Share

Suami Wasiat Kakek
Suami Wasiat Kakek
Penulis: YL Wanodya

Wasiat Kakek

“Saya terima nikah dan kawinnya Katarina Gayatri binti almarhum Abiraya dengan mas kawin tersebut, tunai.” Tanpa gugup dan gusar Rafka mengucapkan kobul dengan lantang.

“Bagaimana para saksi?” tanya penghulu dengan lantang.

“Sah!” seruan beberapa saksi membuat suasana ruang inap VIP rumah sakit Bayangkara ramai dengan tangis haru.

‘Tidak kusangka Mas Rafka begitu tampan. Selama ini, aku hanya melihat wajahnya dari foto yang diberikan Kakek,’ batin Katarina. Ia sesekali melirik Rafka dari ujung mata kanannya.

Saat kata sah sudah terucap dengan lantang, penghulu langsung merapal doa untuk keduanya. Suasana berubah tegang saat keadaan Rio mulai mengkhawatirkan. Napasnya mulai tersenggal tangan yang mulai dingin. Membuat Katarina ingin segera berlari keluar ruangan untuk memanggil dokter. Namun, tangan Rio selalu menahan dengan sekuat tenaga.

Tatapan sayu dari Rio membuat Katarina tidak berkutik. Tubuh laki-laki paruh baya itu semakin dingin. Kini Katarina dan Rafka duduk di samping brankar, tangan keduanya disatukan oleh Rio.

“Kata, Rafka, terima kasih sudah memenuhi permintaan Kakek. Semoga pernikahanmu dengan Rafka menjadi sakinah mawadah wa-roh-mah. Kakek titip Kata padamu, Raf. Ja-ga dia baik-ba…. ” belum sempat Kakek Rio melanjutkan ucapannya, matanya mulai tertutup rapat bersamaan dengan napas yang berhembus tidak tersisa.

“Ka-kakek!” teriak Katarina dengan tangis historis.

Dengan segera Rafka menarik tubuh Katarina untuk keluar ruangan saat Dokter Ardi sudah datang.

Tidak butuh waktu lama, pintu ruang inap VIP kembali terbuka. Wajah Dokter Ardi yang tersirat tidak mampu mengatakan apapun pagi itu. Ia menghela napas panjang sebelum mengucap satu kalimat.

“Mohon maaf, Kakek Rio sudah tidak bisa diselamatkan. Kami sudah berusaha, namun Tuhan sudah berkehendak berbeda,” tuturnya dengan suara pelan.

Air mata yang sedari tadi ia tahan kini luruh pecah di pipi Katarina, dalam genggaman tangannya ia merasakan Rio menghembuskan napas terakhirnya. Kenyataan pahit yang harus ia terima, entah selamat menempuh hidup baru atau selamat tinggal yang harus ia terima. Bahagia atau sedih yang harus ia rasakan.

Perlahan suster membawa brankar dengan tubuh Rio yang tertutup kain putih, air matanya terasa kering setelah menangis tersedu-sedu. Tangan Rafka yang perlahan membuka kain putih yang menutup tubuh Rio, senyum yang terulas di tubuh yang tidak lagi bernapas itu.

“Kakek, maafkan Katarina yang belum bisa membahagiakan dirimu, selamat jalan pahlawanku. Terima kasih banyakk,” bisik Katarian ditelinga Rio, hanya kalimat itu yang mampu keluar dari mulutnya.

“Sudah, biarkan kakek tenang di alam barunya. Jangan ditangisin seperti itu!” hardik Rafka dingin.

“Kamu …. ” ucapan Katarina terhenti saat seorang laki-laki paruh baya mulai mendekatinya dengan tatapan nyalang.

“Semua ini gara-gara kamu! Kakek Rio meninggal juga gara-gara mikirin kamu, sialnya kamu cucu pungut kesayangan kakek,” bisik Pramana lelaki paruh baya itu.

“Kenapa ayah mengatakan itu? Jelas-jelas Kakek meninggal karena sakit keras yang diidapnya. Jika kakek meninggal itu diluar kendaliku, Ayah!” tukas Katarina pelan.

“Hahaha, anak pungut saja belagu. Setelah ini jangan harap hidup kamu akan selalu bahagia, kamu kira aku mau punya menantu anak pungut sepertimu? Cuih,” bisik Pramana dengan ketusnya.

“Satu lagi, jangan berharap banyak dengan pernikahan ini, tidak ada jaminan bahagia untukmu setelah kakek Rio tidak ada!” lagi bisikan Pramana membuat telinga Katarina panas dan merasakan sakit.

“Ucapan seorang ayah mertua yang tidak setuju dengan pernikahan anaknya menyakitkan sekali, ya,” gumam Katarina dalam hati.

***

Suara sirine mulai terdengar sangat keras, perjalanan menuju rumah Rio cukup membuat Katarina menahan diri untuk menangis. Sepanjang perjalanan menuju rumah Rio, Katarina hanya duduk diam bersebelahan dengan Rafka.

“Mas, kamu ingat bagaimana kakek meminta kita menikah?” tanya Katarina memecah suasana.

“Huh, aku tidak percaya kalau kakek akan menjodohkan aku denganmu. Selama ini aku tidak mengenalmu secara langsung, kakek sering bercerita tentangmu, Katarina.” Dengan aksen dinginnya Rafka membuat Katarina bungkam.

Sejenak Katarina teringat kejadian beberapa hari yang lalu, disaat ia dan Rafka duduk di sebelah brankar Rio. Lelaki paruh baya itu dengan terang-terangan meminta Rafka untuk menikahi Katarina.

“Kakek lucu ya, Mas,” ungkap Katarina dengan mengulas senyum secara terpaksa.

“Kakek Rio memang selalu begitu, Katarina,” sergah Rafka tegas.

“Bagaimana dengan warisan Kakek Rio, Mas? Apakah kita bisa menjalani pernikahan ini dengan benar. Jujur aku tidak pernah siap dengan pernikahan ini,” pelan suara Katarina mengucapkan kejujuran dalam hatinya.

“Kata! Yang aku tahu saat Kakek Rio menitipkan warisan ini untuk kita berdua dengan syarat harus menikah. Semua peraturan yang harus ditepati ada diamplop coklat ini, surat-surat yang berhubungan dengan pernikahan juga ada di sini. Kita hanya dituntut untuk menjawab iya atau tidak, dan saat itu kakek tidak menerima penolakan sama sekali!” jelas Rafka dengan wajah datar seperti tidak terbebani.

“Sebenarnya, saat itu kamu bisa mengatakan tidak, Mas. Akan tetapi, itu tidak mungkin kita lakukan,” kelit Katarina pelan.

“Apa kamu lupa saat aku mengatakan ke Kakek untuk tidak bercanda tentang menikah dihari besoknya?” hardik Rafka dengan tegas.

Katarina sekolah dibungkam dengan pertanyaan Rafka, ia teringat saat Rio dengan jelas mengatakan itu bukan bercandaan semata. Rio hanya ingin Katarina menikah dengan laki-laki pilihannya, dan lelaki itu adalah Rafka cucu yang paling ia percaya.

“Mas, kenapa saat itu Kakek putus asa dengan hidupnya? Seharusnya aku meminta kepadanya untuk bertahan dan melawan penyakitnya!” Isak tangis mulai terdengar dari Katarina. Tubuhnya bergetar hebat saat wanita itu menangis dalam diam.

“Kakek sudah tidak ingin melawan penyakitnya, Katarina. Maka dari itu, Kakek ingin melihat kamu menikah, ia ingin kamu ada yang menjaga. Kakek tidak ingin kamu kenapa-kenapa, singkatnya begitu. Aku tidak berharap banyak dari pernikahan ini, karena yang aku yakini saat ini hanya menjadi cucu yang berbakti pada Kakek Rio sesuai dengan permintaan terakhirnya,” jelas Rafka tanpa berpikir panjang.

“Mas, seperti itukah niatmu menikahiku? Padahal jika diberi kesempatan aku ingin menjadi istri yang baik untukmu,” batin Katarina menggumam.

“Kenapa diam? Bukankah tujuan pernikahan ini memang semata untuk Kakek?” tanya Rafka dengan menelisik setiap sudut wajah Katarina.

“Iya, tapi apa kamu lupa jika Kakek Rio ingin aku dijaga, berarti kamu harus bisa menjadi suami yang baik, Mas. Bukan semata pernikahan ini sebagai tanda kamu berbakti!” kelit Katarina yang kini menundukkan kepalanya.

“Sudahlah, Katarina. Kita jalani saja bagaimana hubungan ini, seperti pesan Kakek Rio di amplop ini. Diantara kita tidak boleh ada yang berselingkuh, sebenarnya aku tidak menginginkan harta kakek sama sekali. Ya sudahlah, nasi sudah menjadi bubur bukan? Menyesali hal ini tidak akan membuat kakek hidup lagi,” ungkap Rafka panjang lebar.

“Jujur aku juga tidak butuh harta itu, Mas. Aku hanya ingin kakek hidup dan sehat kembali, bahkan jika aku harus menjaga Kakek Rio sampai akhir hayatnya akan aku lakukan dengan senang hati” gertak Katarina tanpa basa-basi.

“Diam! Sekarang kamu sudah menjadi istriku, berlakulah dengan semestinya layaknya seorang istri!” gertak Rafka dengan keras.

Tangan kanan lelaki itu meraih pinggang Katarina untuk lebih dekat, perlahan ia mengusap pelan kepala Katarina untuk menenangkan wanita di sampingnya. Pecah tangis Katarina membuat Rafka sangat merasa bersalah.

“Bagaimana hidupku ke depannya dengan lelaki dingin ini?” gumam Katarina bertanya-tanya.

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Erlin Natawiria
be strong, katarina! siap-siap maratom baca nih
goodnovel comment avatar
Yeni_Lestari87
kasihan Katarina. lanjut kakkk!
goodnovel comment avatar
Hi Inura
Baru awal, tapi hidup si Katarina udah nyesek... Kuat-kuat ya Kata Yuk lanjut thor!!
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status