Share

Bab 2

Author: Siti_Rohmah21
last update Last Updated: 2023-01-24 22:40:14

"Beri nama Amar saja, biar mirip ibunya," pungkas laki-laki itu. Suaranya, sepertinya aku tak asing dengan suara itu? Mirip suara Mas Sandi.

Dadaku terasa bergetar, aku harus mendombrak pintunya. Pilihannya cuma dua dobrak, atau ketuk pintu dulu?

Dobrak ... jangan ... dobrak ... jangan ....

Aku pilih dengan jari, selayaknya orang sedang menentukan pilihan.

Sebaiknya aku dobrak saja pintu ini. Aku nggak mau ada tamu bermalam di rumah lalu memasukkan laki-laki seenaknya.

Satu ... dua ... tiga ....

Gubrak ....

Aku pun terjatuh ke lantai, lengan dan tanganku sakit sekali akibat mendobrak pintu kamar tamu.

"Kenapa lo, Ca? Kenapa dobrak pintu rumah sendiri? Rusak kan jadinya." Amara menghampiriku sambil menyentuh pintu yang rusak. Bukan menolong temannya yang terjatuh akibat mendombrak pintu, ia malah khawatir pintunya yang rusak.

"Bangunin kek, lo mah eror banget sih Mar, temen jatuh yang dilihat malah pintu, bukan guenya," cetusku sembari menyodorkan tangan. Kemudian Amara menarik tanganku dan membantu untuk bangkit.

Ia terlihat menutup mulutnya sambil tertawa kecil. Aku pun kembali ke tujuan awal, melihat ke semua sudut ruangan, apakah ada laki-laki di kamar ini.

Aku tertuju pada lemari, siapa tahu laki-laki yang ngobrol dengan Amara ada di situ.

"Keluar nggak dari lemari!" teriakku sebelum membuka lemarinya.

"Nyari apa sih, Ca?" tanya Amara, kemudian aku berbalik badan ke arahnya sambil meletakkan tangan ini ke pinggang.

"Mau nyari pria yang bicara dengan lo barusan, bawa laki-laki ke kamar kan lo? Apa jangan-jangan suami gue?" tekanku dengan nada tinggi, seraya bicara dengan teman sekelas dulu.

Amara mengernyitkan dahi, sambil tersenyum tipis, bibirnya pun dinaikkan ke atas seraya tak menyukai tuduhan dariku.

"Cari aja!" suruhnya sambil menyudutkan bibirnya ke arah lemari.

Kemudian, aku buka lemari tersebut dengan hentakan seperti menyergap maling.

"Kena, kamu!" teriakku sambil terbelalak. Ternyata isi lemari hanya celana yang digantung oleh Amara. Aku terdiam, kini kedua tanganku berada di atas dada. Lalu aku menoleh ke arah Amara kembali.

"Gimana, ada kagak?" tanyanya dengan alis terangkat. Aku kesal melihatnya, ternyata tak berhasil memergokinya, padahal batin ini yakin bahwa ada laki-laki di kamar ini.

"Nggak usah ngeledek, ujan-ujan nih, gue takut aja lo kesepian, besok gue pinta lo angkat kaki dari sini!" tegasku. Ya, sepertinya untuk menghindari kecemasan berlebihan, lebih baik aku usir Amara saja dari rumah ini.

"Ca, lo jahat banget ma temen sendiri, gue kan cuma numpang tidur, takut kontraksi tiba-tiba gimana nggak ada orang di rumah gue!" lirihnya.

"Suami lo beneran ke luar kota nggak sih? Katanya suami lo orang kaya, seharusnya nyewa pembantu dong untuk nemenin lo?" Amara terdiam, matanya membulat kala mendengar celotehan aku barusan.

"Tadi, suami gue nelepon nih kalau nggak percaya, gue rekam tadi percakapan suami tadi di telepon," cetus Amara sambil menyodorkan ponselnya.

Kudengar suaranya baik-baik, ternyata benar, Kata-kata yang diucapkan juga sama persis dengan apa yang kudengar di rekaman suara tersebut.

"Tapi besok lo tetep keluar dari rumah ini, ya!" tekanku sekali lagi. Kini bahasa yang kugunakan juga sudah lembut dan pelan.

"Ehm, ada apa sih ini ramai sekali?" Mas Sandi tiba-tiba masuk ke kamar, ia datang sambil mengusap matanya.

"Nggak ada apa-apa, Mas. Ayo kita kembali ke kamar!" ajakku. Mas Sandi pun mengikutiku dari belakang.

"Kamu ngapain ke kamar Amara?" tanya Mas Sandi.

"Aku dengar dia bicara dengan laki-laki, perasaanku tadi dengar bicara langsung bukan melalui telepon, tapi kenapa pas aku dobrak, nggak ada orang."

"Ya salah dengar kali, kamu ngantuk mungkin jadi ngehalu," celetuk Mas Sandi sambil merebahkan tubuhnya dan mengajakku untuk tidur di sampingnya.

Aku coba pejamkan mata ini, agar hilang rasa penasaranku jika dibawa tidur.

***

Pagi ini, matahari sudah mengeluarkan sinarnya. Kedua anakku pun sudah bangun mencari keberadaan mamanya.

"Mama!" teriak keduanya. Kemudian menghampiri papanya dan mengecup pipi masing-masing sebelahnya.

"Kalian tidur nyenyak?" tanya Mas Sandi.

"Nyenyak, Pah. Semalam kan aku ditemani mama bobonya. Tapi kakak sempat bangun si, Pah," ucap si kakak sulung.

"Oh ya, kapan, Kak?" tanyaku pada bocah usia 4 tahun.

"Itu loh, yang mama jatuh pas buka pintu kamar Tante Amara," celetuknya.

"Loh, kamu bukannya udah tidur?" tanyaku lagi.

"Iya, kirain papa mama lagi berantem, makanya aku ke luar, eh tahunya nggak," ucap Vira sambil tersenyum malu.

"Nggak lah, masa mama berantem udah punya kalian," ujarku pada mereka. Meskipun mereka masih kecil, tapi jika orang tuanya bertengkar, pasti semuanya merasakan. Mereka kadang diam, tak mau bicara dengan kami berdua.

Kami pun melanjutkan sarapan. Amara belum bangun, seperti biasanya jika menginap, ia selalu bangun siang di rumah ini.

Mas Sandi bergegas berangkat kerja, kami semua mengecup punggung tangannya seperti hari-hari biasanya.

Aku yang sudah menyelesaikan kerjaan rumah dari subuh tadi, iseng-iseng santai saja di kamar anak-anak sambil membuka sosial media di gawaiku.

Kulihat-lihat berita di beranda, ada satu berita yang membuatku tercengang.

[Pengusaha batu bara Ferdi Syahlahfian, kini akan menikah setelah 9 bulan menduda.]

Berita itu sontak membuat mataku tak berkedip. Ferdi Syahlahfian bukankah suaminya Amara?

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suami dan Sahabatku Berulah ketika Aku Lengah   Bab 39

    Tidak heran jika Vira harus diperiksa kondisi jiwanya. Sebab apa yang hampir dia lakukan memang sudah pasti karena frustasi dengan apa yang terjadi.Sepele memang, mendua saat sudah menjalin ikatan pernikahan. Namun, dampaknya untuk orang yang sangat mempercayai pasangan sepenuhnya itu akan ke jiwa."Anakku nggak gila," ucap Caca untuk kesekian kalinya."Ma, jangan gitu, sabar ya, Mbak Vira hanya diperiksa dulu," tutur Yura untuk sekadar menenangkan.Caca menggelengkan kepalanya. Kemudian dia mundur dan menemui Syam yang tengah bicara dengan Alfa."Syam! Kamu harus bertanggung jawab!" bentak Caca. "Ma, aku pasti akan bertanggung jawab atas apa yang terjadi dengan Vira," timpal Syam. Lelaki yang sangat mencintai Vira pun menyadari kesalahannya. Tiba-tiba dia teringat dengan kejadian itu. Dimana Syam secara tidak sadar menggauli seorang wanita magang di rumah sakit saat jaga malam.Kala itu, Syam tengah bertugas, wanita yang magang satu bulan di rumah sakit memberikan secangkir teh han

  • Suami dan Sahabatku Berulah ketika Aku Lengah   Season 2 Bab 38

    "Ada apa, Syam?" Berkali-kali Alfa menegur menantunya itu, tapi Syam masih saja mematung dan tak melanjutkan ucapannya.Akhirnya, Caca tidak sabaran, dia menghampiri Syam yang masih saja diam.Plak!Tanpa basa-basi Caca bersikap tegas. Ini bukan ikut campur urusan rumah tangga anaknya, tapi sikap Caca hanya ingin menegaskan."Saya katakan pada kamu, ya, Syam. Jika kamu berbuat salah, maka tanggung jawab, jangan malah diam!" caci sang mama pada menantunya.Syam berlutut di kaki Caca. Dia menundukkan kepalanya. Nyaris hal ini membuat satpam yang tengah berkeliling pun melerai mereka."Tolong jangan buat keributan, di sini rumah sakit, bukan untuk meributkan sesuatu," ucap satpam sambil menunjuk dengan satu jari.Napas Caca semakin memburu, dia benar-benar tidak sabaran dengan sikap menantunya itu."Syam, kamu dokter tegas dikit!" sentak Caca.Akhirnya Syam angkat bicara, dia memulai dengan kata maaf pada Caca dan Alfa."Ma, Pa, maaf telah menyakiti hati Vira, Syam telah menghamili anak

  • Suami dan Sahabatku Berulah ketika Aku Lengah   Bab 37

    "Vira tadi mencoba bunuh diri, Mah." Caca kaget ketika Syam mengatakan hal itu padanya."Bunuh diri? Ada apa ini, Syam?" cecar Caca."Mah, ceritanya nanti aja, sekarang susul kami di rumah sakit tempat aku praktek ya," jawab Syam yang berprofesi sebagai dokter.Kemudian Caca pamit pada Yura, dia mengatakan satu hal pada anaknya tentang Vira. Caca sendiri nyaris tak percaya dengan apa yang dilakukan Vira tadi."Mah, aku ikut ya," bujuk Yura.Awalnya Caca tidak mengizinkan, tapi Alfa yang akhirnya membolehkan Yura untuk ikut.Mereka segera ke rumah sakit menemui Vira dan Syam, bahkan Caca menyuruh Alfa untuk mempercepat laju mobil.Sepanjang jalan Caca berprasangka buruk pada Syam, sebab Vira tidak mungkin seperti itu jika tidak ada satu masalah."Pasti mereka lagi ribut, terus Vira benar-benar buntu otaknya," ucap Caca. Bahkan dia menggigit jarinya ketika ngobrol dengan Alfa di dalam mobil."Sudahlah kita positif thinking aja, mungkin Vira lagi banyak pikiran," timpal Alfa mencoba menen

  • Suami dan Sahabatku Berulah ketika Aku Lengah   Bab 36

    Ketika Caca bicara seperti itu, Yura pun langsung berdiri. Dia menarik pergelangan tangan sang mama lalu sebelah kanannya mencekal paksa sang ayah. Caca dan Alfa diajak pulang oleh Yura."Yura, kita belum selesai bicara," ucap Jimmy."Kamu bicara aja dengan papaku, kalian itu sama, tidak ada yang beda dengan kalian!" sungut Yura.Dia langsung mengembalikan badan dan menarik kedua orang tuanya itu keluar. Mereka langsung pergi dari rumah Sandi dan Amara."Yura! Kamu jangan seperti itu, papa akan kehilangan pekerjaan kalau kamu membatalkan pernikahan!" Sandi berteriak seperti itu pada Yura. Hal itulah yang membuat anak kedua dari pernikahan Sandi dan Caca itu menghentikan langkahnya. Dia menatap sang papa dengan memicingkan matanya. Langkah Yura sangat berat tapi tetap memaksa diri untuk menghampiri sang papa."Bagaimana bisa seorang papa, lebih mementingkan pekerjaan ketimbang hati anaknya? Inikah pantas disebut papa? Aku rasa enggak, ternyata apa yang dilakukan Mama itu sudah sangat b

  • Suami dan Sahabatku Berulah ketika Aku Lengah   Bab 35

    "Bicarakan di rumah, jangan di jalan seperti ini," ucap Alfa menasihati calon menantunya.Akhirnya mereka kembali ke rumah Sandi. Jimmy menyusul di belakangnya dengan mobil sedan berwarna hitam. Jimmy memicingkan mata sambil tersenyum. Dia mengetuk-ngetuk jarinya di gagang setir. "Kenapa juga gue bisa ketahuan sama Yura. Kalau Papi tahu, kena omel dah gue, secara dia pilihan Papi," gerutu Jimmy sambil menuju rumah Sandi. "Anggi juga kenapa nggak mau putus sih? Malah godain gue terus, nggak kuat kan iman gue ini, apalagi si Bejo, alat perang, nggak bisa diajak kompromi kalau lihat yang seksi," tambah Jimmy lagi.Setibanya di rumah Sandi, mereka langsung masuk. Begitu juga dengan Jimmy, dia mengantongi kunci mobil lalu mengekor di belakang Yura dan Alfa. Mereka sudah saling kenal, jadi sudah tahu silsilah keluarga. Sandi terkejut tiba-tiba ada Jimmy di belakang Alfa dan Yura. Namun, mereka tetap menjaga sikap, Jimmy dipersilakan duduk dan ikut bicara di tengah-tengah perselisihan kelua

  • Suami dan Sahabatku Berulah ketika Aku Lengah   Bab 34

    Sepanjang jalan Yura menangis sambil menggendong tasnya. Dia kesal pada takdir dan keluarganya sendiri."Kenapa cuma Ayah yang baik padaku? Padahal dia orang lain, tidak ada darah yang mengalir di tubuh Ayah," ucap Yura bermonolog sambil melambaikan tangannya untuk memanggil tukang ojek yang kebetulan ada di pangkalan.Biasanya anak memang mengingat seseorang yang merangkulnya saat saat sedang terpuruk. Tadi Alfa yang selalu mencegah Sandi berbuat macam-macam pada Yura. Jadi dia teringat terus, apalagi ketika Sandi hendak menampar Yura dengan telapak tangan sudah mengambang di depan wajah putrinya itu. Tentu kejadian itu akan diingat Yura dan terngiang-ngiang selalu di kepalanya.Ponsel Yura terus berdering, panggilan masuk dari Caca tak berhenti sejak ia meninggalkan rumah. Yura menoleh ke belakang, ada Alfa yang tengah mengejar ojek yang ditumpangi oleh Yura."Yura! Berhenti, Nak!" Alfa berteriak.Yura menoleh dengan mata berembun. "Ayah yang mengejarku. Papa ke mana?" Yura bicara s

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status