Suasana pemakaman Rio dipenuhi dengan tangis haru, Katarina masih tidak menyangka dengan kenyataan yang ada di hadapannya saat ini. Saat beberapa orang mulai pergi hingga menyisakan Katarina dan Rafka. Terik yang cukup menyengat itu tidak membuat Katarina beranjak dari pusaran makam Rio.
“Ayo pulang, kakek akan sedih kalau kamu seperti ini!” tegas Rafka dengan menarik tangan Katarina.
“Kamu tidak akan tahu yang aku rasakan, Raf!” Kalimat yang terlontar dari mulut Katarina dengan ketus.
“Aku juga kehilangan sama sepertimu, tapi jangan menyiksa dirimu sendiri begini! Kamu kira aku tidak sedih kakekku meninggal? Kamu kira aku diam saja itu tidak punya perasaan?! Aku juga sedih tapi aku tidak lebay seperti kamu,” tutur Rafka panjang lebar.
Untuk pertama kali, Katarina mendengar laki-laki itu mengoceh panjang lebar. Biasanya ia hanya mendengar ucapan singkat dan ketus. Akan tetapi saat ini ia dibuat melongo saat laki-laki di belakangnya mampu mengutarakan apa yang ia rasakan.
“Aku kehilangan bukan lebay seperti yang Mas katakan!” hardik Katarina keras.
“Sudahlah! Memangnya dengan kamu menangis kakek akan hidup lagi? Tidak, ikutlah pulang denganku atau kamu aku tinggal disini saja!” tegas Rafka dengan tatapan lekat pada Katarina.
“Aku mau disini saja,” desis Katarina lirih.
Tanpa basa-basi laki-laki itu berjalan meninggalkan Katarina tanpa kata, hingga Katarian merasa heran dengan laki-laki yang menjadi suaminya itu.
“Mas Rafka!” panggil Katarina keras.
***
Suasana rumah kini terlihat sepi, Katarina kini tinggal serumah dengan Rafka. Dengan satu koper besar yang ia tarik masuk ke dalam rumah, Rafka yang berjalan cepat di depan. Suasana kamar dengan nuansa biru, dengan jendela kaca yang cukup besar menampakkan suasana sekitar rumah.
“Bajumu bisa kamu tata disini.” Rafka menunjuk ke sebuah almari kosong di sebelahnya.
“Mas Raf, aku harus apa?” tanya Katarina gugup.
“Maksudmu?!” Rafka bertanya balik dengan tatapan dinginnya.
Laki-laki itu meninggalkan Katarina sendirian di kamar, Katarina masih diam menatap jendela. Langit sore yang mulai menampakkan warna jingga, ia sudah merindukan kakeknya. Air matanya luruh membasahi pipi, suara langkah kaki membuatnya mengusap perlahan sisa air mata yang membasahi pipinya.
“Kenapa?” tanya Rafka dengan dingin.
Laki-laki itu mulai berjalan mendekati Katarina yang duduk di tepi ranjang, tatapannya lekat menatap manik mata Katarina. Degup jantungnya jauh lebih cepat dari biasanya, tatapan Rafka mampu membuat detak jantungnya tidak beraturan. Tidak ada yang ia bayangkan selain sebuah hubungan antara suami dan istri.
“Tidak, ini tidak mungkin!” pekik Katarina dalam batinnya.
Rafka hanya menatap tanpa memilih mendekat, ia hanya mengambil gelas yang ada di meja dekat Katarina duduk. Ia berlalu begitu saja tanpa kata dan perlakuan baik layaknya suami pada istrinya. Katarina melongo saat mendapati perlakuan Rafka yang seolah tidak menginginkannya.
“Jangan mikir aneh-aneh, aku menikahimu karena terpaksa!” ungkap Rafka tanpa basa-basi.
***
Suasana makan makan malam Keluarga Zavier yang cukup ramai, Pramana dengan tatapan tidak suka pada Katarina membuatnya terintimidasi.
“Oh ini cucu pungut dari Kakek Rio, cantik tapi sayang cucu pungut!” desis Pramana ayah Rafka.
Uhuk, Rafka sempat tersedak makanan yang ia santap, suasana ruang makan menjadi gaduh tidak terkendalikan.
“Ayah, jangan begitu dengan anggota baru! Berlakulah semestinya, bagaimana pun dia dimasalalu dia istriku sekarang!” tegas Rafka pada Pramana dengan suara beratnya.
“Aku memang tidak pantas berada disini, Mas Raf. Aku makan di dapur saja,” keluh Katarina lembut.
“Siapa?” tatapan nyalang Rafka melayang pada Katarina yang beranjak.
Tangan kanannya meraih tangan Katarina untuk tetap duduk dan melanjutkan makannya. Hening yang kini mendominasi ruang makan, Pramana yang kini diam tidak berkutik ataupun menjawab ucapan Rafka anak sulungnya.
“Namamu siapa, Kakak ipar?” tanya Elegi adik Rafka.
“Ka-…,” ucapan Katarina tercekat saat suara berat Rafka menjawab pertanyaan Elegi.
“Katarina Gayatri, panggil saja Kak Kata. Lanjutkan makanmu jangan banyak tanya!” hardik Rafka pada adik bungsunya.
“Hai, Kak Katarina senang sekali akhirnya punya kakak perempuan,” decak bahagia Elegi.
“Diam!” Pramana berteriak seolah tidak menyukai ungkapan senang anak bungsunya.
Suasana makan malam kembali hening, satu hari pernikahannya sudah dihiasi dengan drama di meja makan. Ia tidak begitu mengenal keluarga Pramana, yang ia tahu hanya Pramana adalah anak laki-laki dari Kakek Rio. Sebatas tahu tanpa pernah mencari tahu, bagi Katarina itu tidak begitu penting baginya.
***
Malam itu, tepat satu bulan pernikahannya dengan Rafka, ia hanya duduk di tepi ranjang dengan isi kepala yang semakin bertanya-tanya. Mengapa suaminya begitu aneh? Sebuah keterpaksaan untuk menikah dengan Rafka membuatnya penuh kebingungan.
“Setelah sebulan pernikahanku,dan berarti sebulan juga kakek meninggalkanku dengan pertanyaan, mengapa memintaku menikahi pria es batu yang sangat dingin itu?” gumam Katarina bertanya-tanya pada dirinya sendiri.
“Kamu ngapain?” tanya Rafka dengan singkat.
“Aku hanya duduk, emm aku tidak menyangka kita sudah satu bulan menikah. Tapi, Mas, mengapa kamu ….” ucapan Katarina terhenti saat Rafka melenggang pergi meninggalkannya di kamar sendiri.
“Pria es batu! Aku ini istrimu, kenapa setiap aku ingin bertanya selalu saja ditinggal semaunya sendiri!” gerutu Katarina dengan penuh kekesalan.
Lelaki itu selalu menghindari percakapan intens dari Katarina, bahkan setiap malam ia selalu pulang larut untuk menghindari percakapan. Ia selalu tidur di sofa yang ada di kamar sedangkan Katarina menguasai ranjang.
“Untuk apa aku menikah jika tidak di sentuh sama sekali?” Katarina menghela napas panjang.
“Kata, aku akan lembur beberapa hari ini,” lontar Rafka yang baru saja masuk ke kamar.
“Kamu tega ninggalin aku di rumah bersama keluargamu?” tanya Katarina penuh keraguan.
“Memangnya ada apa? Tidak usah lebay!” Rafka beranjak meninggalkan kamar tanpa pamit.
Belum sempat Katarina menjawab pertanyaan Rafka, laki-laki es batu itu sudah menutup pintu kamarnya dengan keras.
“Aku tidak takut sendirian, Mas. Aku takut Ayahmu!” gumam Katarina dalam batinnya.
Tidak berselang lama dari Rafka yang meninggalkan kamar, suara langkah kaki mendekati kamarnya. Ketukan pada pintu membuat Katarina berjalan pelan dengan rasa takut yang menggebu dibenaknya. Satu tangannya meraih gagang pintu dengan penuh keraguan.
“Ka- ….” belum selesai Elegi memanggil nama Katarina.
Wanita itu sudah membuka pintu kamarnya, dengan tatapan penuh rasa takut yang tercetak jelas diwajah Katarina. Tarikan napas panjang yang terlihat jelas di wajah Katarina membuat Elegi sempat bertanya-tanya.
“Kak, kamu tidak apa-apa?” tanya Elegi dengan penuh resah.
“Tidak apa-apa, ada apa, Elegi?” Katarina berbalik tanya dengan sedikit gugup yang ia sembunyikan.
“Emm, Ayah ingin mengobrol berdua denganmu, Kak. Aku hanya diberi pesan itu saja,” jawab Elegi dan berlalu begitu saja.
“Ada apa?” tanya Katarina pada dirinya sendiri.
"Sudahlah, Ayah. Sekarang keadaan sudah lebih baik, ayah juga sekarang memiliki cucu yang lucu dan menggemaskan. Tidak perlu mengingat masalalu yang sudah-sudah," jelas Rafka panjang. "Benar juga!" Pramana menepuk pundak Rafka dengan terkekeh. Dua pria itu kini berjalan keluar dari ruangan bayi, menemui Elegi untuk bertanya ruang inap Katarina. Sepanjang koridor Rafka merasa senang sekaligus terharu. "Raf, kamu sudah mengabari Rengga? Ayah rasa dia sangat cemas denganmu yang selama beberapa jam ini sibuk menemani Katarina di ruang bersalin," ujar Pramana. Rafka hanya mengangguk, sudah beberapa jam ponsel itu tidak ia sentuh. Beberapa pesan dan telepon masuk dari Rengga. "Ayah duluan saja, ini Rengga mau telepon," ucapnya. Tidak berselang lama ponsel itu bersering, notifikasi telepon masuk dari Rengga. "Halo, ke mana aja?!" tanya Rengga dengan keras dari seberang. "Katarina lahiran, ada apa? telepon banyak banget, tadi ponselnya mati," jelas Rafka tanpa di minta. "Wah aku jadi
"Aku mau hidup sama kamu seumur hidup aku," bisik Rafka dengan memeluk tubuh istrinya. Katarina hanya pasrah dalam dekapan Rafka, ia menitikkan air matanya. Ucapan Rafka membuat hati Katarina tersentuh dalam. Jarang sekali Rafka mengatakan kalimat magic tersebut. "Mas, aku juga ingin bersamamu seumur hidupku, jangan lagi menjadi dingin seperti es batu, ya!" tegas Katarina terisak. Keduanya saling menguatkan satu sama lain, enggan melepas pelukan satu sama lain. Malam itu semua hal terasa sangat menguras air mata, namun dalam hati Katarina paling dalam ia ingin bahagia bersama Rafka. "Kita jaga anak ini sama-sama, dan kita akan menjadi orang tua kebanggaan mereka!" ucap Rafka dengan antusias. "Iya, mereka akan sangat bangga dengan kita, Mas!" ujar Katarina keras. *** Tiga bulan setelah perubahan Pramana, laki-laki paruh baya itu mempersiapkan semua kebutuhan acara tujuh bulanan Katarina. Dan hari ini adalah waktu acaranya, seluruh rumah didekorasi dengan sangat cantik dan Elegan
"Ayah, ada apa?" tanya Rafka dengan penasaran saat Pramana diam tidak melanjutkan ucapannya. "Em, Ayah sudah memikirkan sesuatu tentang ... anak kalian," ucap Pramana dengan ragu. Rafka dan Katarina berakhir saling menatap, keduanya tidak percaya akan ucapan Pramana. Sejak di awal kehamilan Katarina, Pramana terlihat acuh dan tidak peduli sama sekali. "Maksud ayah apa?"" tanya Katarina lirih. "Acara tujuh bulanan anak kembar kalian biar ayah yang persiapkan. Terus ayah juga kepikiran menyumbang nama untuk anak kalian nanti," jelas Pramana dengan antusias. "Hah! ini ayah serius?" tanya Rafka dengan penuh keraguan. Matanya masih memicing ke arah Pramana yang kini duduk di hadapannya. Laki-laki yang dulunya sangat menentang keras hubungan keduanya kini luluh karena kabar bayi kembar? "Iya, ayah sudah mencari vendor yang bagus untuk acara tujuh bulanan anak kalian. Terus ayah sudah memikirkan nama anak yang sangat lucu, sayangnya kita belum tahu ya jenis kelaminnya," keluh Pramana
"Hm," singkat jawaban Pramana beranjak meninggalkan Rafka begitu saja. 'Ada apa dengan ayah? kenapa dia tidak suka aku punya anak, bukannya ini hal baik ya dia akan menimang cucu dari anak sulungnya,' gumam Rafka dalam batinnya. Rafka hanya menghela napas panjang, ia berjalan masuk ke dalam rumah. Melihat tingkah Pramana yang seolah biasa saja, membuat perasaan Rafka sedikit kacau dan takut. "Tapi ayah tidak akan berbuat yang macam-macam pada Katarina, em lagian semua asetnya sudah aku kembalikan sesuai janji. Kalau ayah masih nekat mencelakai Katarina, seharusnya dia tahu apa akibatnya," ucap Rafka sepanjang langkah ke kamar. "Kak!" seru Elegi keras. Rafka menoleh, "Ada apa, El?" tanya Rafka dengan ketus."Gak apa-apa, cuma manggil aja. Kak Kata di mana, Kak?" tanya Elegi lagi. "Kamar," singkat jawaban Rafka lalu beranjak meninggalkan adiknya. *** Saat tiba di kamar, Rafka melihat Katarina sudah bangun dari tidurnya. Hanya saja ia hanya duduk diam di ranjang, matanya menatap
"Raf, maaf ganggu. Ini ada meeting yang kamu harus datang," ucap Rengga di telepon. "Emang gak bisa diwakili? biasanya juga kamu yang wakili," tanya Rafka sedikit berbisik."Enggak bisa, client pengennya kamu yang presentasi. Udah sempet aku rayu tapi tetep gak mau," jelas Rengga. "Siapa sih, Reng?" tanya Rafka dengan tegas. Rengga sejenak diam, ditelpon Rafka sudah menunggu jawaban dengan penuh tanda tanya. "Andini," singkat jawaban Rengga membuat Rafka bungkam. "Duh, aku lagi gak bisa ninggal Katarina sendirian di rumah. Reng, Katarina hamil, badannya masih belum kuat banget trimester pertama," jelas Rafka dengan antusias. "Terus ini gimana? Andini tetep minta kamu," tegas Rengga. Sejenak Rafka menghela napasnya, berpikir panjang apakah ia bisa meninggalkan Katarina 1-3 jam saja. "Gimana? aku butuh jawaban," tegas Rengga di telepon. "Bentar aku mikir!" gertak Rafka. Rafka mempertimbangkan banyak hal, meeting hanya 1-3 jam. Akan tetapi, keselamatan Katarina selama 1-3 jam i
"Kak!" teriak Elegi keras dari luar kamar.Mata Katarina dan Rafka kini tertuju pada pintu, percakapan itu terhenti begitu saja. Rafka segera beranjak ke pintu, menemui Elegi yang secara tiba-tiba mengetuk pintu dan berteriak sangat keras. "Ada apa?" tanya Rafka setelah membuka pintu. "Em, itu, ayah aneh banget!" gerutunya. "Terus? kamu ngapain malem-malem ke sini?" tanya Rafka dengan sedikit keras."Gak apa-apa sih, cuma pengen iseng aja," Elegi terkekeh lalu berlari ke kamarnya. Rafka hanya menggelengkan kepalanya, melihat tingkah adiknya yang sangat aneh itu. Kini ia hanya memijit pelan pelipisnya yang terasa sakit. "Mas, ada apa?" tanya Katarina lirih. "Adik iparmu, cari ribut mulu," jawab Rafka terkekeh."Apa katanya?" Katarina berbalik tanya dengan melihat tangan Rafka yang memijit pelipisnya. pria itu hanya menggelengkan kepalanya, merebahkan tubuhnya di dekat Katarina. secara tiba-tiba Katarina ikut memijat pelipis Rafka, tanpa permisi dan basa-basi. "Pusing ya? kamu k