Share

BAB 6

Bagus berhasil masuk ke kediaman Asep. Dirasakannya tempat tinggal tetangganya itu yang lembab dan minim cahaya. Sungguh membuat tidak nyaman bagi siapa pun yang menempati rumah ini. Meski penerangan yang sedikit, Bagus dapat melihat sosok wanita yang berada sejauh satu meter dari posisinya berdiri. Bagus memangkas jaraknya dengan Hanna yang masih duduk di kursi. 

Bagus terkejut ketika melihat gadis itu yang setengah telanjang. Namun, hasrat Bagus tidaklah langsung naik hanya gara-gara itu. Dirinya bukanlah Asep. Tujuan Bagus adalah murni ingin menyelamatkan gadis itu. Beragam asumsi sudah bersarang di kepala Bagus. Bisa saja Asep belum menuntaskan nafsu bejatnya terhadap wanita ini. Atau, bisa jadi sudah diperbuat Asep. Entahlah, Bagus tidak tahu. Ia mencoba membangun wanita itu agar secepatnya bisa bebas dari tempat ini, sebelum Asep datang. Bagus membuka kain yang menyumpal mulut Hanna.

“Hey, kamu! Bangunlah. Ayo!” titah Bagus sambil menepuk-nepuk pipi Hanna. 

“Hey! Ayo, bangun! Kamu harus cepat keluar dari sini,” ucap Bagus lagi. Kini ia mengguncang bahu gadis itu. 

Melihat tidak ada pergerakan dari Hanna, pikir Bagus gadis itu jatuh pingsan. Lelaki itu berinisiatif untuk membawanya ke rumah. Diedarkan pandangan ke seluruh penjuru rumah Asep, mencari sesuatu yang bisa digunakan untuk menutupi tubuh Hanna. Karena tidak mungkin ia membawa seorang wanita dalam kondisi seperti itu. Dilihatnya sebuah gorden berwarna cokelat yang cukup panjang dan lebar. Bagus menarik gorden tersebut. Dibukanya ikatan tangan yang ada di belakang Hanna lalu ke kakinya. Lantas, membalut tubuh gadis itu dengan gorden yang ia ambil. Bagus menggendong tubuh Hanna ke rumahnya. 

Sempat berpikir dari mana akan lewat karena jika melalui jendela, hanya muat untuk satu orang saja, sedangkan Bagus saat ini tengah menggendong Hanna. Lelaki itu mencoba dari pintu belakang yang syukurnya tidak terkunci. Masih bisa dibuka dari dalam. Di tengah guyuran hujan, Bagus membawa Hanna. Tubuh mereka kebasahan. Sesampainya di dalam rumah, Bagus berjalan mengendap-ngendap, takut jika ayah dan adiknya nanti terbangun. 

Setibanya di kamar, Bagus membaringkan tubuh Hanna di kasurnya. Bagus mengambil kain bersih yang ada di dalam lemari lalu mulai mengeringkan sekaligus membersihkan tubuh Hanna. Gerakannya terhenti ketika melihat wajah Hanna. 

Ditatapnya lekat-lekat. “Siapa wanita ini? Apa hubungannya dia dengan Asep? Apakah dia korban lelaki itu selanjutnya?” tanya Bagus. Tidak heran jika Asep memang lelaki terhina yang Bagus kenal. Mungkin saja wanita yang ia selamatkan ini merupakan korban Asep yang ke sekian kalinya.

Usai membersihkan tubuh Hanna, Bagus hendak memakaikan baju untuk gadis itu. Ia keluar kamar, dilihatnya ada pakaian milik Tyas yang berada di keranjang, tempat yang biasa adiknya itu gunakan untuk meletakkan baju-baju yang belum disetrika. Terletak di bawah, dekat kursi panjang yang terbuat dari kayu. Bagus mengambil satu baju panjang berwarna biru muda. Sedikit kusut, asal tidak bau, tidak apa-apa, pikir Bagus. Perawakan Tyas dan Hanna hampir sama. Jadi, untuk sementara waktu, Hanna memakai baju adiknya dulu. 

Bagus kembali ke kamar, memakaian baju Tyas ke Hanna. Gadis itu belum juga sadar rupanya. Rasa kantuk mulai menyerang. Tidak mungkin Bagus berbaring di sebelah Hanna. Sebelum meninggalkan Hanna, diberikan sebuah selimut untuk menghangatkan tubuh gadis itu dari cuaca dingin yang menyerang situasi malam ini. Ia pun keluar kamar lalu menuju teras, merebahkan tubuh ke lantai yang dingin tanpa bantal dan selimut. Di luar dalam kondisi masih hujan. 

****

Beberapa jam setelahnya. Tepat pukul 02.21 WIB, pagi hari, Asep yang telah kembali seusai menerima uang dari Robby. Diparkirkannya mobil di depan rumah dengan raut wajah berseri-seri, sehabis menerima banyak uang dari Robby. Asep yang belum keluar dari mobil, masih tergambar jelas bentuk tubuh Hanna, bermaksud melanjutkan hasratnya. Ternyata, Asep sepulang dari menemui Robby, ia membeli obat kuat. Sebuah pikiran kotor agar bisa kuat melampiaskan nafsu bejatnya kepada Hanna sampai matahari terbit dari ufuk timur.

Asep mengeluarkan obat dan air mineral yang tadi sudah dibelinya. Menenggak obat berbentuk pil itu. Setelah meminumnya, ia keluar dari mobil. Terlihat langit-langit dengan hujan mulai reda. Ditambah suhu yang makin dingin, dampak dari hujan yang menerjang sebelumnya. Asep tampak bersemangat setelah meneguk obat, bergegas ia meninggalkan mobil baru kesayangannya.

Ia berjalan melenggang dengan raut wajah berseri, memainkan kunci mobil di ujung jari. Seperti pemburu ingin segera menyantap hasil tangkapan. Namun, seketika wajahnya berubah menjadi suram, panik karena melihat Hanna sudah tidak berada di tempat. Bagaimana wanita yang ia sekap bisa terlepas? Asep yakin bahwa ia benar-benar mengikat Hanna dengan kuat pada tempatnya. Apalagi seutas tali terlihat tidak ada bekas potongan benda tajam. Sudah tentu, ada seseorang yang membantu melepaskan gadis itu.

“Bagaimana bisa? Sialan! Siapa yang berani melepaskannya dan ikut campur urusanku!” Umpatan keluar dari mulut Asep.

Asep mengemasi barang pribadi miliknya, berniat melarikan diri ke tempat lain. Terlintas dalam pikiran Asep, apakah Robby menjebaknya? Namun, tidak mungkin karena Robby sudah membayar Asep dengan harga sangat tinggi.

Dampak dari obat mulai terasa. Sesuatu yang liar di dalam tubuhnya makin menggila. Kegelisahan di pembuluh darah sudah menjalar. Di antara kekesalan dan nafsu makin memuncak, Asep pergi meninggalkan kediamannya kembali. Bukannya khawatir karena Hanna melarikan diri, Asep justru hendak pergi jajan, menyewa wanita lain ke tempat prostitusi. Kelakuan Asep terlihat masa bodoh, dirinya malah hendak melarikan diri dari tanggung jawab yang telah diberikan Robby tanpa pikir panjang.

Pagi kembali datang. Sisa-sisa hujan semalam masih tampak jelas. Menimbulkan genangan di tanah sekaligus bulir-bulir air masih membasahi dedaunan. Mentari masih malu-malu menyapa orang-orang yang memulai aktivitas. Tyas yang sudah siap untuk berangkat sekolah, bergerak menuju kamar kakaknya agar dibelikan sarapan. 

“Kak, beliin Tyas sarapan, Kak,” ucap Tyas. Terlihat masih dari luar pintu kamar Bagus.

Ia mengetuk pintu berkali-kali. Namun, sepertinya tidak ada sahutan dari dalam kamar. Merasa tidak ada jawaban, Tyas pun memilih untuk membuka pintu itu langsung.  Matanya membulat seketika melihat sosok gadis cantik yang berada di ranjang kakaknya. 

 “Siapa perempuan ini? Ke mana Kak Bagus?” tanya Tyas.

Ia kembali menutup pintu, mencari ke setiap ruangan dalam rumah. Hanya pintu kamar ayahnya yang tidak dibuka. Tyas pikir, kakaknya tidak akan ada di dalam sana. Ketika ia berjalan menuju teras, langkahnya terhenti saat melihat kakaknya yang tidur di luar dengan posisi meringkuk. 

“Kakak, ngapain tidur di sini? Ayo, bangun, Kak!” titah Tyas. Menggoyangkan tubuh Bagus.

Bagus terbangun. Mengucek mata perlahan, dilihatnya sang adik yang sudah berdiri di hadapannya. 

“Tyas, sudah mau berangkat sekolah, ya?” tanya Bagus. 

“Iya. Kakak bisa jelaskan, siapa cewek yang ada di kalam kamar Kakak?” jawab Tyas diakhiri tanya. Karena rasa penasaran masih menghantui dirinya.

Bagus paham siapa yang dimaksud adiknya itu. “Kakak selamatin dia. Semalam kakak lihat dia dibawa oleh Asep ke rumahnya. Kakak nggak tau entah apa yang sudah dilakukan lelaki itu. Kakak menolongnya, jadi kakak bawa ke rumah kita dulu,” jawab Bagus. 

“Tapi itu bukan urusan Kakak! Biarin sajalah. Kan gini jadi nyusahin Kakak, sampai-sampai Kakak tidur di luar, padahal semalam hujan,” sergah Tyas dengan suara sedikit meninggi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status