Suami dan Sahabatku Berulah ketika Aku Lengah

Suami dan Sahabatku Berulah ketika Aku Lengah

By:  Siti_Rohmah21  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
1 rating
39Chapters
33.7Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Caca pernah dikunjungi seorang sahabat yang tengah bertengkar dengan suaminya. Amara namanya, terakhir ia bermalam saat hamil besar, dan ternyata Caca memergoki suaminya berhubungan intim. Selidik demi selidik, ternyata Amara sudah lama menjalin hubungan dengan suaminya Caca. Bagaimana cara Caca menguak semuanya?

View More
Suami dan Sahabatku Berulah ketika Aku Lengah Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
user avatar
Yemima Zi Ez
ini cerita sdh hbs ka
2023-12-30 10:08:01
0
39 Chapters
Bab 1
[Ca, malam ini gue mau nginep lagi di rumah lo, boleh kan?] Pesan yang dikirim oleh Amara, sahabatku. Ia memang sudah biasa bermalam di rumahku ini. [Gue tanya Mas Sandi dulu, ya.] balasku.[Pasti boleh.] Aku tak membalasnya lagi. Menunggu izin dari Mas Sandi terlebih dahulu saja, setelah itu, barulah kubalas pesannya. Caca nama panggilanku, nama lengkap Ariyani Marisha, menikah dengan Mas Sandi sudah 5 tahun lamanya, dan sudah dikaruniai dua orang anak perempuan yang sekarang usianya 4 tahun dan si bungsu 2 tahun. Setiap sebulan sekali, memang biasanya Amara menginap di rumah kami. Sebab, suaminya tiap bulan pergi ke luar kota. Sepulangnya Mas Sandi bekerja, seperti biasa ia duduk santai di ruang televisi dengan posisi kaki terangkat. Aku pun menghampirinya sambil membawakan secangkir kopi dan cemilan. "Mas, Amara mau nginep lagi.""Ya udah, nggak apa-apa, kasihan lagi hamil besar, ya kan?""Tapi, Mas. Apa kamu nggak risih ada orang lain di rumah ini? Sedangkan kalau orang tuaku
Read more
Bab 2
"Beri nama Amar saja, biar mirip ibunya," pungkas laki-laki itu. Suaranya, sepertinya aku tak asing dengan suara itu? Mirip suara Mas Sandi. Dadaku terasa bergetar, aku harus mendombrak pintunya. Pilihannya cuma dua dobrak, atau ketuk pintu dulu? Dobrak ... jangan ... dobrak ... jangan .... Aku pilih dengan jari, selayaknya orang sedang menentukan pilihan. Sebaiknya aku dobrak saja pintu ini. Aku nggak mau ada tamu bermalam di rumah lalu memasukkan laki-laki seenaknya. Satu ... dua ... tiga ....Gubrak .... Aku pun terjatuh ke lantai, lengan dan tanganku sakit sekali akibat mendobrak pintu kamar tamu. "Kenapa lo, Ca? Kenapa dobrak pintu rumah sendiri? Rusak kan jadinya." Amara menghampiriku sambil menyentuh pintu yang rusak. Bukan menolong temannya yang terjatuh akibat mendombrak pintu, ia malah khawatir pintunya yang rusak. "Bangunin kek, lo mah eror banget sih Mar, temen jatuh yang dilihat malah pintu, bukan guenya," cetusku sembari menyodorkan tangan. Kemudian Amara menarik
Read more
Bab 3
"Ca, gue balik dulu, ya." Tiba-tiba saja Amara membuyarkan pikiran yang sedang membaca berita tentang dirinya. "Loh, nggak jadi seminggu lo nginepnya?" tanyaku hanya basa-basi. Tombol nonaktifkan kutekan lalu meletakkan ponsel di sofa. Aku bangkit seraya melarang kepergian Amara. Ya, hanya basa-basi saja supaya tak terkesan mengusirnya. "Nggak lah, abisnya dah diusir sama tuan rumah semalam," celetuknya. "Oh gitu, ya udah kalau elu pengen pulang, nggak apa-apa deh, semoga Mas Ferdi cepat pulang dari luar kota, ya." Amara terdiam, ia meletakkan kopernya kembali. "Elu mah nggak ada ibanya, gue pulang dilarang kek, kasian gitu sama gue yang sendirian di rumah," lirihnya padaku. Namun, kali ini perasaanku bilang untuk tidak melarangnya pergi dari sini. Biarkan saja ia pulang, dan segera selidiki apa benar berita yang tadi kubaca di sosial media. "Maaf ya, kayaknya emang sebaiknya elu pulang, soalnya Mama gue mau ke sini, lagian elu mah punya suami orang kaya bukannya ngintil aja ke l
Read more
Bab 4
Aku zoom cincin yang dipakai oleh pria tersebut. Namun, tidak terlalu kelihatan persis, aku teringat cincin yang dipakai oleh Mas Sandi, cincin pernikahan kami berdua, melingkar di jari manis sebelah kanannya. Masa iya itu Mas Sandi? Aku mulai berpikir sambil duduk dan tangan menahan dagu ini. Tiba-tiba ada yang datang, seorang laki-laki dan perempuan. "Assalamualaikum," ucap keduanya. Aku pun mengusap layar untuk keluar dari galeri foto, lalu meletakkan ponselku di atas meja. "Waalaikumsalam, ya sebentar!" teriakku dari dalam. Aku buka pintu itu lebar-lebar. Ternyata tamu dekat, tetangga blok yang memang sering berkunjung ke sini, mereka berdua akrab denganku dan suami. Namanya Rosa dan suaminya Gilang. "Loh kamu nggak kerja, Gilang?" tanyaku pada suaminya Rosa, berhubung mereka lebih muda dariku, jadi panggilannya juga hanya nama saja. "Nggak Mbak Caca, kemarin saya ngundurin diri," sahutnya. "Iya, makanya aku ke sini, Mbak. Mau minta tolong sama Mas Sandi, siapa tahu bisa me
Read more
Bab 5
"Kamu tahu laki-laki yang berada di foto ini? Atau ini kamu?" tanyaku dengan sembarangan nuduh. "Mbak, aku bukan belain suami sendiri, tapi memang tiap kali ada Amara, aku tarik suami untuk pulang," sahut Rosa. Ternyata ia begitu yakin dengan suaminya. Lalu aku istri macam apa yang mencurigai suami sendiri? "Jadi, laki-laki ini bukan kamu, Gilang? Atau apakah ini suamiku?" tanyaku menyelidik. Pandangan mereka tampak berbeda ketika aku menyudutkan suamiku sendiri. "Assalamualaikum," ucap suara Mbok Yuni dengan kedua anak wanitaku pulang dari sekolah. "Waalaikumsalam, Mbok, langsung ajak anak-anak masuk kamar ya," ucapku. Mbok Yuni baru datang tadi pagi setelah beberapa hari absen karena mudik. Ya, sebenarnya aku bukan tipe wanita yang tidak bisa mengatasi semuanya sendiri, tapi Mas Sandi yang menginginkan ada asisten rumah tangga di rumah ini, sekaligus membantu merawat anak-anak di rumah. "Maaf ya, terganggu, kita lanjut lagi," ucapku sambil menghadapkan kedua lutut ini ke arah R
Read more
Bab 6
"Ini apa ya, Mah? Kok kayak pintu gitu," tanyaku. Mama yang mendengar pertanyaanku tertawa renyah. "Kamu itu dari dulu aneh, lucunya nggak ilang-ilang, ini rumahmu, Nak. Kenapa tanya ke mama?" ungkap mama membuatku merasa malu. Tiba-tiba suara klakson mobil terdengar mengejutkan kami berdua. Sepertinya itu Mas Sandi, baru jam berapa ini? Kenapa ia sudah pulang? "Sebentar, Mah. Sepertinya Mas Sandi pulang," ucapku sambil bangkit. Kemudian aku berjalan menuju parkiran rumah. Mas Sandi tampak keluar dari mobil, lalu turun dengan membawa berkas yang sepertinya penting. "Mas, kamu buru-buru sekali, ada apa?" tanyaku sambil mengernyitkan dahi. Mas Sandi tampak mendekap kertas yang tadi ia pegang, tapi ketika melihatku ia sontak mendekap kertas tersebut. "A-aku ada urusan mendadak, ini ada yang ketinggalan juga berkas salinan yang kupegang," ujarnya dengan nada gemetar. Kemudian, ia setengah berlari ke dalam dan mengambil sesuatu, entah apa yang ia ambil, aku pun tak mengetahuinya. Se
Read more
Bab 7
Pakaian bayi? Tas ini berisikan pakaian bayi dan perlengkapannya? Aku menelan salivaku, sambil mengurutkan dada aku menghela napas dalam-dalam. Untuk apa pakaian bayi ini? Siapa yang akan melahirkan? Apakah itu Amara? Sahabatku yang sering bermalam di sini? Aku jatuh terduduk, tak kuat menahan ini semua. Sungguh benar-benar keterlaluan jika itu benar-benar terjadi. Pantas saja ada pintu di kamar yang menembus kamar ini. Jangan-jangan ayah dari si jabang bayi itu adalah Mas Sandi. Tiba-tiba suara ponsel berdering, dari Alfa yang menghubungiku. Pasti ia ingin becanda melalui telepon. Enggan rasanya angkat telepon, tapi ia adalah teman baikku yang tulus. "Halo, Ca. Elu di mana?""Di rumah.""Eh, si Amara mau lahiran, masa yang nemenin suami lo, Sandi."Dadaku sesak, ternyata tas yang berisikan baju bayi itu adalah benar milik Amara. Aku menghela napas, berusaha kuat dalam menghadapi ini semua. 'Please Caca, jangan nangis, jangan cengeng, Ca,' gumamku dalam hati sambil mengurutkan dada
Read more
Bab 8
"Jangan gegabah, santai dulu, belum tentu suami lo berada di rumah sakit ini dan menemani Amara karena ia yang menghamili, belum tentu!" cetus Alfa. Aku terdiam sejenak ketika hendak turun dari mobilnya. "Lantas, apa yang harus gue lakukan?" tanyaku. "Atur napas dalam-dalam, kita nggak mungkin datang-datang langsung grabak-grubuk. Harus disertai bukti yang akurat," ujar Alfa lagi. Aku atur napasku, lalu tenang sedikit dan berpikir jernih. "Gue telepon Amara, ya. Nanti kalau dia angkat, gue informasi ke lo."Aku mengangguk, menuruti perintah Alfa. Ia pasti menginginkan aku yang terbaik. Sebab, dia benar-benar sahabat sejati yang mencintaiku tulus dan rela mengorbankan hatinya sedari dulu. "Halo," ucap Alfa dengan menekan speaker telepon. Aku pun bersiap untuk mendengarkan apa yang ia ucapkan. "Ya, halo, Fa. Kenapa?""Mau main nih, ada di rumah, nggak?" tanya Alfa dengan mata tetap menyorotku."Gue ... gue nggak ada di rumah, Fa. Masih di rumah sakit, tadi perut gue mules dan lang
Read more
Bab 9
"Ini topinya," ucap mama mertuaku sambil memberikan topi. Aku masih menundukkan wajah, karena ia penasaran dengan wajahku yang tertutup masker dan rambut berantakan. Beruntungnya, pintu lift terbuka, akhirnya aku aman dan mertuaku melanjutkan perjalanannya. Aku dan Alfa mengikuti langkah mama dengan hati-hati. Khawatir ia tahu bahwa aku sedang mengikutinya. Alfa meraih tanganku, selayaknya orang sedang bergandengan tangan. Namun, aku risih dengan gandengan tangannya. "Jangan gandeng-gandeng," bisikku. Khawatir kedengaran mama mertua yang berada di depan kami. "Biar nggak ketahuan lagi, Caca cakep," bisiknya gemas. Alfa tampak menggigit bibirnya hanya karena merasa geregetan atas sikapku. Mama menoleh, kemudian Alfa senyum padanya. Akan tetapi, mama mertuaku menghampiri kami. Jantungku benar-benar berdegup sangat kencang sekali, khawatir jika mama mengenaliku. Genggaman tangan Alfa semakin erat, aku tahu ini hanya pura-pura. "Maaf, kalian mau jenguk juga, ya?" tanya mama. Aku ha
Read more
Bab 10
Sepertinya Alfa paham akan kondisi saat ini, kami berada di kondisi yang sulit. "Tante, kami permisi, sudah ditunggu teman," pamit Alfa sembari menarik lenganku. "Iya hati-hati, huh buru-buru sekali kalian," celetuk Mama Sarah. Kami bersembunyi di balik ruangan seberang. Itu kami lakukan untuk mengintai mereka. Ya, aku penasaran sekali dengan Gilang dan Rosa, apa mereka kenal juga dengan mertuaku? Kutunggu saat-saat itu, di saat mereka berpapasan ketika berjalan. Kemudian, dengan posisi tubuh membungkuk, aku dan Alfa memperhatikannya. "Gimana?" tanya Mama mertuaku. Benar-benar keterlaluan, mereka pun kenal Mama Sarah. Kulihat mereka berjabat tangan, malah mata kepala ini melihat Rosa dan Gilang mengecup punggung tangan mertuaku. "Tante, kami pulang duluan, Amara sebentar lagi kedatangan mantan suaminya, kalau Tante mau ngobrol, sekarang saja." Aku menghela napas, segitu akrabnya mereka. Hati ini makin tercabik-cabik jadinya. Kesekian kalinya Alfa mengurut punggungku, ia menyur
Read more
DMCA.com Protection Status