Rintik mendongak untuk melihat siapa yaang memberikannya sapu tangan. Ternyata yang memberinya sapu tangan adalah Langit, teman sekantornya. Tanpa sadar, tangannya menerima sapu tangan pemberian Langit. Kemudian ia gunakan untuk menyeka air matanya.
"Terima kasih," ucap Rintik. Dalam hatinya, ia sebenarnya merasa malu, karena Langit melihatnya menangis.Sedangkan Langit memutar tubuhnya membelakangi Rintik. Dia juga tidak bertanya tentang alasan mengapa istri dari sahabatnya itu menangis setelah betemu dengan ibu mertuanya.***
Rintik duduk sendirian di kamar kostnya. Dia menatap kosong pintu kamar yang hanya berukuran tiga kali tiga centi meter yang sekarang ia tempati. Memorinya memutar kembli kejadian tiga hari lalu. Hari dimana dirinya masih merasakan kebahgian ketika masih bersama dengan Reka suaminya. Dan bisa dibilang kalau hari itu adalah hari terakhirnya bersama dengan suaminya.
Kala itu, Rintik tengah memikirkan ucapan yang dilontarkan oleh ibu mertuanya. Ketika mereka berdua berkunjung kerumah orang tua Reka."Kamu sedang memikirkan apa?" tanya Reka pada sang istri yang tengah duduk di dekat jendela seraya memandang hujan. Rintik menoleh ke arah suaminya. yang ternyata sudah berada di belakangnya seraya melingkarkan tangannya di perut Rintik. Kemudian mengecup pucuk rambut Rintik dengan mesra. "Tidak. Aku sedang tidak memikirkan apapun," kilah Rintik. "Aku tahu apa yang sedang kamu pikirkan meski kamu tidak memberitahuku," ucap Reka seraya memutar tubuh sang istri agar menghadapnya. Kedua tangan Reka di letakkan di bahu Rintik. Reka menatap lekat manik coklat milik sang istri. "Kamu pasti sedang memikirkan ucapan Mami tadi sore, iya kan?" tebak Reka. Rintik memalingkan wajahnya. Merasa malu karena ternyata suaminya paham apa yang menjadi beban pikiran rintik. Yang diucapkan oleh Reka adalah benar. Dia sedang memikirkan perkataan ibu mertuanya yang menuntut untuk segera memberikan cucu dalam waktu dekat. Sebuah permintaan yang menurut Rintik sangat sulit. Bukan berarti Rintik tidak dapat mengabulkan permintaan dari Ibu mertuanya. Tapi, karena Rintik tidak dapat memastikan jika dirinya akan hamil dalam waktu dekat. Selama satu tahun pernikahan nya, Rintik dan Reka sudah berusaha semampu mereka. Tapi yang bisa mereka lakukan adalah berusaha. Reka menarik Rintik dalam pelukannya. Dia mengusap lembut rambut Rintik juga mengecup kembali rambut yang berwarna hitam pekat dan juga tebal milik sang istri. "Kamu tidak usah menganggap serius perkataan Mami. Kamu tahu sendiri, Mami memang orangnya seperti itu. Aku juga sudah bicara pada Mami, kalau kita sudah berusaha. Aku yakin, Mami pasti mengerti. Kita serahkan saja semuanya pada Tuhan, ya?" kata reka menenangkan istrinya. Rintik mengangguk dalam dekapan Reka. Meski begitu, Rintik tetap merasa gelisah dengan ucapan ibu mertuanya. Yang sangat Rintik tahu, jika ibu mertuanya sangat tidak menyukainya. Karena Rintik berasal dari keluarga biasa saja. Bukan seorang putri dari keluarga terpandang. Rintik juga ingat, bagaimana perjuangannya untuk dapat menikah dengan Reka. Sikap Margaret yang secara terang-terangan tidak menyukai Rintik, hampir membuat Rintik mundur. Tapi Reka berhasil meyakinkan Rintik bahwa dirinya akan bersikap baik pada Rintik. Dia juga berjanji akan membuat ibunya merestui hubungan mereka berdua. Mendengar ucapan Reka yang meyakinkan, Rintik melanjutkan tekadnya untuk mendapat restu dari Margaret. Tapi, sampai tahun ketiga mereka menjalin kasih, Margaret belum juga merestui hubungan mereka. Sikapnya masih seperti sejak mereka pertama bertemu. Dn semua itu berlanjut hingga mereka berdua membina rumah tangga. Bahkan ibu mertuanya terkadang ikut mencampuri urusan rumah tangga mereka bahkan hal terkecil sekalipun. Reka adalah tipikal anak yang berbakti pada orang tuanya. Dia akan menyetujui apapun yang ibunya katakan. Dan masalah yang sedang dihadapi rintik saat ini adalah perihal momongan. Ibu mertuanya bahkan tidak segan mengatakan kalau Rintik mandul karena sudah satu tahun menikah tapi belum juga hamil. Dia juga kerap membandingkan Rintik dengan anak tetangga atau temannya. "Mami, kami sudah cek ke dokter kandungan. Dan kami berdua subur. Jadi Mami sabar saja. Mungkin Tuhan belum percayakan seorang anak pada kami," ucap Reka membela istrinya ketika ibunya membahas pasal momongan. "Kalau kalian subur, kenapa sampai sekarang istrimu belum juga hamil? Sampai kapan Mami harus bersabar? Kamu tahu kan Reka, kalau kamu anak Mami satu-satunya. Kalau bukan meminta padamu, Mami harus minta kepada siapa?" ucap Margaret seraya menatap sinis pada Rintik. Rintik hanya bisa meremas ujung blouse yang ia kenakan. Menahan rasa perih di hatinya. "Lihat tuh, anaknya Tante Yeni. Baru dua tahun menikah, dia sudah mau punya dua orang anak. Sedangkan kamu, tidak jelas kapan istimu akan hamil." Margaret kembali menatap sinis pada menantunya.Megingat semua kata-kata yang pernah diucapkan oleh ibu mertuanya, membuat hati Rintik semakin terasa sakit. Semua penghinaannya pun masih terekam jelas dalam ingatannya.
Terlebih ketika pertama kali Keluarga Reka berkunjung ke rumah keluarga Rintik. Ucapan ibu mertuanya sangat tajam hingga membuat Aisyah, bibi Rintik menahan malu dihadapan tamu undangan yang hadir.
Ibu mertuanya menganggap kalau putranya yang membayar semua keperluan acara untuk lamaran di rumah Rintik. Meskipun hanya sederhana terdapat dekorasi dengan hiasan bunga di ruang tamu. "Apa anak saya yang membayar semua ini?" ucapnya kala itu.
Pertanyaannya kala itu membuat hati Rintik sedikit terluka. Bagaimana bisa Calon ibu mertuanya berpikiran seperti itu? Sedangkan Dia bekerja di perusahaan yang bagus dengan jabatan yang bagus pula. Kenapa dia tidak bisa membayar harga dekorasi yang sangat sederhana itu?
"Rintik yang urus, Mih. Dia juga yang bayar semuanya. Mami jangan berkata seperti itu," bisik Reka pada ibunya.
Kedatangan rombongan Reka saja sudah menjadi bahan gunjingan para tetangga Rintik. Karena mereka bersikap sombong dan angkuh.
Acara lamaran Reka dan Rintik berjalan lancar. Meski ada hati yang tidak rela, tapi semua mengalir seperti apa adanya. "Tuhan, salah apa diriku? Kenapa engkau berikan aku menantu seperti ini?" batin Margaret ketika meihat Reka menyematkan cincin di jari manis Rintik.
***
"Ayo Reka kita pulang. Mami sudah tidak tahan berada disini. Mami takut terjangkit virus jika lama-lama berada disini," ucap Ibu dari Reka. Yang sudah pasti karena ucapannya, dirinya menjadi pusat perhatian dari tamu yang hadir.
Bisikan-bisikan terus terdengar dari mulut para tetangga yanng hadir. Membat keluarga Rintik merasa tidak enak hati.
Aisyah segera menyuruh orang untuk segera mengambil makanan dan makanan ringan yang sudah disiapkan untuk dibawa pulang oleh rombongan Reka, "Bu, ini ada sedikit oleh-oleh sebagai tanda terima kasih keluarga kami, karena ibu sekeluarga berkenan hadir di rumah kami."
"Tidak usah. saya juga tidak bisa makan makanan seperti itu. Bisa-bisa perut saya sakit," ucap Margaret dengan nada angkuhnya. Tentu saja ucapan dari calon mertua Rintik mendapat tatapan tajam dari para tamu. Akan tetapi tatapan itu tak menurunkan keangkuhan dari Margaret. Bahan dia seolah tidak peduli dengan tatpan orang-orang yang dianggapnya rendah itu.
"Maaf, Mih. Tapi ini hanya sebagai simbol bahwa--"
Margaret memotong ucapan Rintik," Saya bilang saya tidak butuh. Reka! Ayo cepat pergi dari sini!" Margeret melangkahkan kaki meningglkan rumah Rintik.Seharusnya saat itu, Rintik sadar bahwa dirinya tidak akan diterima di hati maupun kehidupan ibunya Reka. Namun, ia tetap melanjutkan hubungan itu karena Reka meyakinkannya bahwa dirinya akan membuat rintik bahagia.
Bulir bening kembali luruh. Entah kenapa Rintik kembali mengingat moment itu.
"Seharusnya aku sadar diri dengan semua itu. Kenapa aku justru menjadi orang bdoh yang tetap melanjutkan hubungan yang sejak awal sudah tidak baik-baik saja?" batin Rintik. Dia kembali mengusap air mata yang masih terus saja mengalir.Pandangannya teralihkan pada benda berbentuk persegi yang berkelap-kelip dan mengeluarkan bunyi. Ia meraih benda itu melihat siapa yang memanggilnya tengah malam begini.
Sungguh, ini bukan sesuatu yang Rintik harapkan. Nama pemanggil yang tertera di layar ponselnya tiba-tiba saja membuat mata Rintik membola. Jantungnya juga berdetak tak beraturan."Haruskah aku menjawab panggilan ini?" tanyna Rintik pada dirinya sendiri.Bersambung...
"Aku heran, kemana perginya Iren. Aku sudah mencarinya tapi belum juga ketemu. Apa ia ditelan bumi?" sungut Janar ketika ia tengah ngobrol dengan Langit di teras rumah. Mereka menghindari membahas masalah sensitif di hadapan Rintik."Sangat tidak mungkin jika ia bersembunyi. Yang aku dengar, Reka sudah menceraikan dan mengusirnya dari rumah. Yang otomatis, anaknya juga dibawa bersamanya. Tapi, hingga saat ini aku belum mendapat kabar dari orang yang aku minta untuk mencarinya," timpal Langit."Atau mungkin ia meninggalkan Indonesia?" tebak Janar."Tidak mungkin. Tidak ada catatan ia meninggalkan negara ini. Pasti ia ada di suatu tempat. Mungkin tidak jika ia kembali ke kampung halamannya?""Aku saja tidak tahu dimana ia berasal. Bukankah kamu pernah menjadi suaminya? Masa kamu tidak tahu darimana asal wanita itu?" sinis Janar pada Langit."Meskipun aku pernah menikah dengannya, aku tidak tahu asalnya darimana. Kalaupun ia katakan, aku tidak yakin jika itu benar. Bisa saja hanya asal j
"Apa hubungan Iren dengan kecelakaan yang terjadi pada Rintik?" tanya Janar dengan wajah merah padam. Sebenarnya Langit tidak ingin orang lain tahu jika penyebab kecelakaan Rintik adalah Iren. Namun, ternyata Janar mendengar pembicaraannya dengan orang yang ia minta untuk mencari keberadaan Iren."Sebenarnya, Iren yang mendorong Rintik kemarin—""Kenapa kamu tidak mengatakannya padaku! Kamu tidak mempercayaiku?" hardik Janar pada Langit. Ia mencengkram kerah baju Langit.Langit buru-buru melepaskan cengkraman itu. Dan berusaha menenangkan Janar yang seperti orang kesetanan. "Aku bukan tidak mau mengatakannya padamu. Hanya saja aku ingin fokus pada Rintik dan anakku. Karena keselamatan mereka lebih penting dari apapun!" Langit ikut terbawa emosi. Ia juga sedikit meninggikan suaranya.Janar mengusap kasar wajahnya. Ia tidak terima karena lagi-lagi ulah wanita itu membuat Rintik celaka. Apalagi, ada nyawa lain dalam kandungan Rintik. "Aku tidak akan tinggal diam. Akan aku cari wanita ya
Suami tukar tambahBab"Ah! Sialan!" pekik Iren ketika baru saja mendapat pesan dari seseorang. "Uangku sudah menipis tapi ia belum juga mentransfer uangnya!" imbuhnya. Ia tidak menghiraukan Marni yang sedang bermain dengan putrinya. Berjalan mondar-mandir memikirkan cara lain untuk langkah selanjutnya agar hidupnya lebih baik setelah keluar dari rumah Reka. Setidaknya ia tidak kekurangan uang dan bisa menikmati hidup seperti biasanya."Sudah satu bulan tapi ia belum ada kejelasan. Aku harus cari uang kemana ini?" pikirnya."Itu tas-tas yang tidak dipakai bisa dijual, Bu. Daripada cuma disimpan saja," celetuk Marni.Seketika Iren melotot ke arah pengasuh putrinya. Kemudian berseru, "Enak saja! Itu tas mahal dan semua limited edition. Kalau aku jual, dimana harga diriku? Seenaknya saja kamu ngomong.""Ya, maaf, Bu. Kan saya cuma usul saja. Daripada tempat ini sesak penuh dengan tas dan sepatu ibu. Belum lagi baju-baju yang masih dalam kardus. Kasihan Cantika, Bu. Tidak dapat bergerak b
"Maafkan Mami, Reka. Mami terlalu dibutakan oleh memiliki seorang cucu, membuat Mami egois terhadapmu," sesal Margaret.Dalam diam, wanita paruh baya itu menyadari keegoisannya selama ini adalah salah. Mengabaikan setiap saran yang datang dari keluarganya ataupun orang lain. Kini, ketika mengetahui kenyataan ternyata ia ditipu, hatinya teramat sakit. Kecewa yang menyerang hatinya yang paling dalam.Padahal, semua perhatian tercurah pada malaikat kecil yang ia yakini sebagai darah dagingnya. Semua angan dan rencana masa depan bocah tak berdosa itu lenyap sudah."Mami harus berbuat apa untuk menebus kesalahan Mami? Katakan Reka," tanya Margaret."Tidak ada, Mih. Mungkin dengan meminta maaf pada Rintik penyesalan Mami akan sedikit berkurang," usul Reka pada ibunya."Apa mungkin wanita angkuh itu akan memaafkan Mami?" pikir Margaret.Reka menarik nafasnya kasar mendengar ucapan ibunya yang seperti biasa. Ia merasa ibunya masih menyimpan dendam padanya. "Bukan kah Mami yang terlihat angkuh
"Kamu pikir, dengan air mata buaya yang kamu keluarkan akan merubah cerita yang terjadi?" ucap Angel memecah kerumunan. Bukan hanya mereka bertiga yang menatap Angel, tapi juga dengan para penonton yang berkerumun di tempat itu.Iren memutar bola matanya malas. Tidak menyukai dengan kedatangan mantan pemimpin di perusahaannya."Tentu saja kamu membela Rintik karena kalian bersahabat," elak Iren masih tetap pada rencananya.Angel tertawa kecil mendengar alasan Iren. "Bukan karena aku berteman dengan Rintik tapi memang kenyataannya seperti itu. Kamu merebut suami pertamanya, lalu sekarang kamu berusaha mendekati suaminya lagi. Karena kamu tahu jika Langit yang sekarang adalah seorang yang kaya raya," cerita Angel.Ucapan Angel membuat Iren sedikit merasa khawatir. Dengan masih mempertahankan air mata buayanya, ia mengelak dari semua tuduhan Iren. "Kenapa sih kalian sangat senang membuatku merasa terpojok dengan cerita kalian?""Sudahlah Iren. Tidak usah membuat drama yang tidak perlu. U
"Ah, terus Sayang," desis Reka pada teman wanitanya.Pemandangan yang unik terjadi di ruang kantor Reka. Ia tengah bercinta dengan pakaian yang masih lengkap di atas sofa panjang yang ada di ruangan itu. Namun, tidak demikian dengan si wanita. Si wanita bertelanjang bulat berada dibawah tubuh Reka yang tengah menngenjotnya seperti tanpa ampun.Langit yang terpaksa melihat pemandangan itu hanya bisa menganga tak percaya. Sesaat setelah pikirannya kembali terkumpul, Ia segera membalik badannya agar tidak melihat adegan vulgar secara live itu."Sebentar lagi aku akan selesai," ucap Reka pada langit. Kemudian ia kembali mendesah bersama wanita teman bercintanya itu.'Apa ia sengaja menunjukkannya padaku gara-gara kemarin? Dasar sinting! Tidak seharusnya aku berada ditempat ini. Seharusnya aku sudah sadar ketika mendengar suara aneh itu!' gerutu Langit dalam hati. Ia berencana keluar dan menunggu kegiatannya selesai dari luar ruangan. Namun, langkahnya di tahan oleh Reka."Aku sampai!" pe
"Tapi, Rin—""Sayang, aku ingin pulang. Aku naik taxi online saja," pamit rintik pada suaminya.Langit yang tidak mau terjadi sesuatu dengan istrinya, melarang Rintik untuk pulang sendiri. Ia menahan wanitanya itu dan meyakinkan bahwa pembicaraan mereka tidak akan memakan waktu yang lama. "Kamu tunggu saja di bawah. Aku janji tidak akan lama," ucap Langit, kemudian ia mengecup singkat kening Rintik.Rintik mengangguk dan bersedia menunggu Langit sampai selesai bekerja. Kemudian ia berlalu keluar ruangan. Tak menghiraukan Reka yang tengah menatapnya dengan tatapan rindu."Apa tujuanmu datang kemari? Kita tidak ada janji temu hari ini bukan?" tanya Langit tanpa basa-basi pada Reka setelah kepergian Rintik."Apa aku harus membuat janji dulu jika ingin bertemu denganmu? Meski hanya sekedar ngobrol atau ngopi?" protes Reka pada Langit."Ya. Tentu saja," ucap Langit membenarkan. Ia mulai berkemas dan merapikan meja kerjanya karena ia sudah berjanji pada istrinya untuk segera mengantarnya p
Kamu mengejekku?" Iren menatap sinis ke arah Rintik yang menurutnya sedang memanas-manasi dirinya.Rintik beranjak dari pangkuan Langit dan berjalan mengitari sofa. "Aku? Untuk apa? Justru aku turut prihatin padamu. Aku yakin tujuanmu merebut Reka dariku adalah agar kehidupan lebih baik dari sebelumnya. Tapi nyatanya, yang terjadi adalah kebalikannya.""Dan sekarang, kamu mencoba kembali ingin merebut suamiku lagi? Tidak Iren. Aku tidak akan membiarkannya. Tidak akan ada sedikitpun celah yang bisa kamu manfaatkan untuk dapat dekat kembali dengan suamiku. Kesalahanku kemarin adalah tidak memperjuangkan apa yang telah menjadi milikku, dan itu yang aku sesalkan. Tapi kali ini, tidak! Meskipun aku harus berjuang mati-matian, aku akan tetap mempertahankan pernikahanku. Ini adalah peringatanku yang pertama dan terakhir untukmu!" tegas Rintik pada Iren.Iren tertawa terbahak mendengar peringatan dari Rintik. Bukannya takut, ia justru semakin tertantang dan dengan terang-terangan mengibarkan
"Hasil tes itu mengatakan jika aku kurang subur. Itu sebabnya pernikahanku dengan Rintik sangat sulit untuk segera mendapatkan momongan meski kami melakukan hubungan di masa Rintik subur. Lalu bagaimana dengan hanya sekali berhubungan seseorang itu langsung hamil?" ujar Reka seraya melirik Iren yang tengah merasa cemas."Ma-maksud kamu apa, mas? Kamu menuduhku—""Apa aku tidak boleh merasa curiga akan hal itu? Terlebih kamu selalu menghabiskan uangku untuk berbelanja dan hura-hura," potong Reka."Kamu sengaja berkata pada Mami bahwa kamu hamil anakku meski kamu tahu aku sudah memiliki istri. Jika bukan karena uangku, lalu untuk apa lagi tujuanmu mendekatiku?" lanjut Reka."Itu juga yang kamu lakukan terhadap Langit. Setelah tahu ia adalah pria sederhana, kamu meninggalkannya begitu saja. Lalu sekarang setelah kamu tahu Langit banyak uang, kamu berusaha mendekatinya lagi? Cih! Wanita murahan sepertimu rasanya tidak pernah puas hanya dengan satu pria saja," hina Reka.Iren menggelengkan