Share

Tamu tak ada akhlak

"Riko ada? Kamu ini siapa? Pembantu baru, ya?"

Di hadapannya, berdiri seorang wanita cantik, bertubuh tinggi dan seksi. Kulit putih mulus dan terlihat sangat terawat. Memakai dress warna ungu muda selutut, kaca mata hitam, dan sepatu high heels yang menambah kesan elegan. Sedan mewah berwarna merah menyala terparkir di depan rumahnya.

"Hemm ... maaf, Mbak. Saya Naila, istrinya Mas Riko." Naila mencoba ramah pada tamunya yang menatapnya dengan pandangan yang merendahkan.

"Ternyata benar Riko sudah menikah. Berita yang sedang viral itu bukan hanya gosip. Dan sekarang aku benar-benar membuktikan kebenarannya."

Wanita itu berkata sambil berjalan masuk ke dalam rumah. Naila terpaku melihat tingkahnya. Bahkan sebagai nyonya rumah, dia sama sekali belum mempersilakan. Namun, wanita itu dengan seenaknya langsung mendahuluinya duduk di sofa ruang tamunya. Naila pun berdiri di dekat pintu, menunggu seberapa jauh kelakuan tamu tak ada akhlak di depannya.

Kepala yang masih pening dan tubuh yang lemah, membuat Naila hanya diam memperhatikan. Dengan perlahan, Naila mengutak atik ponsel yang masih ada dalam genggaman. Berusaha melakukan video call pada suaminya tanpa suara.

Berjalan melambat menuju meja yang ada di sudut ruangan. Meletakkan ponselnya dengan posisi yang diperkirakan tepat menghadap tamunya. Beruntung Riko langsung menerimanya. Sebelum Riko mengucap salam, dia terdiam mendengar suara seorang wanita selain istrinya.

Wanita yang duduk dengan angkuh sedang sibuk mengambil ponsel dari tas mewahnya. Dia pun tak menyadari apa yang dilakukan Naila. Melepas kaca mata hitam, membuat wajah cantiknya terlihat sempurna di mata Naila.

"Tahu nggak siapa aku? Jangan bangga dulu walaupun kamu sudah menjadi istrinya Riko. Dalam hitungan detik, aku bisa membuat Riko menceraikanmu. Benar kata mereka, kamu sangat tak pantas mendampingi Riko. Suami tampan, istrinya tak rupawan. Menyesal aku menjauhinya, kalau yang didapatnya wanita seperti kamu."

Naila hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah wanita cantik di depannya. Nggak ada hujan, nggak ada angin, mendadak banyak yang ikut campur dalam rumah tangganya. Seolah pernikahan bisa diputus seenaknya. Naila hanya memandang tanpa berniat berdebat dengan wanita yang dia sendiri tak tahu siapa namanya.

"Kamu tahu, aku dulu adalah salah satu kekasih Riko. Aku memang salah telah meninggalkannya demi karirku. Tapi aku berjanji padanya akan kembali jika aku siap menikah. Dan sekarang aku sudah siap, aku akan mengambil Riko darimu. Aku yakin semua ini akan mudah. Tak akan butuh waktu lama untuk menyingkirkan wanita sepertimu."

Salah satu kekasih Riko? Berapa kira-kira mantan kekasih suaminya? Naila akui jika dirinya tak tahu sama sekali tentang masa lalu Riko dan Naila pun tak berniat mempertanyakannya. Naila tersenyum, melangkahkan kakinya ke arah sofa. Dia tak ingin terpengaruh dengan ucapan wanita yang mengaku mantan kekasih suaminya. Naila pun duduk dengan tenang walaupun tubuhnya mulai gemetar karena demam dan rasa pusing di kepalanya.

"Lalu sekarang Mbak maunya bagaimana?" tanya Naila berusaha sopan.

"Mbak ... mbak ... dasar kampungan. Namaku Clara, nggak usah pakai mbak. Meskipun aku tahu usiamu pasti jauh di bawahku, tapi panggil saja namaku."

Naila menghela napas panjang mendengar ucapan wanita yang bernama Clara. Nama cantik, wajah menawan, namun tak punya etika. Teringat ucapan Riko waktu itu, 'Aku butuh seseorang yang baik untuk melahirkan anak-anakku. Bukan wanita yang tak punya adab yang hanya bisa berdandan, shopping dan memamerkan wajah dan tubuhnya dengan baju seksi dan tas mewah'. Mungkin yang dimaksud suaminya salah satunya adalah Clara.

"Iya, sekarang aku ulangi, kamu maunya apa dan bagaimana, Clara?" tanya Naila yang masih mencoba untuk bersabar.

"Aku akan menunggu sampai Riko pulang," ucap Clara dengan santainya.

"Maaf nggak bisa, aku harus tidur siang." Naila tak membiarkan Clara bertindak sesuka hatinya.

"Tidur aja kalau mau tidur, pokoknya aku akan tetap di sini sampai Riko pulang."

Naila  mulai merasa sesak di dadanya, menahan emosi di tengah tubuhnya yang semakin lemah.

"Kamu ini cantik tapi kok nggak ada sopan-sopannya. Ini rumah suamiku, dan kewajibanku untuk menjaganya jika dia tak ada di rumah. Tak boleh ada orang lain yang masuk tanpa seiijinnya meskipun itu kekasih lamanya."

Naila berusaha berbicara dengan tegas meskipun tubuhnya semakin gemetaran. Bukan karena takut, namun karena tubuh yang sangat ingin diistirahatkan.

"Heii ... aku bukan orang lain. Aku dulu juga bebas keluar masuk di rumah ini." Clara tak terima ucapan Naila yang terus berusaha mengusirnya.

"Tapi itu kan dulu, saat aku belum menikah dengannya. Sekarang sudah beda dong, aku adalah Nyonya di rumah ini. Meskipun kamu tak menerimanya, itu urusanmu. Ingat! Aku adalah Nyonya ... N-Y-O-N-Y-A. Dan kamu tak berhak memaksa di sini jika aku tak mengijinkan."

Naila bukan wanita yang penakut. Meskipun dia berasal dari desa, tapi Naila bukan wanita yang lemah. Dia akan berusaha melawan jika ada orang yang akan menindasnya, apalagi dia sama sekali tak bersalah. Orangtuanya mendidiknya menjadi gadis yang berani walaupun dari luar Naila terlihat lemah lembut. Wajahnya yang lugu membuat orang menilai dirinya gadis desa yang tak berdaya.

Namun, untuk saat ini Naila merasa terancam. Naila merasa ini terakhir kalinya dia bisa berbicara keras pada wanita di depannya. Tubuhnya semakin tak bisa diajak kompromi. Bahkan kepalanya semakin terasa pusing dan mulai berputar.

Clara tak menyangka, wanita yang dianggap kampungan dan terlihat lemah berani melawannya. Walapun dirinya tak takut, namun yang dikatakan Naila memang benar adanya. Sekarang dia bukan siapa-siapanya Riko, mantan kekasihnya.

Clara berdiri mendekati Naila yang masih duduk memandangnya. Dan Clara yakin saat ini Naila sedang tak enak badan, terlihat dari wajahnya yang semakin pucat. Senyum menyeringai membuat Clara berpikiran licik. Dia tak perlu bersusah payah menyakiti Naila secara fisik.

"Aku tahu kamu sedang sakit, makanya kamu ingin tidur siang, bukan? Aku akan membuatmu pingsan dan akan aku buang tubuhmu ke jalanan. Tak akan ada orang yang tahu dan suamimu akan kembali menjadi milikku."

Naila hanya diam tak lagi melawan. Bahkan untuk bersuara, rasanya dirinya sudah tak kuat. Dan wanita di hadapannya tahu sekarang dia sedang sakit. Naila pun hanya pasrah dengan tubuhnya yang tiba-tiba semakin lemah.

'Ya Allah, tolong hamba-Mu ini, lindungilah aku dari wanita ini. Aku tak kuat lagi, Ya Allah. Tubuhku sangat lemah dan gemetar dan kepalaku terasa berputar. Tolonglah aku, Ya Allah.' Naila terus berdo'a dalam hatinya berharap segera ada yang menolongnya entah siapa. Kompleks perumahan di sekitarnya sangat sepi di siang hari seperti ini.

"Lihatlah wajahmu yang semakin pucat. Aku akan menunggumu sampai kamu sekarat. Hahaha ... ternyata aku datang ke sini di saat yang sangat tepat."

Clara mencengkeram pundak Naila dan memaksanya berdiri. Naila yang sudah sangat lemah, kali ini tak bisa melawannya lagi. Kepala Naila semakin berputar dan Clara mendorong tubuhnya dengan kasar.

Bruukk!

Naila ambruk. Dia pun pingsan karena sakit yang tertahan.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Ar_key
astaga Mak lampir ngamuk
goodnovel comment avatar
Ema Ryosa
Riko, cepetan pulang, ada dark devil nyerang Naila
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status