarang dia sudah sukses, sudah punya uang, justru bersenang-senang dengan perempuan lain ...." Nabila menjerit dalam hati. Bayangan perjalanan hidupnya bersama Arka seperti sebuah video yang berputar di kepalanya.

Tangis Nabila pun semakin pecah. Ia merasa begitu nelangsa. Sekuat hati ia berusaha menerima apapun pemberian Arka, mensyukuri berapapun yang ia terima dengan harapan bisa cukup dan berkah untuk hidupnya. Namun, ternyata itu hanya siasat Arka untuk mencuranginya. Laki-laki itu tidak ingin membagi kebahagiaannya dengan dirinya, istrinya. Istri yang selalu setia kala Arka tidak punya apa-apa.

Setelah Nabila tenang, Arka memberikan teh yang masih hangat itu pada Nabila. "Minum dulu biar kamu tenang."

Nabila menerima cangkir teh itu dan meneguknya hingga tandas. Setelahnya ia menaruh cangkir yang telah kosong itu di meja.

Sorot mata Nabila menatap lurus ke arah Arka yang masih tenggelam dalam mimpinya. Dari posisinya duduk saat ini memang bisa dengan jelas melihat Arka yang masih meringkuk di atas kasur.

Nabila benar-benar tidak menyangka lelaki yang ia nikahi, lelaki yang ia pikir seorang suami yang hemat dan pekerja keras, fokus dengan kesejahteraan masa depan mereka, ternyata tak lebih dari seorang suami yang kikir lagi bakhil.

Nabila tertawa miris. "Bodohnya aku!"

Hanan mengusap bahu Nabila, kemudian berkata dengan lembut. "Ada apa? Cerita aja biar kamu lega!"

Nabila kemudian menoleh dan menatap wajah Hanan. "Aku bodoh, ya? Sebodoh ini ternyata aku."

"Enggak, Na. Kamu cuma terlampau baik, pikiran dan hati kamu terlalu bersih, jadi kamu enggak pernah punya pikiran buruk sama orang lain," jawab Hanan.

"Aku harus gimana, Han, sekarang?" Buliran bening kembali berjatuhan dari pelupuk mata Nabila.

"Emangnya ada apa?"

Nabila tidak langsung menjawab. Ia bingung harus bercerita dari mana.

"Kok, malah bengong?"

Nabila menghela napas panjang. Dadanya masih sangat nyeri. "Kamu tahu, Han? Lima tahun aku berumah tangga dengan Mas Arka, seperti apa kehidupan yang aku jalani?"

Nabila memejamkan matanya. Rasanya teramat perih saat mengingat itu.

"Aku harus hidup seadanya, Han. Satu minggu jatahku seratus ribu. Aku enggak pernah masalahin itu. Sebisa mungkin aku cukup-cukupin, walaupun kadang aku harus puasa karena udah enggak punya apa-apa." Tenggorokan Nabila tercekat, sampai suaranya nyaris hilang. Kembali wanita berdaster lusuh itu meraup udara banyak-banyak agar dada dan tenggorokannya kembali longgar.

"Aku enggak masalahin itu, Han. Aku tahu, dulu penghasilan Mas Arka berapa, sementara dia masih harus kuliah biar karirnya bisa naik. Aku dukung itu! Aku enggak masalah makan sehari sekali, asal dia bisa sukses. Toh, nanti aku juga yang ngerasain enaknya."

Pipi Nabila kembali basah, kata-kata ibu-ibu komplek tadi, membuat dadanya teramat sakit. Hanan kemudian memberikan beberapa lembar tisu pada kakak iparnya itu.

"Kami bahkan harus menunda untuk punya bayi, Han. Kamu tahu, kayak apa beratnya itu buat aku? Aku harus menghadapi pertanyaan-pertanyaan orang, kenapa masih belum hamil juga. Tanpa aku bisa kasih tahu alasannya pada mereka. Enggak mungkin aku bilang ke mereka kalau kami sengaja menunda, karena kondisi ekonomi kami belum stabil. Enggak mungkin aku bilang gitu, Han."

Hanan mengusap-usap bahu Nabila. Ia paham seperti apa beratnya beban Nabila. Apalagi saat ia tahu seperti apa kehidupannya yang sebenarnya. Bagaimana Arka memperlakukan Nabila. Rasanya Hanan ingin memisahkan kedua manusia itu dari ikatan pernikahan.

"Mas Arka selalu bilang, kalau dia ingin punya anak nanti, menunggu kondisi keuangan kami membaik, agar anak kami enggak perlu ngerasain hidup susah seperti yang kami jalani. Mas Arka selalu minta aku buat hemat, makan seadanya, agar kami bisa menabung. Dia juga bilang, kalau setiap hari dia rela makan di kantin kantor yang harganya murah."

Nabila kembali mengelap pipinya yang basah. "Di tengah keterbatasan ekonomi, Mas Arka bahkan masih memikirkan orang tua kami, Han. Setiap bulan, dia menyisihkan uang untuk orang tuaku dan orang tuanya. Aku pikir dia sangat luar biasa. Ternyata ...." Nabila berhenti bicara. Dadanya seperti terhimpit, sampai ia kesulitan bernapas.

"Ternyata?" tanya Hanan yang penasaran dengan kelanjutan cerita Nabila.

Nabila tersenyum miris. "Ternyata ... hanya aku yang hidup kekurangan. Mas Arka bohong saat bilang setiap hari rela makan di kantin kantor yang harganya murah. Karena ternyata Mas Arka sangat sering makan di rumah makan mewah bersama perempuan lain."

Buliran bening kembali membasahi pipi Nabila. "Aku yang menemani dia berjuang dari nol, tapi saat dia punya segalanya ...."

Hanan yang sangat tidak tega melihat Nabila, langsung merengkuh kakak iparnya itu dalam pelukannya kembali. "It's okay, Na. Mungkin ini cara Tuhan biar kamu bisa bangkit. Biar kamu enggak terus tergantung pada Mas Arka. Aku tahu, Na ... kadang, hidup memang seenggak adil itu. Siapa yang berjuang, malah orang lain yang menikmati. Aku pernah ada di posisi kamu, Na. Walaupun kasus kita berbeda. Tapi, aku tahu rasanya."

Hanan melerai pelukan mereka. "Kamu harus kuat! Aku tahu kualitas kamu seperti apa. Ayo, keluar dari sangkar. Kamu harus kembali mengepakkan sayap. Buat Mas Arka menyesal udah nyia-nyiain perempuan sebaik dan sehebat kamu. Kamu harus bangkit, Na! Harus! Aku akan selalu ada buat kamu."

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Siti Wibowo
ga asyik,ujung2nya vayar
goodnovel comment avatar
Hafifa
mahal amat harga koinnya…mendingan beli buku novel berbentuk fisik.
goodnovel comment avatar
Arif Setiawan
kenapa butuh koin untuk buka bab selanjutnya ? sedangkan 14 koin hanya untuk 1 bab yg itupun hanya pendek?
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status