Share

BAB 5

Asep kesal, ia menyumpal kembali mulut Hanna. Hendak melanjutkan aksi tak senonoh yang sempat tertunda.

 “Lebih baik mulutmu tersumpal begini,” ucap Asep. Mengikatkan sumpalan lebih kuat.

Hanna meronta-ronta. Ia tahu bahwa akan terjadi hal yang tidak beres selanjutnya. Pikiran kotor lelaki itu. Berusaha melawan sekeras yang ia bisa, tetapi berakhir sia-sia. Fisik Asep sangat kuat, tak bisa dibandingkan dengan dirinya sendiri. Hanna lemah. Dress Hanna dilucuti dari tubuhnya. 

“Mmmm … mmmm.” 

Hanna bergumam tak jelas. Asep menggeleng lalu tersenyum miring, makin Hanna meronta, makin membuat Asep bernafsu. Apalah daya Hanna tidak sanggup melawan dalam kondisi terikat. Tubuh bagian atas Hanna dijamah oleh Asep. Saat ini kondisi Hanna setengah telanjang, baru bagian atas yang terbuka.

Air mata mulai keluar dari kedua mata Hanna. Berharap terbangun dari mimpi buruk yang saat ini terjadi. Hanna, seseorang yang sangat disegani ketika berada di luar sana, malah dilecehkan di tempat kumuh seperti ini. Begitulah yang ada di pikirannya, merasa harga dirinya sudah ternodai oleh lelaki jahanam seperti Asep yang tidak dikenalinya.

Dengan kedua tangannya, Asep menjamah keindahan tubuh Hanna, tanpa perlawanan dari gadis itu. Ia mulai melepaskan kancing kemejanya satu persatu dan melanjutkan dengan menanggalkan celana yang masih melekat pada dirinya. Tindakannya terhenti saat merasakan getaran dan mendengar sebuah panggilan dari ponsel miliknya.

“Sialan! Siapa yang telah menggangguku lagi mau enak begini,” gerutu Asep. Ia merogoh saku celananya untuk mengambil ponsel.

Tertera nomor tak bernama dalam panggilan tersebut. Namun, Asep mengetahui nomor itu adalah milik orang yang menyewa jasanya. Dengan malas dan raut wajah masam, Asep mengangkat panggilan tersebut. Ia juga ingat, baru mendapat uang muka saja dari seseorang itu. Ternyata tadi Asep belum memberikan kabar kepada orang yang menyewanya. Orang yang menyewa Asep adalah Robby. Sekalian saja ia menagih sisanya, pikir Asep.

“Ada apa kau meneleponku?” tanya Asep memulai obrolan lewat telepon.

“Dasar dungu, berani juga kau bicara seperti itu kepadaku! Aku tentu ingin menanyakan bagaimana dengan tugas yang telah aku berikan kepadamu, Keparat!” maki Robby lewat percakapan telepon.

“Tentu saja dia sudah aku amankan. Dan, bagaimana dengan sisanya?” jawab Asep  sekaligus melayangkan pertanyaan. 

“Aku kira kau tidak menginginkan sisa pembayarannya karena suaramu tadi seperti kau sudah menjadi orang kaya dari pada aku sekarang,” hina Robby untuk Asep.

“Sialan!” umpat Asep.

“Aku menghubungi karena ingin membayarmu sekarang juga,” ujar Robby.

“Dini hari begini? Dan, di luar masih hujan, mengapa kau tidak transfer saja ke rekeningku? Repot sekali pemikiranmu!” cibir Asep.

“Aku tidak bisa mentransfermu, laporan keuanganku nanti pasti akan ditanya ini itu. Kalau secara tunai, aku bisa mempunyai alasan yang lain dan kalau besok-besok aku tidak janji bisa bertemu denganmu karena kesibukanku,” jelas Robby.

 “Dasar bodoh! Kalau kau tidak ingin dibayar, aku anggap urusan kita selesai sampai di sini,” sambung Robby. Terdengar kesal.

“Enak saja. Baiklah, di mana kita bertemu?” tanya Asep.

“Aku kirimkan lokasinya sekarang melalui pesan, cepat kau kemari! Aku tidak bisa lama-lama berada di sini,” jawab Robby yang langsung mengakhiri panggilan.

Belum sempat berbicara, Asep mengeluh karena panggilan yang terputus.

“Emang keparat! Sok berkuasa! Bajingan sialan,” maki Asep. Mengeluarkan sumpah serapah yang tertahan. Begitu si penelepon sudah mengakhiri panggilan secara sepihak, langsung diluapkannya secara bebas makiannya itu.

Melirik ponsel lalu menyimpan kembali dalam saku celananya. Asep merasa dilema karena dengan pilihan melanjutkan hasratnya atau sisa uang pembayaran. Memperhatikan Hanna yang sedang setengah telanjang, Asep terlihat bernafsu sekali. Namun, ia harus menahan nafsunya demi uang. Tubuh Hanna dan uang sama-sama membuatnya bernafsu, tetapi uang lebih menggiurkan. Toh, setelah mendapat uang, ia kembali ke sini dan bisa melanjutkan hasratnya kepada Hanna sepuasnya, pikir Asep.

Dengan terpaksa, ia memakai kembali pakaian dan meninggalkan Hanna sendirian di dalam ruangan. Hanna yang ditinggal sendiri hanya bisa menangis, keadaan mental Hanna tertekan. Apalagi ia belum makan beberapa hari, memperlihatkan wajah pucat Hanna.

Masih dalam keadaan terikat di sebuah kursi dalam keadaan setengah telanjang, bagian atas hanya ditutup sebuah bra dan celana dalam. Dalam keadaan lemah dan tak berkutik, Hanna hanya bisa menangis meratapi hidup yang telah salah memilih kepercayaan kepada Robby.

Penyesalan yang datang terakhir karena membantah ucapan sang papa masih melintas di kepala Hanna. Ia cuma bisa pasrah, berharap terbangun dari mimpi buruknya. Dalam ruangan lembab dan nyaris tanpa diterangin cahaya. Hanya terdengar isak tangis Hanna.

****

Bagus yang masih berada di luar kontrakan Asep, mencari posisi bersembunyi karena mendengar derap langkah yang mendekat. Di balik persembunyiannya, ia melihat Asep yang berjalan dari kejauhan memasuki mobil. Satu pertanyaan yang muncul di pikiran Bagus, apa yang sudah Asep lakukan kepada wanita yang dibawanya di dalam sana?

Sedangkan Asep yang sudah di dalam mobil, melihat ponsel genggamnya, membaca pesan yang dikirim oleh Robby. Tujuan lokasi mereka akan bertemu. Tampak banyak kerutan di wajah Asep. Ia amat kesal karena Robby mengganggu kesenangan yang ingin ia peroleh dari Hanna. Menikmati tubuh wanita itu karena butuh banyak uang bagi Asep untuk mendapatkan wanita secantik Hanna. 

Apalagi seorang putri pewaris tunggal sebuah perusahaan tersohor, mempunyai cabang besar di berbagai negara dengan produk-produk terkemuka dan berkualitas. Andai saja Asep di posisi Robby, pasti ia tidak akan tergiur oleh wanita lain karena kekayaan keluarga Hanna sangat besar dan disegani kalangan atas.

Tersentak dari lamunan, Asep menghidupkan mobil yang diberikan oleh Robby untuknya. Faktanya, bayaran yang cukup besar bagi Asep hingga mendapatkan satu unit mobil dan uang tunai melimpah dari Robby. Dengan mengerjakan tugas ringan dan tidak sulit baginya. Mobil pun melaju meninggalkan kediaman kontrakan kumuh dan lama milik Asep yang bertahun-tahun ia singgahi selama ini.

Mengetahui bahwa Asep telah benar-benar meninggalkan kediamannya, Bagus langsung mencari jalan untuk menerobos masuk. Mengusap wajah karena air hujan, lelaki itu melirik ke arah pintu depan. Menggoyangkan kenop pintu berulang kali, bermaksud membuka pintu secara paksa. Namun, hasilnya nihil, tidak terbuka sama sekali. Bagus tidak kehabisan akal. Rasa penasarannya amat tinggi untuk mengetahui bagaimana nasib seorang wanita di dalam kediaman Asep. Menyelamatkan wanita tersebut sebisa yang Bagus perbuat nanti.  

Masih mengitari sekeliling kawasan rumah itu, mencari celah agar dapat memasuki rumah yang ada di hadapannya. Dari pintu depan sampai pintu belakang rumah telah Bagus coba, tetapi ia belum juga menemukan titik celah. Ingin rasanya membuka rumah tersebut secara paksa. Tiba-tiba, niat Bagus terhenti, arah pandangnya tertuju pada sebuah jendela samping rumah Asep yang sepertinya tidak terkunci. Bagus mencoba membuka jendela itu. Benar saja, memang tidak terkunci. Dengan cepat, Bagus mengambil tindakan masuk lewat jendela, tanpa berpikir panjang. 

Memang kawasan tempat Bagus jika sudah dini hari suasananya terasa sunyi karena para penduduk sudah terlelap dalam buaian mimpi masing-masing. Dan, mereka juga tidak suka kelayapan karena takut hal tidak diinginkan terjadi. Gemuruh suara guntur menari di atas langit, diiringi dengan derasnya hujan. Ditambah dengan suara tangisan Hanna. Gadis itu kelelahan, kembali memejamkan mata. Tubuh yang sudah lemas tak berdaya, membuat gadis itu kembali jatuh pingsan untuk ke sekian kalinya. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status