Rintik adalah seorang wanita muda yang sudah menikah dengan Arsareka selama satu tahun. Karena kedatangan seorang wanita yang mengaku hamil anak suaminya, membuat Rintik memutuskan untuk bercerai. Karena muak gangguan dari mantan suaminya, akhirnya Rintik memutuskan untuk menikah dengan Langit. Yang tidak lain adalah teman dari suaminya.
View MoreBab.1Luka tak Terduga
"Iren hamil anakmu, kamu harus segera menikahinya," ucap Margaret pada Reka. Bagai disambar petir di siang bolong. Reka menautkan kedua alisnya tidak mengerti. Begitu juga dengan Rintik. Apa maksud dari perkataan ibu mertuanya. Dia masih berusaha mencerna dengan apa yang baru saja ia dengar. Reka gelisah menatap Rintik yang tengah kebingungan. "Ma- maksud Mami, apa?" Rintik menginterupsi ucapan ibu mertuanya. Dengan pandangan mata sinis, Margaret menatap Rintik. Dengan tanpa merubah posisi duduknya menghadap Rintik, ibu mertuanya menjawab pertanyaan Rintik. " Kurang jelas? Atau telingamu tuli? Telingamu masih berguna, kan? Dengarkan baik-baik yang akan saya katakan, Iren tengah mengandung anak Reka. Dan Reka harus segera menikahi Iren secepatnya." Setelah mendengar dengan jelas apa yang diucapkan oleh ibu mertuanya, Rintik mengalihkan pandangannya menatap Iren yang duduk dengan tenang. Bahkan Rintik merasa tidak ada sedikitpun rasa bersalah dihati Iren. Pandangan Rintik beralih pada pria yang sudah satu tahun ini menjadi suaminya. Pria yang dipandangnya menggelengkan kepala. "Itu bohong, Rin." Reka mengelak dengan apa yang dikatakan oleh ibunya. "Iren, kenapa kamu bohong. Kamu jangan mengada-ada-" Iren memotong ucapan Reka dengan melempar sebuah tespek keatas meja. Yang membuat Rintik segera meraih benda dengan panjang lima belas centi meter tersebut dan memeriksanya. Dan hal itu membuat hatinya semakin bertambah sakit. Dia menutup mulutnya tak percaya. Hatinya terasa seperti keluar dari rongganya. "Apa bukti itu masih kurang?" tanya Iren seraya melipat tangannya di dada. Dia juga menyilangkan kakinya. Mengamati raut wajah Reka yang tengah ketakutan. Reka mengusap wajahnya dengan kasar. "Itu semua bohong, Rin. Percaya sama aku." Reka mendekat dan memohon pada Rintik untuk mempercayai ucapannya."Lalu ini apa Reka?" ucap Rintik. Tak lupa juga dia menunjukan tespek yang tadi di lempar oleh Iren keatas meja. Kemudian benda itu dilempar oleh Rintik kearah reka. Reka kembali mengusap wajahnya secara kasar. Dia kehabisan kata-kata untuk menenangkan Rintik yang sudah mulai emosi. Rintik terduduk di sofa. Dia menangkupkan kedua telapak tangannya ke wajah. Kemudian mengusap air mata yang mulai keluar dari pelupuk matanya. "Ibu tidak peduli, Reka. Ibu mau, kamu segera menikahi Iren. Sebelum perutnya bertambah besar. Bila perlu secepatnya. Atau mungkin minggu depan," usul Margaret. Mendengar ucapan sang ibu, membuat Reka terpancing emosi. Dia tidak mengerti dengan jalan pikiran dari ibunya. Kenapa ibunya memaksakan kehendaknya agar dirinya segera menikahi Iren sedangkan dirinya masih menjadi suami sah Rintik."Tapi, Mam-"
"Kalau kamu tidak mau menuruti perkataan Mami, jangan harap kamu akan mendapatkan warisan Papi." Reka yang merasa bingung, hanya bisa mendesah kasar. Dia tidak bisa memilih antara Rintik atau warisan yang sudah seharusnya diberikan padanya.
"Bagaimana? Kamu akan memilih wanita itu, atau harta yang sudah kamu nikmati selama ini?" tanya Margaret pada putra semata wayangnya. "Mami yakin kamu pasti tidak bisa melepas warisan yang Papimu berikan, Reka," batin Margaret.
"Mami, please…," rengek Reka pada ibunya.
Tapi ibunya tidak bergeming. Dia harus kekeh pada keputusannya agar Reka menuruti kemauannya untuk menikahi Iren yang sedang mengandung cucunya.
Rintik menarik nafasnya dalam-dalam, kemudian mengangkat wajahnya. Dia yakin jika Reka tidak bisa merelakan harta warisan peninggalan mendiang Papinya. Meski terluka, dia mencoba memantapkan hatinya. "Kalau begitu, ceraikan aku dulu jika kamu mau menikah dengan Iren," ucap Rintik seraya menatap Reka.
"Tidak bisa, Rin. Aku tidak akan menikah dengan Iren. Aku juga tidak akan pernah menceraikan kamu."
"Reka! Kapan kamu akan sadar? Wanita itu sudah minta cerai dari kamu. Kamu tunggu apalagi? Justru itu jauh lebih bagus. Iren dan kamu bisa menikah secara sah." Ibunya merasa kesal pada Reka yang tidak mau mendengarkan ucapannya. Dan masih bersikeras mempertahankan Rintik.
Rintik bangkit dari tempat duduknya, kemudian masuk kedalam kamar yang selama ini ia tempati bersama dengan Reka. Ia mengambil koper miliknya yang ia simpan di kamar tamu. Tanpa pikir panjang ia memasukan semua pakaiannya kedalam koper. Reka yang melihat hal itu, mencegah Rintik. Ia tidak mau jika Rintik meninggalkan dirinya. Tapi bagi Rintik, ia sudah merasa di ambang batas sabarnya. Ia sudah tidak bisa menerima perlakuan kasar dari ibu mertuanya. Kata-kata yang keluar dari mulutnya selalu saja tajam dan melukai perasaannya.
"Reka! Sadar, Nak. Sampai kapan kamu akan seperti ini?" Suara Margaret menggema diambang pintu. Dia tidak senang melihat putranya memohon pada wanita yang bahkan tidak bisa memberikannya seorang cucu.
Tanpa mempedulikan seruan suaminya dan juga ibu mertuanya, Rintik tetap memasukan pakaian miliknya kedalam tas dan koper.
***
Suara klakson mobil menghentikan aktifitas Rintik yang masih mengemas beberapa barang miliknya. Ia segera menyelesaikannya, lalu keluar membawa koper beserta tas yang berisi pakaiannya. Ketika berjalan keluar, ia sempatkan melirik Iren yang masih duduk manis di tempatnya. Posisinya masih sama seperti terakhir kali Rintik lihat. Ia masih menyilangkan kakinya dan melipat tangannya di depan dada. Rintik juga menyadari sebuah senyum sinis yang terukir di bibir wanita yang telah menghancurkan rumah tangganya. Pandangannya teralihkan pada ibu meetuanya. Seakan dia tidak peduli dengan Rintik. Bahkan tidak ada kata maaf yang keluar dari mulut wanita paruh baya itu.
"Rin, Rintik. Please," mohon Reka pada Rintik untuk terakhir kalinya. Berharap Rintik mengurungkan niatnya untuk pergi dari rumah.
"Aku tunggu surat cerainya. Semoga kalian bahagia," ucap Rintik sebelum benar-benar pergi. "Aku akan menyuruh orang untuk mengambil motorku besok."
Reka masih menyerukan nama Rintik, hingga mobil yang mambawa wanita yang dicintainya menghilang.
***"Kamu kemarin tidak berangkat kerja kenapa? Kamu sakit?" tanya Angel, atasan sekaligus sahabat Rintik. Angel menanyakan perihal absennya Rintik di hari kemarin."Tidak. Aku baik-baik saja. Hanya sedikit merasa tidak enak badan saja," jawab Rintik pada Angel. Angel menarik sebuah kursi dari meja sebelah untuk duduk. Ia kemudian menatap Rintik. Rintik yang menyadari tatapan Angel, berusaha menyembunyikan suasana hatinya agar tidak ketahuan oleh Angel.
"Serius? Kamu tidak apa-apa? Wajahmu terlihat pucat."
"Serius. Kamu tidak perlu khawatir begitu. Sudah, lebih baik kamu pergi. Aku mau melanjutkan pekerjaan yang tertunda karena kemarin aku tidak berangkat bekerja."
"Ya sudah kalau memang kamu tidak apa-apa." Meski merasa tidak yakin, Angel meninggalkan Rintik yang kembali fokus pada pekerjaannya.
***Rasa kantuk mulai menyerang mata Rintik. Dari pagi hingga menjelang sore, Rintik disibukkan oleh pekerjaannya. Setidaknya dengan banyaknya pekerjaan, ia sedikit melupakan kemelut rumah tangga yang sedang dialaminya. Ia memutuskan pergi ke pantry untuk membuat secangkir kopi. Dengan harapan rasa kantuknya akan hilang.Langkah Rintik terhenti sejenak ketika ia sampai di pantry. Ia melihat seseorang yang sangat ingin dihindarinya. Dia adalah Iren. Wanita yang sudah berhasil memporak-porandakan kebahagiaan rumah tangganya dengan Reka. Wanita sedang berdiri di depan meja pantry seraya mengaduk minumannya. Melihat kedatangan Rintik, Iren menyunggingkan senyum.
Rasa kantuk yang sedari tadi Rintik tahan, kini lenyap sudah. Karena pertemuannya dengan Iren. Rintik mengurunfkan niatnya untuk membuat kopi dan berniat kembali ke tempat kerjanya.
"Kenapa tidak jadi? Apa kamu takut kalau aku akan menyirammu dengan air panas?" Langkah Rintik terhenti karena ucapan Iren. Dia memutar badannya menatap wanita yang sekarang ia benci.
Rintik menguatkan hatinya agar terlihat tegar dihadapan Iren. Meski hatinya sebenarnya telah hancur berkeping-keping. "Jika ada adegan seperti itu, bukankah seharusnya aku yang melakukannya? Karena kamu yang sudah menghancurkan rumah tanggaku."
Sebuah senyuman tersungging dibibir Iren. "Terima kasih ya, sudah mau merelakan Mas Reka untuk menikah denganku," ucap Iren.
"Merebut suami orang apakah itu menyenangkan? Kenapa harus Reka? Kenapa? Apa tidak ada laki-laki lain yang mendekatimu? Sehingga kamu mendekati suamiku?" Air mata Rintik luruh seiring pertanyaan yang diberikannya pada Iren. Sekuat apapun Rintik menahan, ia tidak bisa pura-pura bersikap tegar di hadapan Iren.
Melihat tangis Rintik pecah, membuat Iren tertawa. "Mau bagaimana lagi. Sebetulnya, aku juga tidak mau jika harus merebut suami orang. Tapi, suamimu itu terus saja merayuku. Dia juga mengatakan jika aku ini sangat sexy dan menggoda."
Mendengar perkataan Iren, dada Rintik terasa panas dan terbakar. Rasanya sangat sakit mengetahui laki-laki yang dicintainya beehubungan dengan wanita lain. Entah itu disengaja atau tidak. Rinrik menyeka air mata yang membasahi pipinya. Kemudian berbalik peegi meninggalkan Iren di ruang pantry.
Iren tersenyum senang karena sudah berhasil membuat Rintik menangis. "Maaf Rintik, aku harus melakukan ini. Reka terlalu sempurna untuk wanita sepertimu. Kamu tidak pantas bersanding dengannya," gumam Iren seraya menatap kepergian Rintik.
Rintik membasuh wajahnya sebelum kembali menuju meja kerjanya. Dia tidak ingin ada orang yang menyadari bahwa dirinya menangis. "Rintik, kamu harus kuat. Kamu harus tetap tegar," ucap Rintik menyemangati dirinya sendiri.Baru saja Rintik mendaratkan bobot tubuh dikursinya, salah seorang karyawan datang menghampirinya.
"Bu, ada tamu buat Ibu," ucap Gina. Salah satu karyawan yang bekerja dengannya.
"Tamu? Siapa ya? Saya tidak merasa ada janji temu hari ini."
"Beliau sudah menunggu di ruang meeting, Bu," ucap Gina lagi. Yang membuat Rintik menaikkan satu alisnya.
"Wanita paruh baya, Bu. Katanya penting." Gina memberikan informasi yang semakin membuat jantung Rintik berdebar.
"Wanita paruh baya? Jangan-jangan ...," batin Rintik.
Bersambung...
"Aku heran, kemana perginya Iren. Aku sudah mencarinya tapi belum juga ketemu. Apa ia ditelan bumi?" sungut Janar ketika ia tengah ngobrol dengan Langit di teras rumah. Mereka menghindari membahas masalah sensitif di hadapan Rintik."Sangat tidak mungkin jika ia bersembunyi. Yang aku dengar, Reka sudah menceraikan dan mengusirnya dari rumah. Yang otomatis, anaknya juga dibawa bersamanya. Tapi, hingga saat ini aku belum mendapat kabar dari orang yang aku minta untuk mencarinya," timpal Langit."Atau mungkin ia meninggalkan Indonesia?" tebak Janar."Tidak mungkin. Tidak ada catatan ia meninggalkan negara ini. Pasti ia ada di suatu tempat. Mungkin tidak jika ia kembali ke kampung halamannya?""Aku saja tidak tahu dimana ia berasal. Bukankah kamu pernah menjadi suaminya? Masa kamu tidak tahu darimana asal wanita itu?" sinis Janar pada Langit."Meskipun aku pernah menikah dengannya, aku tidak tahu asalnya darimana. Kalaupun ia katakan, aku tidak yakin jika itu benar. Bisa saja hanya asal j
"Apa hubungan Iren dengan kecelakaan yang terjadi pada Rintik?" tanya Janar dengan wajah merah padam. Sebenarnya Langit tidak ingin orang lain tahu jika penyebab kecelakaan Rintik adalah Iren. Namun, ternyata Janar mendengar pembicaraannya dengan orang yang ia minta untuk mencari keberadaan Iren."Sebenarnya, Iren yang mendorong Rintik kemarin—""Kenapa kamu tidak mengatakannya padaku! Kamu tidak mempercayaiku?" hardik Janar pada Langit. Ia mencengkram kerah baju Langit.Langit buru-buru melepaskan cengkraman itu. Dan berusaha menenangkan Janar yang seperti orang kesetanan. "Aku bukan tidak mau mengatakannya padamu. Hanya saja aku ingin fokus pada Rintik dan anakku. Karena keselamatan mereka lebih penting dari apapun!" Langit ikut terbawa emosi. Ia juga sedikit meninggikan suaranya.Janar mengusap kasar wajahnya. Ia tidak terima karena lagi-lagi ulah wanita itu membuat Rintik celaka. Apalagi, ada nyawa lain dalam kandungan Rintik. "Aku tidak akan tinggal diam. Akan aku cari wanita ya
Suami tukar tambahBab"Ah! Sialan!" pekik Iren ketika baru saja mendapat pesan dari seseorang. "Uangku sudah menipis tapi ia belum juga mentransfer uangnya!" imbuhnya. Ia tidak menghiraukan Marni yang sedang bermain dengan putrinya. Berjalan mondar-mandir memikirkan cara lain untuk langkah selanjutnya agar hidupnya lebih baik setelah keluar dari rumah Reka. Setidaknya ia tidak kekurangan uang dan bisa menikmati hidup seperti biasanya."Sudah satu bulan tapi ia belum ada kejelasan. Aku harus cari uang kemana ini?" pikirnya."Itu tas-tas yang tidak dipakai bisa dijual, Bu. Daripada cuma disimpan saja," celetuk Marni.Seketika Iren melotot ke arah pengasuh putrinya. Kemudian berseru, "Enak saja! Itu tas mahal dan semua limited edition. Kalau aku jual, dimana harga diriku? Seenaknya saja kamu ngomong.""Ya, maaf, Bu. Kan saya cuma usul saja. Daripada tempat ini sesak penuh dengan tas dan sepatu ibu. Belum lagi baju-baju yang masih dalam kardus. Kasihan Cantika, Bu. Tidak dapat bergerak b
"Maafkan Mami, Reka. Mami terlalu dibutakan oleh memiliki seorang cucu, membuat Mami egois terhadapmu," sesal Margaret.Dalam diam, wanita paruh baya itu menyadari keegoisannya selama ini adalah salah. Mengabaikan setiap saran yang datang dari keluarganya ataupun orang lain. Kini, ketika mengetahui kenyataan ternyata ia ditipu, hatinya teramat sakit. Kecewa yang menyerang hatinya yang paling dalam.Padahal, semua perhatian tercurah pada malaikat kecil yang ia yakini sebagai darah dagingnya. Semua angan dan rencana masa depan bocah tak berdosa itu lenyap sudah."Mami harus berbuat apa untuk menebus kesalahan Mami? Katakan Reka," tanya Margaret."Tidak ada, Mih. Mungkin dengan meminta maaf pada Rintik penyesalan Mami akan sedikit berkurang," usul Reka pada ibunya."Apa mungkin wanita angkuh itu akan memaafkan Mami?" pikir Margaret.Reka menarik nafasnya kasar mendengar ucapan ibunya yang seperti biasa. Ia merasa ibunya masih menyimpan dendam padanya. "Bukan kah Mami yang terlihat angkuh
"Kamu pikir, dengan air mata buaya yang kamu keluarkan akan merubah cerita yang terjadi?" ucap Angel memecah kerumunan. Bukan hanya mereka bertiga yang menatap Angel, tapi juga dengan para penonton yang berkerumun di tempat itu.Iren memutar bola matanya malas. Tidak menyukai dengan kedatangan mantan pemimpin di perusahaannya."Tentu saja kamu membela Rintik karena kalian bersahabat," elak Iren masih tetap pada rencananya.Angel tertawa kecil mendengar alasan Iren. "Bukan karena aku berteman dengan Rintik tapi memang kenyataannya seperti itu. Kamu merebut suami pertamanya, lalu sekarang kamu berusaha mendekati suaminya lagi. Karena kamu tahu jika Langit yang sekarang adalah seorang yang kaya raya," cerita Angel.Ucapan Angel membuat Iren sedikit merasa khawatir. Dengan masih mempertahankan air mata buayanya, ia mengelak dari semua tuduhan Iren. "Kenapa sih kalian sangat senang membuatku merasa terpojok dengan cerita kalian?""Sudahlah Iren. Tidak usah membuat drama yang tidak perlu. U
"Ah, terus Sayang," desis Reka pada teman wanitanya.Pemandangan yang unik terjadi di ruang kantor Reka. Ia tengah bercinta dengan pakaian yang masih lengkap di atas sofa panjang yang ada di ruangan itu. Namun, tidak demikian dengan si wanita. Si wanita bertelanjang bulat berada dibawah tubuh Reka yang tengah menngenjotnya seperti tanpa ampun.Langit yang terpaksa melihat pemandangan itu hanya bisa menganga tak percaya. Sesaat setelah pikirannya kembali terkumpul, Ia segera membalik badannya agar tidak melihat adegan vulgar secara live itu."Sebentar lagi aku akan selesai," ucap Reka pada langit. Kemudian ia kembali mendesah bersama wanita teman bercintanya itu.'Apa ia sengaja menunjukkannya padaku gara-gara kemarin? Dasar sinting! Tidak seharusnya aku berada ditempat ini. Seharusnya aku sudah sadar ketika mendengar suara aneh itu!' gerutu Langit dalam hati. Ia berencana keluar dan menunggu kegiatannya selesai dari luar ruangan. Namun, langkahnya di tahan oleh Reka."Aku sampai!" pe
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments