"Sayang, masak apa? Hemm ... baunya harum, aku jadi lapar lagi." Riko mendekat dan langsung mencium pipi istrinya.
"Nanti gendut lhoo kalau makan terus. Ini buat makan siang, Mas. Aku masakin tumis kangkung dan ayam kecap kesukaanmu, sebagai tanda terima kasih karena kemarin kamu sudah merawatku," ucap Naila pada Riko yang tersenyum padanya. Naila bersyukur keadaan suaminya setelah bicara dengan kakaknya terlihat baik-baik saja.
"Aku jadi makin sayang kalau gini. Sini, aku bantuin cuci piring, biar kamu nggak kecapekan." Riko pun dengan cekatan memberesk
Rony mendekati Riko yang masih bingung dengan semua yang baru saja terjadi. Bahkan sekarang kakaknya memeluk erat dirinya. Tak lama dia pun mendengar suara isak tangis yang tertahan. Terasa bahu laki-laki yang memeluknya terguncang. Rony menangis? Rony minta maaf? Rony bilang terima kasih? Apa yang sebenarnya terjadi?Naila terdiam, bergeming di tempatnya. Dia sendiri masih belum mengerti apa yang sebenarnya terjadi pada kakak ipar dan istrinya. Sementara Vella hanya tersenyum sinis sambil memandang Naila. Vella sangat yakin semua ini hanya rekayasa suaminya, salah satu bagian dari sebuah rencana."Riko, maafkan aku. Terima kasih sudah menolongku. Aku akan pergi ke rumah yang kamu tawarkan sakarang. Semakin cepat mungkin semakin baik bagi kita semua." Rony berbicara dengan Riko yang masih memandangnya tak percaya."Kak, aku tidak mengusirmu. Tinggallah di sini beberapa hari, aku akan mengantar kalian hari minggu pagi," ucap Riko yan
"Enak sekali masakanmu, Naila. Sudah lama aku tak pernah makan masakan rumahan seperti ini. Boleh tambah?" tanya Rony pada Naila.Tak dipungkiri, Rony mulai mengagumi istri adiknya. Meskipun wajahnya biasa saja, tapi sikapnya sopan, rajin ibadah, masakannya enak pula. Tak salah jika adiknya terlihat sangat bahagia.Sementara istrinya hanya bisa mempercantik dirinya sendiri tanpa pernah melayaninya. Jangankan memasak, teh hangat saja tak pernah sekali pun Vella membuatkan untuknya. Rasa cintanya yang terlalu dalam ternyata membuatnya tak berdaya. Menuruti apa kemauannya, membiarkan cinta tulusnya menjadi cinta buta."Silakan, Kak. Alhamdulillah kalau Kak Rony suka," jawab Naila dengan ramah."Pantas saja masakannya enak, dia kan bekas pelayan restoran," ujar Vella dengan nada yang merendahkan, tak menghiraukan perasaan lawan bicaranya.Vella tak suka mendengar Rony memuji Naila. Rony diam, tak lagi meneruskan bicaranya. Riko memandang Vella de
Vella berdiri dan meluapkan emosinya pada Rony. Kekesalan hatinya dilampiaskan pada suaminya. Dia sudah tak tahan lagi menahan rasa benci dan marah. Rony terdiam, dirinya bingung harus berkata apa. Bahkan untuk menjelaskan, dia tak lagi punya kata-kata. "Kamu tak bisa menjawab pertanyaanku 'kan? Kenapa? Apa kamu sudah mulai jatuh cinta juga pada wanita jelek itu? Adik dan kakak sama saja! Kalau kamu seperti ini, aku tak ingin lagi hidup bersamamu. Ceraikan saja aku! Aku sudah muak hidup denganmu!" bentak Vella. Dia pun pergi ke kamar meninggalkan Rony yang masih diam. Rony duduk termenung sendirian. Bahkan dia tak berniat menyusul istri cantiknya yang sedang merajuk di kamar. Entah kenapa, yang dirasakan saat ini hatinya mulai lelah. Bagaimanapun dia juga manusia biasa, ingin memiliki rumah tangga yang normal dan bahagia. Hal yang tadinya sama sekali tak pernah ada dalam angan-angan, sekarang ini sangat diharapkan. Sesuatu yang sama sekali tak ada dalam b
Naila memandang suaminya yang mulai berjalan mendekat ke arahnya. Wajah Riko kali ini terlihat serius dan sedikit menakutkan baginya. Naila melangkah mundur, membuat jarak dengan Riko yang sudah berdiri tepat di hadapannya. Hati Naila berdebar dan perasaan takut mulai menguasai dirinya."Kenapa, Sayang. Apa kamu takut padaku?" Riko semakin maju mendekati istrinya yang mulai ketakutan."Mas, ka-kamu mau apa? Wa-wajahmu tak seperti biasanya. Ka-kamu membuatku takut, Mas. To-tolong menjauhlah," pinta Naila dengan suara yang gemetar dan sangat gugup karena takut.Riko semakin mendekat dan mengikis jarak di antara mereka. Naila tak bisa mundur lagi dan dia hanya memejamkan mata tak mau memandang suaminya. Namun, tangan Riko mendekap erat tubuhnya dan menciumi seluruh wajahnya. Akhirnya Naila hanya bisa menahan tawa."Kamu jahat! Aku sudah takut banget tahu nggak? Lihat saja badanku sampai gemetaran," ucap Naila dan langsung memasang wajah cemberut.
Seorang wanita cantik dan anggun berdiri di hadapannya. Naila diam memperhatikan. Namun, pandangannya tertuju pada seorang anak laki-laki yang digandeng wanita yang bernama Cintya. Wajahnya sangat tampan dan yang membuat Naila tercengang, wajah anak itu mirip sekali dengan ... suaminya."Apa kabar, Riko?" tanya Cintya."Alhamdulillah, baik. Maaf, ini siapa?" Riko memperhatikan anak kecil itu, dia pun terkejut melihat wajahnya yang sangat mirip dengannya."Hemm ... dia putraku. Sudah lama sekali kita tak bertemu. Aku ingin sekali bicara denganmu, Riko. Kapan kamu ada waktu?" Cintya tak ingin pertemuannya dengan Riko sia-sia. Ada sesuatu yang sangat ingin disampaikannya."Nanti sore atau besok pagi, insyaa Allah aku di rumah. Oh, ya, perkenalkan ini istriku," jawab Riko sambil memperkenalkan Naila pada Cintya."Naila ...." ucap Naila memperkenalkan dirinya."Cintya ...." balas Cintya dengan senyum ramah."Baiklah, nanti sore
"Dan kedatanganku ke sini, yang pertama aku minta maaf karena sudah menjadi orang ketiga dalam rumah tangga orang tua kalian. Dan yang kedua, maafkan aku sekali lagi. Tapi kali ini aku terpaksa melakukannya. Riko, aku ingin menitipkan Bara padamu."Cintya menundukkan kepalanya tanpa berani memandang orang-orang di hadapannya. Dia sadar, ucapannya akan membuat masalah. Riko adalah teman akrab kakaknya yang sudah meninggal dunia lima tahun yang lalu. Atas bantuan Riko, dia juga bisa bekerja di perusahaan papanya.Namun, bukannya berterima kasih, dirinya malah menjadi duri dalam rumah tangga orang tuanya. Bahkan mungkin saat ini sudah menjadi duri dalam rumah tangga Riko sendiri karena sudah menitipkan Bara padanya."Kejutan apa lagi yang kamu berikan pada kami? Setelah memperkenalkan Bara sebagai adikku, lalu sekarang tiba-tiba kamu ingin menitipkannya padaku?" Riko berdiri, berbicara pada Cintya dengan emosi, merasa wanita di depannya bertindak seenak
Setelah mengambil barang-barang milik Bara dan meletakkan di kamar tamu, Cintya langsung berpamitan. Bahkan Cintya tak menunggu Bara dan Rony pulang. Riko dan Naila terpaksa mengiakan saja, apalagi alasan Cintya agar Bara tak menangis saat melihat dirinya pergi meninggalkannya.Rony dan Bara akhirnya pulang dengan membawa satu kantong plastik putih berisi es krim dan cemilan. Bara duduk lalu menikmati es krimnya dengan ceria. Bahkan dia sama sekali tak menanyakan keberadaan mamanya. Riko, Rony, dan juga Naila heran, anak sekecil itu bersikap biasa saja tanpa takut dengan orang-orang yang tak dikenalnya."Sepertinya Bara sudah terbiasa tanpa mamanya. Lihatlah, dia makan dengan tenang tanpa peduli di mana dan dengan siapa." Naila berkata sambil terus memandang Bara dengan rasa iba."Iya, perkiraanku juga seperti itu. Sewaktu berangkat, dia memang hanya diam. Tapi waktu pulang, dia terus bertanya ini itu dan terlihat sangat senang," sahut Rony.
Hati Naila sebenarnya merasa was-was, apa yang akan mereka lakukan padanya. Namun, Naila tak boleh memperlihatkan kalau dirinya ketakutan. Kali ini dia harus berani melawan meskipun sendirian.Mereka mencengkeram tubuh mungil Naila dan memaksanya berdiri. Naila pun terpaksa mengikuti kemauan mereka. Namun, di saat Clara ingin menarik jilbab yang dipakai Naila, suara Bara membuyarkan aksinya."Jangan sakiti Kak Naila!" teriak Bara membela Naila.Para wanita cantik itu pun mengalihkan pandangan secara bersamaan ke arah Bara. Di saat mereka lengah, Naila melepaskan diri dari cengkeraman mereka.Bruukk!Clara dan Vella terjatuh, terdorong tubuh Naila. Bara pun melempari mereka dengan mainannya. Vella dan teman-temannya berteriak histeris karena sebagian mainannya mengenai wajah mereka. Melihat semua itu, Bara semakin semangat melancarkan aksinya sambil tertawa."Sudah, Bara. Jangan diteruskan lagi, kasihan wajah mereka terluka. Sudah, ya,"