LOGINTristan menggeleng. Ada banyak wanita, memang begitu adanya. Tapi dia tahu persis wanita yang dimaksud Isabelle, yaitu kekasih yang akan dinikahinya. Isabelle bertanya mungkin karena dia takut kalau pernikahan mereka akan mendatangkan masalah pada hubungan pribadi Tristan.
“Kalau begitu, aku rasa pernikahan ini akan baik-baik saja.” Isabelle tersenyum lagi. “Aku hanya membutuhkan status agar bisa menjalankan perusahaan ayahku dan menjaga aset-asetnya. Selagi kamu menjaga nama baik keluarga Hawthorne, maka aku tidak akan menuntut apa pun darimu. Tidak cinta, tidak tanggung jawab. Kita akan menjalankan kehidupan kita secara terpisah walau kita tinggal di bawah atap yang sama. Apa kamu keberatan?”
Tristan justru merasa sedikit bersalah. Isabelle mengatakannya tanpa beban apa pun, seolah ini adalah sebuah kepasrahan. Atau, wanita itu memang sudah merencanakannya sejak awal? Jadi dia yang meminta Nicholas untuk menutup semua aksesku di dunia hiburan?
“Well, kamu sangat baik.” Tristan menyimpan kotak rokoknya. “Aku mengapresiasinya. Kalau begitu, kamu boleh berganti gaun dan aku akan menyapa para tamu.”
Isabelle memaksa diri untuk tersenyum. Dia mengangguk, menyaksikan Tristan hilang di balik pintu. Gadis itu memegang dadanya yang sesak oleh pengakuan blak-blakan pria yang kini sudah menjadi suaminya itu. Seharusnya Isabelle bisa mengabaikan perkataan Tristan dan menganggapnya angin lalu, karena bagaimana pun juga, mereka baru pertama kali bertemu dan Tristan adalah orang asing.
Tapi mereka sudah menikah. Pernikahan ini mengikat dirinya dan pria itu. Isabelle tidak menyangka kalau Tristan justru akan menyakiti hatinya pada hari pernikahannya sendiri. Belum sembuh luka sakit hatinya akibat kehilangan sang ayah, kini dia harus sakit hati karena suaminya sendiri.
“Hei.”
Isabelle menoleh saat David, kakak ipar keduanya menyembulkan kepalanya dari celah pintu.
“Keberatan kalau aku masuk?”
Gadis itu menggeleng. Dia membentangkan tangannya saat David berjalan ke arahnya dan membenamkan dirinya dalam pelukan pria itu. David menepuk punggung Isabelle, mengusapnya dengan lembut.
“Stephani pasti senang sekarang di surga. Adik kecilnya sudah dewasa dan menikah,” gumam David.
Isabelle memejamkan mata. Dia ingat wajah Stephani, kakaknya itu dengan begitu jelas. David pasti sangat merindukannya, pikir Isabelle. Dia melepas pelukannya, menarik David duduk bersamanya di sofa.
“Kenapa aku merasa wajahmu begitu kusut? Kamu adalah pengantin wanita, bintang utama dalam acara ini. Kenapa wajahmu muram begitu?” David mengernyit.
“Memang iya?” Isabelle malah balik bertanya seraya memegang wajahnya. “Aku rasa wajahku tidak kusut, tapi terlalu cantik.”
David terkekeh oleh lelucon Isabelle. Walau setiap bertemu Isabelle selalu memberinya lelucon aneh, David tetap saja tertawa. Isabelle mengatakan lebih banyak hal lucu lainnya dan David terpingkal-pingkal olehnya.
Isabelle tahu David kesepian dan menderita sejak kematian kakaknya. Namun satu hal yang dikagumi Isabelle, David tak pernah terpikir untuk mengganti posisi Stephani dalam hatinya. Isabelle dan Tony bahkan pernah beberapa kali mengenalkan David pada wanita, namun David menolak mentah-mentah dan mengatakan kalau dia hanya akan menikah sekali saja.
Kesetiaan David sangat menyentuh perasaan Isabelle dan sekaligus menjadikan David menjadi menantu kesayangan Tony. Sikapnya yang tidak materialistis dan sangat menjaga Isabelle dan Tony pun menjadikan David sebagai sosok yang paling disukai oleh orang-orang, khususnya para pelayan di rumahnya.
“Dave, aku rasa sudah waktunya kamu memikirkan dirimu sendiri,” kata Isabelle, setelah tawa David mereda.
David berdecak, terlihat menyandarkan tubuhnya di sofa.
“Aku serius,” bujuk Isabelle. “Menikahlah dengan wanita yang kamu yakini bisa menemanimu. Kami tidak akan menghalangimu dan kamu tetap akan menjadi bagian keluarga Hawthorne.”
“Aku hanya mencintai Stephani, Belle.” David menggeleng. “Aku akan menyakiti perasaan wanita yang ku nikahi, kalau aku menikah hanya untuk mencari wanita yang bisa menjagaku. Aku rasa aku bisa sendiri dan sepertinya sudah terbiasa. Aku tidak mau berkhianat pada Stephani,” gumamnya, memutar cincin pernikahan yang masih dipakainya.
“Tapi...”
“Aku datang untuk menengokmu,” potong David, “bukan membahas kehidupan pribadiku.”
“Bagus sekali kalau bisa bertemu dan menikah dengan orang yang saling mencintai seperti kalian,” keluh Isabelle.
David dengan cepat mengetahui arah pembicaraan Isabelle, jadi dia memutar tubuh adik iparnya itu ke arahnya. “Itu alasan kenapa aku di sini,” katanya. “Belle, dengar. Aku tahu kamu belum pernah bertemu Tristan sebelumnya dan aku yakin sekarang kamu pasti merasa menikahi orang asing. Tapi percayalah, pilihan Dad tak akan salah.”
Isabelle memaksa diri tersenyum. Tangannya sibuk memainkan renda-renda gaun pernikahan yang masih dia kenakan.
“Tristan pasti orang baik,” kata David lagi. “Dad pasti tahu kepribadian Tristan seperti apa sehingga dia memilihnya. Tidak masalah kalau kalian akan melalui step saling mengenal terlebih dahulu setelah ini. Tidak masalah kalau kalian masih belum mau bersentuhan. Tapi jangan bertengkar, oke?”
Isabelle tahu Tristan amat trauma pada pertengkaran. Kematian Stephani terjadi tepat ketika mereka bertengkar lalu Stephani kabur dari rumah. Diliputi amarah membuatnya memacu sedannya dengan kecepatan tinggi hingga mobilnya menabrak sebuah truk yang parkir di sisi jalan.
Cerita ini hanya diungkapkan David pada Isabelle saja karena selama ini keluarga menganggap itu sebuah kecelakaan tunggal. Jadi Isabelle tahu kenapa David menasehatinya seperti itu.
“Kalian akan menemukan hal-hal yang asing atau tidak sesuai dengan kepribadian kalian, bahkan bertentangan dengan gaya khas kalian selama ini. Duduk dan bicara baik-baik adalah solusinya, Belle. Jangan egois. Mengalah terhadap pasangan bukan berarti kamu benar-benar kalah. Aku tahu kalian akan melalui masa yang sulit untuk saling mengenal, tapi jangan menyerah.”
Seandainya saja seperti itu, batin Isabelle. Pernikahan mereka baru sah selama beberapa jam tapi Tristan sudah memberikan sisi dingin dan fakta menyakitkan itu padanya. Tapi demi menghormati David, Isabelle mengangguk pertanda dia akan melakukan apa yang dikatakan pria itu.
“Akan ku lakukan!”
Pengadilan memutuskan menjatuhkan hukuman mati pada David Castel dan Julia Hawthorne. Semua bukti-bukti tindakan kriminal mereka selama bertahun-tahun telah diserahkan Detektif Don pada pihak kepolisian.Pengadilan itu dilakukan secara terbuka dan disiarkan oleh TV dalam negeri maupun swasta. Kedua pasangan itu terbukti melakukan tindakan pembunuhan berencana pada Tony Hawthorne dan juga Stephani Hawthorne. Sebuah kasus yang mengguncang dunia dan menjadi topik hangat pemberitaan selama berminggu-minggu.Isabelle mematikan saluran televisi. Gadis itu pindah ke balkon, menikmati kesunyian malam yang membelai tubuhnya dengan lembut. Dia butuh pemulihan selama beberapa hari dan harus didampingi oleh psikolog. Sampai detik ini, Isabelle juga harus mengkonsumsi obat penenang agar dia bisa normal kembali.Daun pintu terbuka. Gadis itu menolah, Tristan tersenyum hangat padanya dan membawa segelas susu.“Minumlah. Kamu harus istirahat.”Keduanya belum bicara dengan terbuka sejak kejadian di vi
Ingatan Isabelle tiba-tiba memutar ulang kejadian tiga tahun lalu, ketika kakaknya Stephani menghubunginya beberapa kali, sebelum keesokan harinya dia mendapat kabar jika kakaknya itu kecelakaan. Malam itu, rupanya Stephani tidak sengaja melihat David dan Julia memadu kasih layaknya suami istri, dan dia berniat memberitahu keluarga besar Hawthorne.“Aku hanya mengutak-atik beberapa fungsi mesin mobilnya. Dan bummm, kecelakaan terjadi, dan dia mati,” bisik David tenang.Isabelle menatapnya, marah, lalu tangannya terayun untuk menampar wajah David. Air mata menggenang di wajah Isabelle, namun dia tidak terisak-isak, melainkan diam saja karena dirinya sudah dipenuhi terlalu banyak amarah dan kekecewaan.“Kamu gila!”David tertawa, mengangguk seolah dia membenarkan. “Tapi bagaimana pun juga, kematian Tristan adalah hal yang paling menakjubkan. Bayangkan, kami hanya perlu mengirim beberapa foto dan tangkapan layar percakapan yang sudah diedit, lalu dengan tanganmu sendiri, kamu menusuk tub
Detektif Don berbicara dengan sangat panjang pada dua orang petugas keamanan villa yang berjaga di gerbang tinggi itu. Dia menghabiskan waktu hingga nyaris setengah jam di sana, membujuk agar keduanya mengizinkannya bertemu Isabelle.Tapi kedua petugas itu tetap menolak.“Nona Isabelle sudah berpesan, tidak ada yang boleh masuk ke dalam villa, Tuan.”Detektif Don berdecak, setengah marah, tapi kemarahan bukanlah jalan. Pria itu menatap jauh ke dalam bangunan megah berlantai tiga itu. Dia diam sejenak, menatap kedua petugas yang tampaknya tak mau melonggarkan penjagaannya.“Jadi dia sendiri di sana? Kalian tidak takut pada keselamatannya?”Kedua pria itu saling bertukar pandang.“Kalian juga tahu kalau sekarang keadaan keluarga Hawthorne sedang kacau. Bagaimana kalau Isabelle menghadapi masalah di sana? Kalian bersedia menanggungnya?”Detektif Don masih membujuk, dan kedua pria itu masih saling bertukar tatapan.“Siapa bilang Nona sendirian di sana?”Mata Detektif Don menyipit.“Maksud
Isabelle menyendiri di villa peninggalan ibunya. Villa besar itu tidak pernah ditinggali, tapi dia menempatkan pelayan di sana untuk selalu membersihkannya setiap waktu. Ketika sedang banyak masalah, Isabelle biasanya berada di sana, menghabiskan waktu untuk memikirkan apa pun yang membuatnya gelisah.Dia sudah menangis banyak sekali, sejak malam dimana dia menghabisi nyawa Tristan dengan tangannya sendiri. Menyesal? Sudah pasti. Isabelle berpikir, kenapa dia harus impulsif? Kenapa dia tidak menunggu penjelasan Tristan?Ya, dia memang curiga. Tristan selalu ada di semua kejadian aneh yang terjadi padanya akhir-akhir ini. Tapi bagaimana kalau perkataan David benar? Bagaimana kalau seseorang menjebaknya? Tapi semua foto itu bukan rekayasa, Isabelle sudah membuktikannya lewat seseorang yang ahli.Tapi ....Sesuatu yang besar hilang dari dirinya. Sesuatu membuat dadanya kosong, meninggalkan lobang yang menganga lebar, yang siap menyedot perasaan dan akal sehatnya. Kini yang tersisa dalam
Judy berdiri di kejauhan, tangannya mengepal kuat, ketika Isabelle berjalan gontai menuju pemakaman. David ada di sisinya, terlihat beberapa kali menyeka air mata di wajah Isabelle. summer mendekat, berdehem pelan hingga Judy memutar tubuh menatapnya.“Kenapa tidak mendekat?” gumam Summer.Judy diam, tidak menyahut sama sekali. Summer menghela napas, tanah yang diinjaknya sedikit lembek karena habis diguyur hujan. Gadis itu menatap punggung Judy lama sebelum akhirnya kembali bergumam, “Maaf, aku tak tahu hubunganmu dan Tristan ternyata hanya sebatas rekan kerja.”Summer memang pada akhirnya tahu, ketika Detektif Don berulang kali menyangkal hubungan ibu kandungnya itu dengan Tristan. Dan malam ketika Tristan dikabarkan meninggal, dia baru saja bertemu pria itu.Tristan mengungkapkan identitasnya pada Summer, dan menyebut jika dia tidak pernah memiliki hubungan ambigu dengan Judy. Malam itu sebelum Tristan pulang, dia menghabiskan banyak waktu untuk mendengar semua hal yang dikatakan p
“Kenapa kamu bertindak sejauh ini?”David mengelus rambut Isabelle, ketika keduanya duduk di kursi tunggu rumah sakit. Ketika David tiba, dia hanya bisa diam menyaksikan tubuh kaku Tristan tergeletak di lantai. Tanpa pikir panjang dipanggilnya pelayan untuk segera membawa Tristan ke rumah sakit.Entah apakah dia masih bisa menyelamatkan nyawa pria itu atau tidak. Tapi David tetap berusaha melakukan yang terbaik selagi dia menenangkan Isabelle.“Bukankah kamu mencintainya? Kenapa kamu melakukannya?”Isabelle diam cukup lama, jemari dinginnnya saling bertaut gelisah. David menghela napas, dia menyandarkan tubuhnya ke dinding rumah sakit. Lampu indikator ruang operasi masih menyala sejak 30 menit yang lalu, dan entah kapan lampu itu padam dan pintu akan terbuka.David memejamkan mata, lalu bergumam pelan. “Aku tidak akan menghakimimu atas apa yang kamu lakukan. Tapi, bertengkar sampai melukai Tristan, aku tidak bisa membenarkanmu atas semua ini, Belle.”“Dia berkhianat padaku,” sahut Bel







