Home / Urban / Suami Terhebat / Bab 5. Harap Harap Cemas

Share

Bab 5. Harap Harap Cemas

last update Last Updated: 2025-07-27 07:30:17

“Oke. Aku beri kamu kesempatan. Tetapi, kalau nanti jerawat di wajahku malah bertambah parah gara-gara perbuatanmu, aku akan minta tambahan uang ganti rugi 200 juta untuk biaya aku berobat ke luar negeri. Aku tak peduli uang itu kamu dapat dari mana,” ucap Wandha. Matanya menatap Denzel tajam.

“Oke. Tak masalah,” balas Denzel cepat, menawarkan jabatan tangan kepada Wandha.

Sempat terlihat ragu sejenak, Wandha akhirnya menyambut tawaran Denzel.

“Habislah kamu kali ini... dasar lelaki bodoh...!” ucap Stefano tiba-tiba pada Denzel.

“Diam kamu, Stefano! Kamu enggak ada sangkut pautnya dalam urusan keluargaku!” balas Denzel menanggapi umpatan rivalnya, seketika membuat lelaki itu merengut kesal.

Vionka yang merasa shock dengan keputusan yang diambil Denzel, hanya bisa terduduk lemas, tidak tahu harus berbuat apa. 

Sedangkan Hannah dan Stefano terlihat sangat bahagia dengan keputusan Denzel ini. Keduanya saling berpandangan sambil tersenyum lalu bersamaan memandang sinis ke arah Denzel.

Wandha bersama Denzel  kini menuju ke ruang kesehatan yang berada di kantor MCA Cosmetics, dipandu oleh salah staf atas izin Vionka. Vionka dan keluarganya pun ikut mengantar mereka. 

“Berbaringlah. Biarkan wajahmu rileks. Jangan ada otot-otot wajahmu yang tegang. Ini langkah awal penyembuhan wajahmu,” ucap Denzel layaknya seorang dokter.

Denzel kemudian duduk di atas kursi untuk menulis sebuah resep obat yang dibutuhkannya di secarik kertas. Setelah selesai, dia mendekati Vionka yang sedang duduk di ruang tunggu.

“Sayang, kamu jangan sedih begitu dong...” ucap Denzel melihat istrinya tampak murung. 

Vionka hanya merespons ucapan suaminya dengan anggukan kecil. 

“Sekarang aku butuh bantuanmu untuk mendapatkan bahan-bahan yang akan aku gunakan untuk membuat ramuan obat ini. Bisa tolong belikan di apotek?” pinta Denzel sambil menyerahkan kertas berisi resep obat di tangannya itu pada Vionka.

Vionka mengamati item-item yang Denzel tulis di kertas itu. Hanya ada 4 bahan yang dibutuhkan Denzel untuk menyembuhkan jerawat pada wajah Wandha: alkohol, bedak bayi, lotion kulit, dan sejenis pil antibiotik yang sudah familier di pasaran--biasa digunakan sebagai pengering luka. 

“Hanya ini?” tanya Vionka sambil mengerutkan kening.

“Iya, hanya itu yang aku butuhkan untuk membuat obat racikan penyembuh jerawat klienmu. Tolong segera belikan, ya, supaya masalah ini cepat beres,” jawab Denzel dengan yakin. 

Vionka justru terlihat semakin murung. 

“Mungkin Vionka berpikir obat yang aku butuhkan kurang meyakinkan,” batin Denzel sejurus setelah Vionka akhirnya pergi ke apotek ditemani Vania. 

Sekilas Denzel melihat, Hannah dan Stefano sedang membicarakan sesuatu dengan serius di sudut ruangan.

Denzel kembali masuk ke ruang kesehatan. Tampak Wandha sudah berbaring di atas ranjang pasien dengan tubuh dibalut pakaian serbaputih dan plastik penutup kepala berwarna senada. 

“Aku akan membersihkan wajahmu dulu dengan air hangat,” ucap Denzel. 

Denzel mendekati Wanda, lalu berdiri tepat di bagian kepala gadis berkulit sawo matang itu. Tanpa sungkan ia mulai membersihkan wajah Wandha dengan kapas dan air hangat yang ditaruhnya pada mangkuk stenlis berukuran sedang, di atas meja di samping tempat tidur.

“Apa background pendidikanmu?” tanya Wandha ketika Denzel sedang mengoles setiap bagian wajahnya dengan kapas yang direndam dahulu dalam air hangat.

“Aku hanya lulusan sekolah menengah. Itu pun di sekolah SLB...” jawab Denzel jujur.

“Lho, memangnya kamu kenapa? Aku lihat kamu sehat-sehat saja. Tidak ada yang salah dengan kamu. Meskipun ya… kamu kelihatan kayak orang biasa saja sih. Nggak istimewa.”

“Aku pernah bisu selama 10 tahun. Baru saja hari ini aku bisa bicara,” jawab Denzel sambil tersenyum.

“Kok aneh? Aku baru dengar ada orang bisu temporary,” tegas Wandha kembali merasa heran.

“Aku tidak bohong. Memang kenyataannya seperti itu. Di dunia ini apa pun bisa terjadi,” tegas Denzel, coba meyakinkan Wandha.

“Sudah ya, aku tinggal lagi sebentar. Aku akan mempersiapkan racikan obat yang akan aku gunakan untuk mengobati wajahmu,” ucap Denzel yang telah selesai membersihkan wajah Wandha. 

Wandha sendiri terlihat berbaring dengan nyaman.

Hanya dalam waktu beberapa menit, Vionka sudah datang membawa obat-obat yang dipesan Denzel. Dia langsung memberikannya pada suaminya itu. 

Vania memandang Denzel sebelah mata. Menurutnya Denzel akan gagal menyembuhkan wajah Wandha hanya dengan obat-obatan ala kadarnya seperti itu.

“Siap-siap saja, Vio. Sebentar lagi kamu akan melihat suamimu masuk penjara,” sindir Hannah pada Vionka saat Denzel berada di depannya. 

Denzel mengamati wajah istrinya yang semakin dikuasai kemurungan. 

“Sabar, Vio..., sebentar lagi keresahanmumu akan berakhir,” batin Denzel sambil mengerjapkan matanya pada Vionka untuk memberinya ketenangan.

Di dalam ruang kesehatan, Denzel mulai meracik semua bahan dan obat yang diperlukannya, menjadi adonan seperti tepung untuk membuat roti.

“Apa yang akan kamu lakukan dengan krim itu?” tanya Wandha melihat Denzel mendekatinya.

“Aku akan mengoleskan krim mujarab hasil racikanku ini ke wajahmu,” jawab Denzel sambil tersenyum  penuh semangat.

“Perih, tidak? Awas ya kalau sampai wajahku terbakar!” ancam Wandha ketus.

“Tenang saja, Nona. Krim ini sama sekali tidak akan terasa perih di wajahmu. Malah sebaliknya, akan terasa sejuk karena mengandung alkohol dan bedak bayi. Santai saja. Tidak akan terjadi apa-apa...” papar Denzel.

Dengan perlahan dan hati-hati, Denzel mulai mengoleskan krim berwarna putih buatannya itu ke wajah Wandha. Dia yakin dia akan berhasil.

“Tunggu lima belas menit, ya. Tunggu sampai krimnya mengering,” ucap Denzel setelah selesai melakukan tugasnya.

“Kok wajahku mendadak terasa gatal sih? Kenapa ini?” protes Wandha.

“Tenang saja. Itu hanya reaksi obat saat terkena bagian wajahmu yang luka. Tidak apa-apa. Tahan saja sebentar. Jangan digaruk tapi,” ucap Denzel santai. Tak sedikit pun dia terlihat cemas akan gagal.

Lalu Denzel keluar ruangan untuk menemui istrinya. Tampak ibu mertuanya masih berbicara dengan Stefano, sedangkan Vania sendiri memilih menyendiri sambil bermain ponsel di tangannya. Beberapa staf MCA Cosmetic juga ikut menunggu dengan wajah tampak harap-harap cemas.

“Bagaimana hasilnya, Denzel? Apa wanita itu sudah berhasil kamu obati?” tanya Hannah saat menghampiri menantunya yang baru keluar dari ruang kesehatan ini.

“Belum, Ma. Masih menunggu krimnya mengering. Setelah lima belas menit baru ketahuan hasilnya,” jelas Denzel, lagi-lagi dengan santai dan tanpa ada sedikit pun rasa cemas yang tergambar di wajahnya. Berbeda dengan istrinya. Perempuan itu terlihat sangat tegang.

“Kenapa tanganmu dingin sekali, Sayang?” tanya Denzel saat menggenggam telapak tangan istrinya.

“Mengapa kamu masih saja menanyakannya sih? Kamu pikir aku tidak mengkhawatirkan apa yang akan terjadi padamu setelah ini?” tegas Vionka sambil menatap lekat ke wajah suaminya yang kini duduk di sampingnya.

Senyum Denzel merekah sambil membalas tatapan Vionka.

“Aku pernah belajar pengobatan kulit dari kakek yang pernah mengasuhku. Kamu tidak perlu khawatir. Tidak akan terjadi apa-apa kok dengan klienmu,” ucap Denzel sambil tersenyum. 

“Ya sudah. Semoga saja hasilnya baik,” balas Vionka akhirnya, pasrah.

Senyum Denzel semakin mengembang. Dia tahu hasilnya sudah pasti baik. Kulit wajah klien istrinya itu akan kembali kinclong, bahkan lebih kinclong dari sebelumnya.

Dia merasa sudah di ambang kemenangan.

Tetapi tiba-tiba, perasaan berada di atas anginnya ini terusik oleh pertanyaan istrinya yang tiba-tiba.

“Sekarang coba kamu ceritakan kejadian yang membuatmu hari ini tiba-tiba bisa bicara? Aku masih sulit percaya soal yang satu ini. Apa kamu mengkonsumsi sejenis obat yang tidak aku tahu?”

Terkejut, Denzel begitu kikuk, tak tahu harus memulai dari mana.

“Sebentar ya, Sayang... aku harus kembali ke dalam, melihat keadaan klienmu. Sepertinya sudah lima belas menit aku meninggalkannya...” ujar Denzel akhirnya, mencoba menghindar.

Dia tahu Vionka masih ingin mengejarnya dengan pertanyaan itu, dan dia pun bergegas masuk ke dalam ruang kesehatan.

“Sudah lima belas menit ya sepertinya,” ucap Denzel saat mendekati Wandha yang masih terbaring di tempatnya.

“Iya. Terus bagaimana? Apa yang harus aku lakukan sekarang?” tanya Wandha terdengar tak sabaran.

“Sekarang silakan untuk cuci muka. Setelah itu barulah akan ketahuan hasil pengobatannya,” jawab Denzel dengan tenang.

Denzel pun mengajak Wandha menuju ke kamar mandi yang berada di sudut ruangan, lalu membiarkan wanita bertubuh mungil itu masuk ke dalamnya dan menutup pintu rapat-rapat.

Sejurus kemudian, setelah Wandha masuk ke dalam kamar mandi, ruang tunggu mendadak menjadi hening. Setiap orang yang berada di sana mulai terlarut dalam pikirannya masing-masing, menunggu dan bertanya-tanya, apakah wajah Wandha akan kembali pulih atau justru bertambah parah.

Dan sesuatu mengejutkan mereka.

“Ya ampuuun....!” 

Teriakan Wandha di kamar mandi terdengar seperti petir di siang bolong...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suami Terhebat   Bab 42. Lelah yang Terbayar

    “Ada apa ini ribut-ribut?” tanya gubernur Aryha mengejutkan semua orang yang berada di dalam ruangan pasien itu. Terlebih dokter yang bernama Vincent itu, seketika ia terpegun melihat orang nomor satu di ibu kota berada di dalam ruangan itu. “Dokter ini tiba-tiba datang meremehkan pengobatan tradisional, katanya pengobatan sampah,” jelas Denzel sambil memandang sinis ke arah lelaki bertubuh jangkung itu. “Berani benar kamu bicara seperti itu, Dok! Tidak malu kamu dengan seragam yang kamu kenakan?” tegas gubernur memarahi. “I-iya, Pak Gubernur... saya... mengaku salah...,” ucap Dokter Vincent dengan terpaksa sambil tertunduk menatap lantai. Gubernur akhirnya memberi perintah agar Denzel yang merawat anak kecil itu hingga sembuh di kliniknya. Dokter Vincent tampak kecewa, lalu pergi meninggalkan ruang pasien. Tapi, ia memastikan akan membuat perhitungan pada Denzel dia karena sudah mempermalukannya di depan seorang gubernur. Tidak lama kemudian terdengar kembali sirine ambulans

  • Suami Terhebat   Bab 41. Pertengkaran di Ruang Pasien

    “Ayo rebahkan anakmu di situ!” perintah Denzel sambil menunjuk ke arah tempat tidur pasien. “Tolong yang lain semua keluar dari ruangan ini!” tambahnya mengusir semua orang tidak terkecuali Vionka. Kini di dalam ruangan itu tinggal Denzel, pasien, dan ayah dari anak itu. Denzel segera memeriksa pasiennya yang masih kejang-kejang, dengan mengecek bagian mulut dan lidahnya yang tampak membiru. Lalu, ia menyuruh lelaki itu membantunya mendudukan anaknya. Denzel memijit bagian punggung anak kecil itu sambil sesekali ditepuknya. “Uwekss...!” tiba-tiba anak kecil itu mengeluarkan muntah disertai buih berwarna kekuningan dari mulutnya. Sang ayah dengan sigap mengambil tisu lalu menyeka mulut anaknya itu. “Keracunan!” ucap Denzel menyimpulkan hasil pemeriksaannya. “Ya ampun, Nak...” gumam lelaki itu cemas sambil mengelus lengan putranya. “Kamu kasih makan apa sih anakmu ini?” tanya Denzel dengan nada marah pada lelaki di depannya. “Sepertinya tadi dia makan sisa lauk dan sayur sem

  • Suami Terhebat   Bab 40. Bertindak Nekat

    “Kenapa tidak boleh masuk ke ruang ini, Denzel?” tanya Nugraha yang sudah memegang gagang pintu.“E-ehh... sebenarnya ruangan ini...” ucap Denzel terbata merasa sukar untuk menjelaskan.“Ini ruangan steril, Pa, memang tidak boleh sembarang orang masuk, hanya untuk pasien yang memerlukan penanganan khusus saja. Betul begitu kan, Denzel?” Jelas Vionka memotong ucapan Denzel yang tampak susah untuk menjelaskan.“I-iya betul... ini memang kawasan pribadi yang tidak boleh dimasuki,” jawab Denzel untuk meyakinkan alasannya.Semua orang langsung percaya ucapan Denzel dan Vionka, mereka pun mengurungkan niat untuk masuk ke dalam ruang pasien di bagian belakang itu, lalu mereka kembali ke bagian depan klinik untuk melanjutkan duduk-duduk dan ngobrol santai sambil menunggu tamu undangan lain yang tak kunjung datang.“Mengapa tadi kamu ragu begitu pas menjelaskan ke Papa?” tanya Vionka dengan menatap penuh kecurigaan pada Denzel sejurus semua orang pergi.“Oh..., aku hanya bingung saja harus men

  • Suami Terhebat   Bab 39. Pasien Pertama

    Mengingat tadi saat mereka bertemu Tasya, ia sudah menunjukan kebaikannya pada Denzel, Vionka pun mengizinkan suaminya untuk bertemu Hilmawan. Denzel dan istrinya pun kembali ke toko perhiasan sambil bertanya-tanya dalam hati, apakah tujuan pengusaha kaya itu mengajaknya bertemu? Saat bertemu Hilmawan, barulah Denzel tahu bahwa Tasya sudah bercerita pada ayahnya mengenai keahlian Denzel saat di tempat judi batu di Paradise Club, hingga membuat pengusaha itu tertarik untuk mengajaknya bekerjasama. “Sebenarnya bisnis perhiasan sekarang sedang menurun, jadi aku memerlukan bantuan kamu untuk bekerjasama meningkatkan minat pelanggan toko perhiasan kami. Salah satunya dengan mengikuti sebuah pameran perhiasan terbesar yang tidak lama lagi akan diadakan. Di dalam pameran itu juga akan ada penilaian perhiasan terbaik oleh penyelenggara. Jika toko kita menang, maka aku berani membayarmu setengah M, atau bahkan lebih jika penjualan pada pameran itu bisa meraih keuntungan yang besar,” ungkap

  • Suami Terhebat   Bab 38. Ingkar Janji

    “Jaga ucapanmu, Sil! Rupanya sifat burukmu yang selalu merendahkan orang lain belum berubah juga ya?” ucap Vionka sambil menunjuk ke arah Sisilia.“Nggak apa-apa aku jahat, yang penting sekarang aku banyak uang, sedangkan akan melarat seumur hidup menikah dengan lelaki miskin seperti Denzel!” balas Sisilia.“Siapa bilang aku hidupku susah? Jangan sok tahu kamu!”“Tidak perlu ditanya, dari pakaian kalian saja aku sudah bisa tahu standar hidup kalian, terutama pakaian Denzel yang seperti pengemis. Jadi, tidak perlu berlaga kaya, mana mungkin kamu bisa membeli perhiasan yang ada di sini. Atau kalian salah masuk ya, tidak tahu kalau perhiasan di sini semuanya mahal?”Denzel segera menenangkan Vionka agar tidak melayani ucapan Sisilia, “Tidak ada gunanya, hanya buang-buang energi saja,” beritahu Denzel sambil mengajak istrinya menjauh dari wanita itu.Denzel lantas langsung memberitahu petugas toko agar mengeluarkan giok patung dewa dari dalam etalase karena ia ingin membelinya. Sisilia

  • Suami Terhebat   Bab 37. Mengenang Zaman Sekolah

    Hannah memberitahu Vionka perihal klinik pemberian gubernur yang akan dikelola oleh Denzel. Ia juga mengemukakan rencana Denzel untuk mendirikan sebuah toko kecantikan persis di seberang klinik tersebut supaya mereka bisa selalu berdekatan, pergi dan pulang bekerja bersama-sama. Tetapi Vionka tidak terlalu tertarik dengan rencana suaminya itu. Ia masih berharap bisa bekerja di MAC Cosmetics. Selain itu, ia curiga kalau di balik rencana suaminya itu ada niat untuk mengawasinya terus menerus. “Serius yang kamu katakan pada Mama tadi itu?” tanya Vionka saat ia dan Denzel sudah berada di kamar.Denzel tersenyum.“Jadi, benar, ya?”“Iya, Sayang... kalau tempat kerjamu dekat, sewaktu-waktu kalau kamu membutuhkan bantuan aku bisa langsung menyeberang saja. Demikian juga sebaliknya kalau kamu misalnya kangen ingin bertemu aku, sewaktu-waktu kamu bisa datang ke klinik aku,” ungkap Denzel sambil merangkul istrinya yang duduk bersamanya di tepi ranjang.Vionka menepis rangkulan Denzel dengan h

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status