Share

Bab 4

 "Ngapain Kak Pinto pake topi sama kaca mata item?" tanya Monik Okky penasaran.

     "Biar orang-orang jadi nggak mengenal muka saya. Soalnya saya lagi malas meladeni mereka," kata Pinto ringan. Dia menukas, "Saya nggak mau privasi saya direcoki mereka."

     Monik Okky memaklumi penyamaran Pinto. Bahwasanya, penyamaran merupakan hak mutlak Pinto.

     "Akting aku bagus atau jelek?" Monik Okky menagih kesediaan Pinto.

     Tepuk tangan Pinto mengoceh. "Luar biasa bagus," sanjungnya. Dia memberondong alasan, "Ekspresi marah kamu natural. Teriakan kamu bernyawa. Pelototan kamu ganas. Gerak badan kamu lentur. Cara kamu naik motor balap sebelas dua belas dengan pembalap beneran." Ia mengimbuhkan, "Saking bagusnya akting kamu, saya jadi lupa dengan karakter asli kamu."

     Dada Monik Okky mundur dan menurun. "Ah, Kak Pinto bisa aja. Lebay. Aktingku nggak keren, kok," sanggahnya tersipu-sipu. Menurutnya, hasil pekerjaannya terkapar di bawah standar.

     Sanggahan Monik Okky ditepis oleh Pinto. Sanjungannya bukan pemanis penilaian. Seratus persen bebas bumbu basa-basi.

     Daripada timbul perdebatan konyol, Monik Okky mengalah. Dia mengakui kejujuran sanjungan Pinto.

     Setelah pengakuan Monik Okky terujar, keduanya diam bergeming. Antara rikuh dan bingung harus berbuat apa. Pinto hanya sanggup memandangi jalan layang yang berjarak puluhan meter dari tempatnya. Sedangkan Monik Okky cuma mampu menatapi rerumputan di sana-sini. Hingga akhirnya Monik Okky memecah kebekuan dengan pernyataan yang menyentak sukma.

     "Aku sayang kamu, Kak."

     Sekonyong-konyong Pinto berpaling ke Monik Okky. Kali ini, pandangannya mendalam. Lurus menghunus permukaan wajah Monik Okky.

     Pandangan Pinto menganiaya emosi Monik Okky. Monik Okky menjadi salah tingkah.

     Pinto meraba ketidaknyamanan Monik Okky. Ia menyetop tindakannya. Pandangannya beranjak ke bentangan aspal.

     "Maafin aku, kalo omongan aku salah. Mudah-mudahan, Kakak--"

     "Kamu nggak perlu minta maaf," tepis Pinto. "Justru saya yang perlu minta maaf."

     Monik Okky sulit mengerti. "Maksudnya?"

     Kegalauan menggoyang keyakinan Pinto. Hendak melayangkan beberapa kalimat, tetapi dirundung oleh kecemasan. Cemas kalau-kalau maknanya merunyamkan keadaan impian Monik Okky. Karena sungguh, dia mengharamkan kekecewaan Monik Okky.

     Pinto sadar, pilihannya bersifat tunggal. Amat riskan. Dan dia mengambilnya.

     "Saya minta maaf, Mon. Saya belum siap."

     "Belum siap apa?"

     "Belum siap menjalin hubungan percintaan dengan kamu."

      Seutuhnya Monik Okky paham. Baru saja ia menelan pil pahit. Penolakan Pinto mengubur angannya.

     Apa yang dikhawatirkan Pinto terjadi. Dia melihat awan kelabu dalam bentuk butiran air mata Monik Okky. Bergulir turun. Membasahi celana kulit Monik Okky.

     Naluri kelaki-lakian Pinto berbicara. Ia menodongkan sebungkus tisu kepada Monik Okky.

     Monik Okky meraih benda pemberian Pinto itu. Digunakannya satu lembar untuk penghapusan cairan kesedihannya. Agar kesenduannya tidak diketahui oleh para pengunjung Taman Mini Indonesia Indah.

     "Saya bakal menjalin hubungan percintaan dengan kamu sewaktu saya udah siap. Sekarang, saya belum siap," Pinto meneruskan perkataannya.

     "Kapan Kak Pinto siap?" suara parau Monik Okky mendesis.

     Seluruh persendian tubuh Pinto mengalami kekakuan. Pertanyaan Monik Okky seolah-olah menyihirnya menjadi patung.

     Pinto lantas termenung. Di alam pikirannya, ia terbentur oleh kebuntuan. Pinto gagal menemukan balasan yang cocok. Dia mengutuk kekurangannya. Alangkah payah dirinya dalam pencarian lisan yang menenteramkan Monik Okky.

     Sampai waktu berjalan sejauh sepuluh menit, Pinto tetap bungkam. Dampaknya, kegundahan merasuki Monik Okky. Terpaksa Monik Okky menyapu bersih kerisauannya.

     "Aku butuh jawaban Kak Pinto," tekan Monik Okky lirih.

     Pinto membetulkan letak maskernya. "Saya belum tahu kapan saya siap. Saya nggak bisa memastikan."

     Tangis Monik Okky terdengar. Isaknya menyentuh hati.

     "Sebenernya ... Kak Pinto sayang aku ... atau nggak?" tanya Monik Okky bergetar. "Langsung dijawab, ya ... Please." pintanya dengan sangat.

     Belum sempat mulut Pinto membuka, seorang sineas menghampiri mereka berdua. Dia menyuruh Monik Okky. Monik Okky mesti kembali ke lokasi semula, tenda rekan-rekannya.

     Atas nama profesionalitas, Monik Okky menaati perintah yang terarah kepadanya. Membiarkan jawaban Pinto yang masih berupa misteri.

     "Aku tinggal dulu, Kak. Mau syuting lagi," ucap Monik Okky buru-buru. Ia menstarter motor balap yang dikendarainya tadi. Saat menungganginya, Monik Okky berikrar pada diri sendiri. Dia akan menggulung duka lara. Juga akan berikhtiar mati-matian dalam pengejaran kasih Pinto.

     Saat menungganginya, Monik Okky berikrar pada diri sendiri. Dia akan menggulung duka lara. Juga akan berikhtiar mati-matian dalam pengejaran kasih Pinto.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status