Share

Bab 7

Pakaian bayi? Tas ini berisikan pakaian bayi dan perlengkapannya? Aku menelan salivaku, sambil mengurutkan dada aku menghela napas dalam-dalam. Untuk apa pakaian bayi ini? Siapa yang akan melahirkan? Apakah itu Amara? Sahabatku yang sering bermalam di sini?

Aku jatuh terduduk, tak kuat menahan ini semua. Sungguh benar-benar keterlaluan jika itu benar-benar terjadi. Pantas saja ada pintu di kamar yang menembus kamar ini. Jangan-jangan ayah dari si jabang bayi itu adalah Mas Sandi.

Tiba-tiba suara ponsel berdering, dari Alfa yang menghubungiku. Pasti ia ingin becanda melalui telepon. Enggan rasanya angkat telepon, tapi ia adalah teman baikku yang tulus.

"Halo, Ca. Elu di mana?"

"Di rumah."

"Eh, si Amara mau lahiran, masa yang nemenin suami lo, Sandi."

Dadaku sesak, ternyata tas yang berisikan baju bayi itu adalah benar milik Amara. Aku menghela napas, berusaha kuat dalam menghadapi ini semua. 'Please Caca, jangan nangis, jangan cengeng, Ca,' gumamku dalam hati sambil mengurutkan dada ini.

"Lo bisa jemput gue?" tanyaku.

"Bisa, kebetulan gue lagi di rumah nyokap deket dari rumah lo," sahutnya. Kemudian telepon pun terputus.

Tiba-tiba mama menggedor pintu kamar, mungkin karena Rosa yang memintanya.

"Ca, kamu di dalam? Rosa nungguin, buru-buru katanya, suaminya sudah mau berangkat lagi," ucap mama dari balik pintu. Aku pun menghela napas kembali, kemudian menutup tas yang tadi kubuka dengan sengaja.

Lalu aku ke luar sambil menyerahkan tas itu pada Rosa.

"Ini tas nya," ujarku sambil menyerahkannya pada Rosa. Mataku tak memandang wajah Rosa, sebab enggan sekali melihat pengkhianat sepertinya.

Meskipun aku belum tahu persis, tapi dari keterangan Alfa tadi, itu sudah lebih dari cukup untuk meyakinkan hati ini. Terlebih lagi, tentang pintu yang dibuat sengaja bisa menerobos pintu kamar. Aku rasa itu sudah lebih dari cukup untuk meyakinkan bahwa mereka itu ada main di belakangku.

"Makasih ya, Mbak. Aku pamit dulu, Mas Gilang udah di depan," ujarnya tanpa memikirkan perasaanku.

"Tunggu!" teriakku mencegah ia melangkah. Rosa yang sedang tergesa-gesa pun berhenti.

"Ada apa, Mbak?" tanya Rosa.

"Kalau boleh tahu, isi tas itu apa?" tanyaku hanya sekadar mengetes kejujuran Rosa.

"A-anu, Mbak ...." ucap Rosa terbata-bata.

"Itu baju-baju yang akan dibawa ke luar kota, Mbak," sambung Gilang yang baru saja turun dari mobilnya.

"Iya, Mas Sandi katanya mau tugas ke luar kota," susul Rosa. Baiklah, mereka bohong, itu artinya ada yang mereka sembunyikan. Aku takkan tinggal diam jika posisinya seperti ini. Rasanya muak sekali dijadikan layaknya orang bodoh.

"Oh begitu, kamu ikut, Rosa?" tanyaku dengan nada datar. Mata Rosa pun mendelik, sebentar-sebentar menyorot ke arah Gilang, ia tak berani menatap wajahku.

"Kenapa nggak jawab?" tanyaku.

"Iya, Mbak. Kami berdua ikut, karena ini urusan kantor, aku nggak bisa ninggalin Rosa sendiri di rumah," pungkas Gilang.

"Ya sudah, kalau gitu nanti Mas Sandi suruh hubungi saya, ya!" pesanku sambil mengepalkan tangan.

Kemudian mereka pun pergi, entahlah mereka mau ke mana, yang jelas, aku sudah siap mengikuti langkah mereka.

Ada Alfa yang sudah bersiap nunggu di depan rumahku.

"Mau ke mana kita? Ke gunung? Ikuti peta ikuti peta," canda Alfa. Ia berusaha menghiburku yang sedang lara.

"Sudahlah, nggak usah ngeledek, kita ikuti mobil itu, ya," pintaku, Alfa pun mengikuti mobil Gilang dan Rosa.

Mereka pikir aku bodoh, melihat dan menyaksikan kebohongan mereka, lalu aku diam saja, mungkin dipikirnya seperti itu.

"Elu marah ya, Ca?" tanya Alfa sambil nyetir.

"Nggak, mana mungkin gue marah sama lo, gue marah sama Amara, kalau terbukti dia ada main dengan laki gue!" cetusku membuat Alfa terdiam.

"Semoga nggak, ya, Ca. Gue ngeri, kasihan juga sama anak-anak lo nanti, maaf ya, meskipun gue demen sama lo, tapi gue nggak mau elu cerai ma suami lo, apalagi gara-gara Amara," terang Alfa membuatku agak sedikit malas bicara.

"Alfa, bisa diam nggak? Gue tuh lagi puyeng, kenapa sih musti bilang demen segala!" tekanku. Alfa pun terdiam, sejak dulu ia memang menyukaiku, tapi kami sudah sahabatan lama sekali bertiga, rasanya tidak mungkin mengakhiri di pelaminan.

Mobil Gilang sudah terparkir di Rumah Sakit Maya Bhakti. Aku pun menunggu mereka masuk, barulah setelah itu aku dan Alfa masuk untuk menonton dua orang insan yang sedang berjuang melihat anaknya ke dunia. Ya, aku sekarang yakin, bahwa Amara pasti hamil anaknya Mas Sandi. Kita lihat, apa yang akan terjadi di sana!

Bersambung

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Atika Kurani
wah payah kamu ca
goodnovel comment avatar
Dewi Rb
lambat sekali otakmu ca???? diselingkuhi suami dan mesum dlm rmh sendiri pun tak tahu... ah bego!
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
pantas qja diselingkuhi krn kamu dungu dan g berguna punya otak
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status