Share

Bab 3

"Ca, gue balik dulu, ya." Tiba-tiba saja Amara membuyarkan pikiran yang sedang membaca berita tentang dirinya.

"Loh, nggak jadi seminggu lo nginepnya?" tanyaku hanya basa-basi. Tombol nonaktifkan kutekan lalu meletakkan ponsel di sofa. Aku bangkit seraya melarang kepergian Amara. Ya, hanya basa-basi saja supaya tak terkesan mengusirnya.

"Nggak lah, abisnya dah diusir sama tuan rumah semalam," celetuknya.

"Oh gitu, ya udah kalau elu pengen pulang, nggak apa-apa deh, semoga Mas Ferdi cepat pulang dari luar kota, ya." Amara terdiam, ia meletakkan kopernya kembali.

"Elu mah nggak ada ibanya, gue pulang dilarang kek, kasian gitu sama gue yang sendirian di rumah," lirihnya padaku. Namun, kali ini perasaanku bilang untuk tidak melarangnya pergi dari sini. Biarkan saja ia pulang, dan segera selidiki apa benar berita yang tadi kubaca di sosial media.

"Maaf ya, kayaknya emang sebaiknya elu pulang, soalnya Mama gue mau ke sini, lagian elu mah punya suami orang kaya bukannya ngintil aja ke luar kota," pesanku.

Amara terdiam, tak ada yang bisa dielakkan lagi untuk bertahan menginap di sini. Ia membawa kopernya kembali. Lalu membuka pintu rumah dan beranjak pergi.

'Kita memang sahabatan, tapi entah kenapa aku ingin menjauh darimu, Amara,' gumamku dalam hati.

Setelah Amara pergi meninggalkan rumahku ini. Segera kucari tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan keluarganya.

Aku buka beranda yang memberitakan keluarganya tadi. Di sana tertulis bahwa Amara memang telah digugat cerai. Namun, penyebabnya tak disebutkan oleh nara sumber.

Teringat teman karib yang comblangin mereka berdua. Ya, kontak Alfa mengingatkan aku pada perjodohan itu.

"Halo, Alfa."

"Ya, Ca. Kenapa?" tanyanya ketika mengangkat telepon dariku.

"Elu tahu tentang Amara, kok gue baru liat beritanya ya? Apa bener dia itu udah cerai?" tanyaku menyelidik.

"Sahabat gimana sih, kok bisa nggak tahu?"

"Eh, sosial media gue tuh sepi pemberitaan tentang dia, nggak tahu kenapa, ini baru lewat beranda setelah gue bikin akun baru dua hari yang lalu."

"Kirain elu tahu, katanya sih selingkuh tuh anak. Kesel gue juga ma dia, bisa-bisanya ngecewain gue. Mana orang kaya yang dikecewakan," ujarnya.

"Kapan dia cerai, Alfa?" tanyaku lagi.

"Setahun lalu digugatnya, resmi kalau nggak salah sembilan bulan yang lalu."

Aku menelan sedikit salivaku. Rasanya aneh kenapa Amara nggak cerita padaku. Terakhir dia cerita itu kan nangis-nangis karena suaminya sering kepergok jalan dengan wanita lain. Ya, Amara jadi sering bermalam di rumahku semenjak ia datang ke sini, cerita tentang masalah rumah tangganya padaku.

***

Flashback setahun yang lalu

"Assalamualaikum," ucap wanita yang tiba-tiba muncul di pekarangan rumahku. Ia membawa tas jinjing dan matanya sedikit sembab seperti orang habis menangis.

"Waalaikumsalam," sahutku dan Mas Sandi. "Amara, lo kenapa? Mata kok sembab begitu?" tanyaku. Kemudian Mas Sandi bangkit dan mempersilahkan Amara masuk.

"Di dalam saja, sepertinya masalah keluarga." Mas Sandi memintaku untuk mengajak Amara masuk.

Kemudian, kami duduk di ruang tamu, Amara duduk masih dengan suara isak tangis. Mas Sandi yang melihatnya belum mau bicara pun masuk, khawatir merasa sungkan jika ada laki-laki di hadapannya.

"Ca, laki gue sering jalan sama wanita lain," isaknya. Aku pun merasa kasihan melihat sahabat yang bernasib diselingkuhi oleh suaminya.

"Lo yang sabar, ya. Kalau bisa, bicarakan baik-baik dengan Ferdi. Jangan kabur begini, selesaikan baik-baik, Amara." Aku tidak ingin memperkeruh kondisi perasaannya Amara yang sedang terombang-ambing.

"Makasih ya, Ca. Besok gue omongin sama Ferdi. Tapi malam ini, gue boleh kan nginep di sini, semalam aja!" rayunya.

"Sebentar, gue izin dulu ya sama Mas Sandi." Kemudian, Mas Sandi pun memberikan izin untuk Amara bermalam sehari di rumah ini.

***

"Ca, lo tidur ya? Kok diem aja ditelepon?" Pertanyaan Alfa membuatku terkejut. Ya, aku jadi ingat awal mula Amara bermalam di sini. Rupanya setelah ke rumah ini, mereka resmi bercerai, bukan rujuk seperti yang dituturkan Amara.

Aku menghela napas panjang, dan mencoba tenang. Berharap bukan Mas Sandi penyebab perceraian mereka.

"Eh, elu tahu laki-laki yang disebut selingkuhan Amara, nggak?" tanyaku padanya.

"Nggak tahu jelas, yang jelas bukan suami lo, kan?"

"Lah, gue tanya, malah nanya balik," candaku.

"Katanya sih ada bukti pernikahan siri Amara dengan lelaki itu. Ciri-cirinya laki-laki bukan perempuan," canda Alfa gantian.

"Alfa, gue serius, jangan becanda mulu."

"Bentar, gue ada fotonya dari belakang, nggak kelihatan sih siapa orangnya. Cuma si Amara udah ngaku emang itu dia yang nikah siri, kayaknya dia cinta banget sama laki orang."

"Laki orang? Jadi Amara pelakor gitu?"

"Iya. Ya udah, gue kirim fotonya ya. Matiin buruan, ngomong mulu nih," cetus laki-laki yang memang senang sekali becanda, dan telepon pun terputus.

Foto pun dikirim secepat kilat, aku perhatikan foto tersebut dari belakang. Postur tubuhnya, sepertinya aku tak asing lagi. Aku coba zoom foto tersebut yang terlihat jari mempelai laki-laki, jari manisnya ada cincin emas putih? Aku perhatikan kembali cincin itu dengan seksama.

Bersambung

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status