Share

Bab.3 Tamu tak Diundang.

Rintik mendongak untuk melihat siapa yaang memberikannya sapu tangan. Ternyata yang memberinya sapu tangan adalah Langit, teman sekantornya. Tanpa sadar, tangannya menerima sapu tangan pemberian  Langit. Kemudian ia gunakan untuk menyeka air matanya.

"Terima kasih," ucap Rintik. Dalam hatinya, ia sebenarnya merasa malu, karena Langit melihatnya menangis.

Sedangkan Langit memutar tubuhnya membelakangi Rintik. Dia juga tidak bertanya tentang alasan mengapa istri dari sahabatnya itu menangis setelah betemu dengan ibu mertuanya.

***

Rintik duduk sendirian di kamar kostnya. Dia menatap kosong pintu kamar yang hanya berukuran tiga kali tiga centi meter yang sekarang ia tempati.   Memorinya memutar kembli kejadian tiga hari lalu. Hari dimana dirinya masih merasakan kebahgian ketika masih bersama dengan Reka suaminya. Dan bisa dibilang kalau hari itu adalah hari terakhirnya bersama dengan suaminya.

Kala itu, Rintik tengah memikirkan ucapan yang dilontarkan oleh ibu mertuanya. Ketika mereka berdua berkunjung kerumah orang tua Reka.

"Kamu sedang memikirkan apa?" tanya Reka pada sang istri yang tengah duduk di dekat jendela seraya memandang hujan. Rintik menoleh ke arah suaminya. yang ternyata sudah berada di belakangnya seraya melingkarkan tangannya di perut Rintik. Kemudian mengecup pucuk rambut Rintik dengan mesra.

    "Tidak. Aku sedang tidak memikirkan apapun," kilah Rintik. 

    "Aku tahu apa yang sedang kamu pikirkan meski kamu tidak memberitahuku," ucap Reka seraya memutar tubuh sang istri agar menghadapnya. Kedua tangan Reka di letakkan di bahu Rintik. Reka menatap lekat manik coklat milik sang istri. "Kamu pasti sedang memikirkan ucapan Mami tadi sore, iya kan?" tebak Reka.

    Rintik memalingkan wajahnya. Merasa malu karena ternyata suaminya paham apa yang menjadi beban pikiran rintik. Yang diucapkan oleh Reka adalah benar. Dia sedang memikirkan perkataan ibu mertuanya yang menuntut untuk segera memberikan cucu dalam waktu dekat. Sebuah permintaan yang menurut Rintik sangat sulit. 

    Bukan berarti Rintik tidak dapat mengabulkan permintaan dari Ibu mertuanya. Tapi, karena Rintik tidak dapat memastikan jika dirinya akan hamil dalam waktu dekat. Selama satu tahun pernikahan nya, Rintik dan Reka sudah berusaha semampu mereka. Tapi yang bisa mereka lakukan adalah berusaha.

    Reka menarik Rintik dalam pelukannya. Dia mengusap lembut rambut Rintik juga mengecup kembali rambut yang berwarna hitam pekat dan juga tebal milik sang istri. "Kamu tidak usah menganggap serius perkataan Mami. Kamu tahu sendiri, Mami memang orangnya seperti itu. Aku juga sudah bicara pada Mami, kalau kita sudah berusaha. Aku yakin, Mami pasti mengerti. Kita serahkan saja semuanya pada Tuhan, ya?" kata reka menenangkan istrinya. 

    Rintik mengangguk dalam dekapan Reka. Meski begitu, Rintik tetap merasa gelisah dengan ucapan ibu mertuanya. Yang sangat Rintik tahu, jika ibu mertuanya sangat tidak menyukainya. Karena Rintik berasal dari keluarga biasa saja. Bukan seorang putri dari keluarga terpandang. 

   Rintik juga ingat, bagaimana perjuangannya untuk dapat menikah dengan Reka. Sikap Margaret yang secara terang-terangan tidak menyukai Rintik, hampir membuat Rintik mundur. Tapi Reka berhasil meyakinkan Rintik bahwa dirinya akan bersikap baik pada Rintik. Dia juga berjanji akan membuat ibunya merestui hubungan mereka berdua.

    Mendengar ucapan Reka yang meyakinkan, Rintik melanjutkan tekadnya untuk mendapat restu dari Margaret. Tapi, sampai tahun ketiga mereka menjalin kasih, Margaret belum juga merestui hubungan mereka. Sikapnya masih seperti sejak mereka pertama bertemu. Dn semua itu berlanjut hingga mereka berdua membina rumah tangga.

    Bahkan ibu mertuanya terkadang ikut mencampuri urusan rumah tangga mereka bahkan hal terkecil sekalipun. Reka  adalah tipikal  anak yang berbakti pada orang tuanya. Dia akan menyetujui  apapun yang ibunya katakan.

    Dan masalah yang sedang dihadapi rintik saat ini adalah perihal momongan. Ibu mertuanya bahkan tidak segan mengatakan kalau Rintik mandul karena sudah satu tahun menikah tapi belum juga hamil. Dia juga kerap membandingkan Rintik dengan anak tetangga atau temannya.

    "Mami, kami sudah cek ke dokter kandungan. Dan kami berdua subur. Jadi Mami sabar saja. Mungkin Tuhan belum percayakan seorang anak pada kami," ucap Reka membela istrinya ketika ibunya membahas pasal momongan.

    "Kalau kalian subur, kenapa sampai sekarang istrimu belum juga hamil? Sampai kapan Mami harus bersabar? Kamu tahu kan Reka, kalau kamu anak Mami satu-satunya. Kalau bukan meminta padamu, Mami harus minta kepada siapa?" ucap Margaret seraya menatap sinis pada Rintik. Rintik hanya bisa meremas ujung blouse yang ia kenakan. Menahan rasa perih di hatinya.

    "Lihat tuh, anaknya Tante Yeni. Baru dua tahun menikah, dia sudah mau punya dua orang anak. Sedangkan kamu,  tidak jelas kapan istimu akan hamil." Margaret kembali menatap sinis pada  menantunya.

Megingat semua kata-kata yang pernah diucapkan oleh ibu mertuanya, membuat hati Rintik semakin terasa sakit. Semua penghinaannya pun masih terekam jelas dalam ingatannya. 

Terlebih ketika pertama kali Keluarga Reka berkunjung ke rumah keluarga Rintik. Ucapan ibu mertuanya sangat tajam hingga membuat Aisyah, bibi Rintik menahan malu dihadapan tamu undangan yang hadir.

Ibu mertuanya menganggap kalau putranya yang membayar semua keperluan acara untuk lamaran di rumah Rintik. Meskipun hanya sederhana terdapat dekorasi dengan hiasan bunga di ruang tamu. "Apa anak saya yang membayar semua ini?" ucapnya kala itu. 

Pertanyaannya kala itu membuat hati Rintik sedikit terluka. Bagaimana bisa Calon ibu mertuanya berpikiran seperti itu? Sedangkan Dia bekerja di perusahaan yang bagus dengan jabatan yang bagus pula. Kenapa dia tidak bisa membayar harga dekorasi yang sangat sederhana itu?

"Rintik yang urus, Mih. Dia juga yang bayar semuanya. Mami jangan berkata seperti itu,"   bisik Reka pada ibunya.

Kedatangan rombongan Reka saja sudah menjadi bahan gunjingan para tetangga Rintik. Karena mereka bersikap sombong dan angkuh.

Acara lamaran Reka dan Rintik berjalan lancar. Meski ada hati yang tidak rela, tapi semua mengalir seperti apa adanya. "Tuhan, salah apa diriku? Kenapa engkau berikan aku menantu seperti ini?" batin Margaret ketika meihat Reka menyematkan cincin di jari manis Rintik.

***

"Ayo Reka kita pulang. Mami sudah tidak tahan berada disini. Mami takut terjangkit virus jika lama-lama berada disini," ucap Ibu dari Reka. Yang sudah pasti karena ucapannya, dirinya menjadi pusat perhatian dari tamu yang hadir.

Bisikan-bisikan terus terdengar dari mulut para tetangga yanng hadir. Membat keluarga Rintik merasa tidak enak hati.

Aisyah segera menyuruh orang untuk segera mengambil makanan dan makanan ringan yang sudah disiapkan untuk dibawa pulang oleh rombongan Reka, "Bu, ini ada sedikit oleh-oleh sebagai tanda terima kasih keluarga kami, karena ibu sekeluarga berkenan hadir di rumah kami."

"Tidak usah. saya juga tidak bisa makan makanan seperti itu. Bisa-bisa perut saya sakit," ucap Margaret dengan nada angkuhnya. Tentu saja ucapan dari calon mertua Rintik mendapat tatapan tajam dari para tamu. Akan tetapi tatapan itu tak menurunkan keangkuhan dari Margaret. Bahan dia seolah tidak peduli dengan tatpan orang-orang yang dianggapnya rendah itu.

"Maaf, Mih. Tapi ini hanya sebagai simbol bahwa--"

Margaret memotong ucapan Rintik," Saya bilang saya tidak butuh. Reka! Ayo cepat pergi dari sini!" 

Margeret melangkahkan kaki meningglkan rumah Rintik.

Seharusnya saat itu, Rintik sadar bahwa dirinya tidak akan diterima di hati maupun kehidupan ibunya Reka. Namun, ia tetap melanjutkan hubungan itu karena Reka meyakinkannya bahwa dirinya akan membuat rintik bahagia.

Bulir bening kembali luruh. Entah kenapa Rintik kembali mengingat moment itu. 

"Seharusnya aku sadar diri dengan semua itu. Kenapa aku justru menjadi orang bdoh yang tetap melanjutkan hubungan yang sejak awal sudah tidak baik-baik saja?" batin Rintik. Dia kembali mengusap air mata yang masih terus saja mengalir.

Pandangannya teralihkan pada benda berbentuk persegi yang berkelap-kelip dan mengeluarkan bunyi. Ia meraih benda itu melihat siapa yang memanggilnya tengah malam begini.

Sungguh, ini bukan sesuatu yang Rintik harapkan. Nama pemanggil yang tertera di layar ponselnya tiba-tiba saja membuat mata Rintik membola. Jantungnya juga berdetak tak beraturan.

"Haruskah aku menjawab panggilan ini?" tanyna Rintik pada dirinya sendiri.

Bersambung...

    

    

   

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status