Share

Di Sudut Cafe Bersama Rengga

‘Aku gak jadi lembur, ada urusan sama Rengga.’- Rafka.

Sebuah pesan yang masuk ke ponsel Katarina, bukan yang pertama kali sejak satu bulan ini. Katarina yang masih berjalan gusar, berpikir apa saja yang dilakukan Rafka dan Rengga akhir-akhir ini.

“Hem, sebenarnya apa yang ia lakukan dengan Rengga? Kenapa ia lebih sering bersama Rengga yang notabene hanya teman,” gumam Katarina bertanya-tanya.

Tanpa basa-basi ia mengambil tas slempangnya dan keluar kamar, ia bergegas memesan taxi online dan mencari keberadaan Rafka. Beberapa kali ia berusaha meminta temannya melacak lokasi Rafka, satu pesan yang masuk ke ponselnya berisi share lokasi Rafka saat ini.

Suasana Kota Malang saat ini sangat ramai dan macet, beberapa kali Katarina mendengus kesal saat taxi online yang ia tumpangi terjebak macet. Perasaannya gusar dan tidak nyaman, berpikir keras apakah Rafka masih disana atau sudah pergi.

“Maaf ya, Kak. Jalanan cukup macet, sepertinya kita akan terlambat beberapa menit ke lokasi,” ungkap sopir taxi online itu.

“Emm, iya, gak papa kok, Pak.” Katarina semakin resah dengan isi kepalanya.

Perasaan yang penuh dengan kecurigaan pada suaminya, ia enggan bertanya secara langsung ke Rafka. Wanita itu menarik napasnya panjang saat jajaran mobil cukup panjang memenuhi jalanan.

“Kak, saya carikan jalan pintas saja ya, agar tidak terlambat lama,” usul sopir taxi online itu dengan ragu.

“Iya, Pak. Senyamannya bapak saja, kalau bisa lebih cepat ya, saya sedikit buru-buru,” pinta Katarina dengan pelan.

Taxi online itu melaju pelan melewati jalanan kampung yang hanya cukup untuk satu mobil dan satu motor. Jalanan yang cukup sepi kali itu meskipun jam pulang kerja, akhirnya Katarina mampu menghela napasnya dengan tenang saat ia tiba di tujuan.

Sebuah cafe yang ada di sudut Kota Malang, ia bertanya-tanya mengapa Rafka dan Rengga berada di sini? Laki-laki es batu itu masih saja tidak bernafsu dengannya. Satu langkah dua langkah, ia berjalan memasuki cafe itu dengan pelan dan memesan minuman. Ia memandang beberapa sudut cafe sore itu, Katarina yang masih ragu dengan keberadaan suaminya hanya memilih duduk di sudut cafe.

“Ini pesanannya, Kak.” Seorang pelayan memberikan satu matcha latte pesanan Katarina.

“Terima kasih ya, Kak. Oh iya, tadi ada laki-laki ini tidak?” setelah menerima matcha latte, ia menunjukkan foto Rafka pada pelayan yang mengantar pesanan.

Dari raut wajah pelayan itu terlihat berpikir, wanita itu mengetuk ujung hidungnya berulang. Katarina seperti hilang harapan, namun pelayan itu seolah menyiapkan jawaban.

“Itu, Kak.” Tangan kanan pelayan wanita itu menunjuk satu meja yang ada di seberang Katarina.

Mata Katarina menyorot pada sudut yang ditunjuk pelayan wanita itu, dua laki-laki itu terlihat sangat akrab dan dekat. Katarina yang masih diam mengamati setiap gerak-gerik dua laki-laki itu, percakapan yang tidak mampu Katarina dengar karena pelan.

“Dua laki-laki itu ngapain sih! Bisa-bisanya itu laki-laki es batu bisa tertawa lepas? Em, tapi kenapa saat bersamaku dia seperti patung yang tidak berkutik dan dingin? Apa yang sebenarnya ia sembunyikan dariku?” tanya Katarina pada dirinya sendiri.

Sudah 30 menit ia duduk di bangku cafe itu sendirian, semakin lama percakapan antara dua laki-laki itu semakin seru. Namun lagi-lagi Katarina hanya melihat tanpa berani berkutik apapun, sudah habis 2 matcha latte selama ia duduk di cafe itu.

‘Kak, Ayah mencarimu.’ – Elegi.

Sebuah pesan yang dikirim oleh Adik Rafka, Katarina mulai mengetuk-ngetuk meja cafe. Ingin sekali ia duduk lebih lama di cafe itu lebih lama untuk mengawasi Rafka, kali ini ia harus pulang lebih cepat. Ia beranjak meninggalkan cafe itu dengan kekesalan.

***

Rafka menatap lekat pada sudut cafe itu, wanita yang ia kenal kini duduk di seberang mejanya bersama Rengga. Ia bertanya-tanya mengapa Katarina berada disini?

“Ada dia,” ujar Rafka dengan berbisik pada Rengga.

“Siapa?” tanya Rengga dengan celingukan.

“Istriku,” singkat jawaban yang diberikan Rafka sembari menarik wajah Rengga untuk diam.

“Kenapa? Kenapa gak kamu samperin dan ajak mengobrol disini? Mau sampai kapan, Raf? Sepertinya ia mulai gusar dengan pernikahan kalian,” tanya Rengga panjang lebar.

Rafka diam sembari menyesap kopi yang tinggal separuh, sudah hampir satu jam ia duduk bersama Rengga. Membahas banyak hal tentang pernikahannya dengan Katarina, pernikahan terpaksa yang harus ia lakukan itu membuatnya cukup kelimpungan.

“Belum saatnya, Reng. Aku belum pernah punya hubungan dengan wanita manapun, kamu tahu itu.” Rafka terkekeh pelan dengan menatap sekeliling.

“Lelaki polos dan penuh ambisi sepertimu, masa iya tidak ada nafsu saat tidur satu ranjang?” tanya Rengga tanpa rem.

“Aku tidur di sofa, menjaganya saja dalam satu kamar.” Rafka beranjak meninggalkan Rengga begitu saja.

***

Sepanjang perjalanan pulang Katarina penuh dengan tanda tanya, sudah beberapa kali ayah mertuanya itu mencarinya. Namun, Katarina enggan menemui lelaki paruh baya itu dengan ragu, kali ini ketiga kali ia diminta menemui laki-laki itu secara pribadi.

“Kenapa harus sendiri? Kenapa gak sekalian ajak si suami es batu itu?!” tanya Katarina dengan kesal.

‘Kamu dimana?’ – Rafka.

Mata Katarina memicing ke arah ponsel yang kini menyala, satu pesan yang dikirim oleh Rafka mampu membuat detak jantungnya tidak beraturan. Tidak biasanya lelaki es batu itu menghubunginya seperti ini.

Helaan napas panjang sebelum ia membalas pesan Rafka, sengaja ia tidak membalas pesan dari Rafka. Pikirannya masih berputar tentang beberapa pertanyaan yang melayang di kepalanya, Ayah mertuanya akan bertanya apa kali ini?

“Kak, sudah sampai,” ujar sopir taxi online yang mengantarnya pulang.

“Eh, Pak. Maaf saya tadi melamun,” ungkap Katarina malu-malu.

Katarina turun dari taxi online dengan terburu-buru, pintu gerbang yang terbuka saat ia akan masuk. Gerbang hitam yang menjulang tinggi itu terbuka, seorang satpam mulai menyapa Katarina dengan senyuman hangatnya.

“Terima kasih, Pak.” Katarina melangkah pelan menuju rumah besar itu dengan ragu.

Elegi yang duduk di teras dengan langkah mondar-mandir seolah menyimpan sesuatu, saat mata Katarina menyorot adiknya itu. Gadis itu mulai menarik tubuh Katarina untuk mendekat.

“Kak, ini ketiga kalinya ayah mencarimu loh, jangan sampai kamu kabur-kaburan seperti dua hari lalu!” gertak Elegi.

Katarina hanya tersenyum simpul, ia merasa malu pada adik bungsunya. Bagaimana bisa ia tidak menghindari ayah mertuanya karena takut. Ia berjalan memasuki rumah dengan langkah pelan, seorang laki-laki paruh baya sudah duduk di sofa ruang tamu.

“Katarina,” panggil Pramana pelan.

“Eh, Ayah. Sejak kapan disitu?” tanya Katarina tergugup.

“Satu jam,” singkat jawaban yang diberikan Pramana dengan tatapan nyalang.

Katarina menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, ada rasa resah dan takut yang menjelma dirinya. Ia berdiri tepat di depan sofa yang Pramana duduk. Diam begitu lama hingga laki-laki paruh baya itu menggertaknya dengan keras.

“Mau sampai kapan berdiri disitu?” tanya Pramana dengan nada membentak.

“Stop!” sebuah suara yang membuat dua orang di ruang tamu itu menoleh secara bersamaan.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Yeni_Lestari87
Rafka ini si benci tapi rindu dgn Kata. ...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status