Share

Suami dan Sahabatku Berulah ketika Aku Lengah
Suami dan Sahabatku Berulah ketika Aku Lengah
Penulis: Siti_Rohmah21

Bab 1

[Ca, malam ini gue mau nginep lagi di rumah lo, boleh kan?] Pesan yang dikirim oleh Amara, sahabatku. Ia memang sudah biasa bermalam di rumahku ini.

[Gue tanya Mas Sandi dulu, ya.] balasku.

[Pasti boleh.] Aku tak membalasnya lagi. Menunggu izin dari Mas Sandi terlebih dahulu saja, setelah itu, barulah kubalas pesannya.

Caca nama panggilanku, nama lengkap Ariyani Marisha, menikah dengan Mas Sandi sudah 5 tahun lamanya, dan sudah dikaruniai dua orang anak perempuan yang sekarang usianya 4 tahun dan si bungsu 2 tahun.

Setiap sebulan sekali, memang biasanya Amara menginap di rumah kami. Sebab, suaminya tiap bulan pergi ke luar kota.

Sepulangnya Mas Sandi bekerja, seperti biasa ia duduk santai di ruang televisi dengan posisi kaki terangkat. Aku pun menghampirinya sambil membawakan secangkir kopi dan cemilan.

"Mas, Amara mau nginep lagi."

"Ya udah, nggak apa-apa, kasihan lagi hamil besar, ya kan?"

"Tapi, Mas. Apa kamu nggak risih ada orang lain di rumah ini? Sedangkan kalau orang tuaku nginap semalaman aja kamu sering protes nggak bebas," sanggahku sambil memberikan kopi nya untuk diminum.

"Itu beda cerita, kalau Amara kan orang lain, nggak terlalu ikut campur jika kita ada masalah," sahutnya sambil nyeruput kopi yang telah kubuat.

Usia kehamilan Amira kira-kira sekitar sembilan bulan, kemungkinan hanya menunggu hari saja. Ditambah lagi, ia tidak memiliki sanak saudara di sini, jadi memang tiap kali suaminya ke luar kota, ia selalu bermalam di sini.

"Ya sudah, aku hubungi Amara dulu," celetukku sambil meraih ponsel yang ada di atas meja televisi. Namun, belum sempat menghubungi Amara, ada suara bel berbunyi.

Aku segera membuka pintu dengan setengah berlari. Khawatir tamunya menunggu lama di depan. Kubuka pintu yang terbuat dari kayu itu dengan lebar, dan ternyata Amara sudah berdiri di depan pintu dengan membawa koper.

"Hai!" sapanya dengan teriakkan sambil memelukku.

"Kamu tuh, aku belum memberikan kabar boleh atau nggak, tapi nekat ke sini juga," cetusku.

"Maaf, aku pikir, Mas Sandi kan orang baik, pasti ngizinin lah kalau ada yang ingin bermalam," imbuh Amara.

"Ya sudah, masuk, bawa kopernya!" suruhku. Kemudian, ia masuk membawa koper, langsung ke ruang televisi tempat Mas Sandi duduk santai.

"Loh, kamu sudah di sini? Caca baru saja izin," ucap Mas Sandi terkejut.

"Iya, kamu kan orang baik, pasti mengizinkan aku nginep," balasnya.

"Ah Amara bisa saja, nanti suamimu cemburu loh," ledek Mas Sandi.

Aku hanya menghela napas mendengar candaan mereka berdua. Kemudian, aku antarkan Amara ke kamarnya, kamar tamu yang berukuran lumayan besar.

Tidak lama kemudian, mama menghubungiku. Mas Sandi yang dekat dengan ponsel yang kuletakkan di sebelahnya, memberikan ponsel itu padaku.

"Halo, Ca. Mama mau nginep malam ini," ucapnya tanpa basa-basi.

"Mah, kamar tamu ada Amara, minggu depan aja, ya," ujarku.

"Ca, kamu jangan keseringan bawa wanita lain nginep. Mama perhatikan, Amara tiap bulan nginep ke rumahmu, jangan, Nak! Jangan!" pesannya. Aku hanya memandangi wajah Mas Sandi yang sejak tadi menonton televisi. Rasanya, nggak pantas juga mencurigai Amara, suaminya kan pengusaha batu bara di luar kota, nggak mungkin ia mau dengan suamiku yang hanya kerja di kantor orang.

"Iya, Mah," jawabku singkat untuk menghentikan pembicaraan.

"Ya sudah, Mama minggu depan saja nginepnya. Padahal sudah kangen dengan Vira dan Yura."

"Maaf, ya Mah." Telepon pun terputus.

Aku pun berusaha berpikir positif, agar tidak terjadi sesuatu yang tak kuinginkan.

Malam ini, cuaca sedang mendung, suara petir yang menyambar, membuat kedua putriku tak ingin ditinggal di kamarnya. Akhirnya, aku pun tidur di kamar Vira dan Yuri sampai mereka tertidur pulas. Akan tetapi, tepat pukul dua dini hari, aku terbangun karena hujan amat deras, dan suara petir pun terus menerus bersautan.

Aku hendak ke dapur untuk mengambil air putih, tapi ketika melewati kamar Amara, aku pun dikejutkan dengan suara seorang laki-laki. Siapa hujan begini yang masuk ke kamar Amara? Apa itu Mas Sandi?

Aku dekatkan langkah ini dan mencoba memastikan suara yang sangat akrab di telingaku, suara milik seseorang yang menjadi suamiku selama beberapa tahun.

Dadaku berdebar ketika aku mendengar kalimat berikutnya dari mulut sahabatku.

"Sayang, kalau anak kita lahir, mau diberi nama siapa?"

Bersambung

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Nofri Yenni
cerita asyik
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status