Share

Signal Pertolongan

Author: Siti Aisyah
last update Last Updated: 2023-08-25 06:35:29

Mataku terasa berkabut mengingat ayah di rumah yang sedang sakit sedangkan saudara kandungnya sendiri tidak mau peduli.

"Kenapa masih berdiri di situ? Kurang jelas kalau aku tidak akan mengizinkan suamiku mengantar ayahmu?" kata Bude Lasmi lagi.

Kutekan dadaku kuat-kuat untuk mengurai rasa sesak yang semakin menghimpit. Pepatah mengatakan darah lebih kental daripada air, tetapi aku tidak pernah merasakan itu dari keluarga ayah. Mereka seolah sengaja membentang jarak karena perbedaan ekonomi di antara kami.

Ayah adalah tiga bersaudara. Bude Lasmi, kakak perempuannya memiliki suami yang bekerja sebagai mandor bangunan, kakak pertamanya memiliki toko sembako yang saat ini tinggal bersama nenek. Bisa dikatakan di antara mereka bertiga hanya ayah yang keadaan ekonominya tidak melimpah seperti kakak-kakaknya.

Dengan tubuh lunglai aku berbalik. Tujuanku sekarang adalah ke rumah nenek. Di sana juga ada mobil milik Pakde Pras. Semoga anak pertama dari nenekku itu berkenan mengantar ayah ke rumah sakit.

Meski sedikit ada keraguan, aku memberanikan diri untuk mengetuk pintu.

"Elly?" kata nenek begitu pintu terbuka separuhnya. Wanita yang sudah tidak muda lagi itu terkejut melihat kedatanganku yang memang sangat jarang. Ia memindai tubuhku dari ujung kepala hingga ujung kaki.

Aku menatap ke bawah. Terlihat kakiku yang sangat kotor terkena lumpur akibat jalanan licin karena gerimis.

"Sudah kubilang kalau datang ke sini itu cuci kaki dulu dan pastikan kaki bersih agar tidak mengotori lantai seperti ini," ujar nenek sebal.

Aku meringis melihat keramik putih yang terkena jejak sandalku. Di depan rumah memang ada sebuah kran air untuk cuci kaki sebelum masuk, tetapi tadi aku buru-buru sehingga tidak sempat untuk mencucinya.

"Maafkan Elly, Nek. Paman Pras ada?" tanyaku ketakutan menatap nenek yang sama sekali tidak ramah.

"Mau apa kamu cari Pras?"

"Saya mau minta tolong Pakde untuk mengantar Ayah ke rumah sakit,"

"Apa? Daris sakit?" tanya nenek dengan dahi berkerut.

Entah kenapa aku merasa sangat senang melihat nenek terkejut mengetahui kabar ini. Terlihat ada nada kekhawatiran di sana, tetapi rasa senang yang kurasakan tidak berlangsung lama saat nenek tersenyum sinis dan berkata, "aku bilang juga apa? Daris tidak akan bahagia jika terus bersama Hana,"

"Apa maksud Nenek?"

"Dengar, ya, El. Kamu sudah tahu, kan, kalau dari dulu aku tidak pernah merestui pernikahan ayahmu dengan Hana karena itulah aku tidak menyukai ibumu itu, tetapi Daris ngeyel dan tetap mempertahankan pernikahannya dengan Hana hingga sekarang. Bahkan ia bilang kalau dia tidak butuh kami lagi. Sekarang apa? Kamu malah mau minta bantuan Pras," kata Nenek panjang lebar.

Aku menelan ludah yang terasa sangat pahit. Jadi, ini alasan nenek tidak menyukai kami? Alasan ini pula yang membuat ayah selalu melarangku minta bantuan nenek apa pun yang terjadi. Iya, dari dulu aku tidak pernah minta bantuan nenek saat dalam kesulitan, tetapi tadi aku sangat terpaksa.

Selama ini aku hanya tahu nenek tidak menyukai ayah karena ayah tidak sesukses anak-anak yang lain, tetapi nyatanya ada alasan lain yang menjadi dasar kebenciannya.

"Pergi sana!" ucap Nenek lantang sehingga sukses mengundang rasa penasaran penghuni rumah yang lain.

"Ada apa, Bu? Kenapa teriak-teriak?" tanya Pakde Pras menghampiri kami.

"Ini, Pras. Daris sakit dan Elly memintamu untuk mengantar ke rumah sakit. Nggak tahu diri banget, kan? Malam-malam begini minta bantuan. Tapi nggak usah khawatir. Aku sudah menolaknya dan kamu bisa istirahat. Biarkan Elly minta bantuan orang lain." Nenek menjelaskan panjang lebar.

"Apa? Elly minta bantuan untuk mengantar Daris yang sedang sakit, tetapi Ibu malah menolaknya?" tanya Pakde Pras dengan nada tinggi.

"Iya, bukankah kamu capek, ya?" tanya Nenek dengan dahi berkerut.

Lelaki yang merupakan anak pertama nenek itu mendekatiku. "Memangnya Daris sakit apa?"

Aku mendongak mendengar pertanyaannya. Ada secercah harapan di sana. "Ayah tadi pingsan, Pakde."

"Ya udah. Ayo kita bawa ke rumah sakit sekarang," ujarnya kemudian yang membuat mataku berkaca-kaca.

"Tunggu sebentar, Pakde ambil jaket dulu, ya," ujarnya seraya berbalik, tetapi tangannya ditarik oleh nenek.

"Serius kamu mau mengantar Daris ke rumah sakit demi memenuhi permintaan Elly?" tanya nenek dengan dahi berkerut. Wanita tua itu tidak suka dengan keputusan anak sulungnya.

Pakde Daris tersenyum. Ia memegang tangan nenek yang mendarat di tangannya lalu menurunkan dari sana seraya berkata. "Daris itu adikku dan aku harus menolongnya."

"Tapi, Pras__

"Aku harus menolong dia, Bu." Pakde Pras masuk ke kamarnya meninggalkan nenek yang masih bengong. Tidak lama kemudian dia ke luar dengan memulai jaket tebal berwarna hitam.

Dari ekor mata dapat kulihat kalau nenek begitu kesal, tetapi Pakde Pras tidak peduli. Ia tetap pada keputusannya mengantar ayah dan ini sukses membuatku lega. Ternyata masih ada yang peduli dengan kami.

Bude Irma muncul dan ia juga tidak setuju suaminya mau menolongku, tetapi kemudian Pakde Pras membisikkan sesuatu di telinga sang istri yang entah apa sehingga membuat wanita yang tadinya cemberut itu menjadi tersenyum dan mengizinkan suaminya pergi bersamaku.

Aku berjalan lebih dulu untuk memberi tahu ayah kalau aku sudah menemukan orang yang akan mengantarnya ke rumah sakit, tetapi belum sampai di rumah, Pakde Daris mendahuluiku dengan mobilnya dan langsung memintaku untuk ikut naik bersamanya.

Sesampai di rumah sakit, ayah segera masuk ke ruang IGD agar segera mendapatkan pertolongan.

Aku dan ibu menunggu di luar dengan hati terus riuh berdoa semoga ayah yang sedang berbaring di dalam sana dan sedang diperiksa dokter itu baik-baik saja.

***

Matahari masih enggan keluar dari peraduan saat ponselku berdering sebagai pertanda ada panggilan masuk. Dari layar terlihat wajah Rizal yang sedang tersenyum.

"Halo, Zal. Assalamualaikum," ucapku setelah panggilan terhubung.

"Waalaikumsalam. El, kamu di mana? Aku jemput di rumah kok sepi?" kata Rizal dari seberang sana.

Aku tepuk jidat. Saat ini aku masih di rumah sakit karena ayah opname. Lupa kalau hari ini aku bekerja.

"Aku sedang di rumah sakit," ucapku lirih.

"Hah? Rumah sakit? Kamu sakit apa?"

"Bukan aku yang sakit, tapi ayah."

"Kenapa kamu tidak memberi tahu aku kalau ayah sakit, El? Pantas saja sejak tadi malam perasaanku tidak enak. Kepikiran kamu terus. Makanya aku datang ke rumah meski sudah dilarang," kata Rizal panjang lebar

"Maaf, aku buru-buru tadi malam sehingga tidak bisa ngabari kamu. Lagi pula aku juga merasa nggak enak mau langsung memberi kabar kalau ayah sakit karena kita belum sah."

Kudengar Rizal menghela napas. "Kalau begitu, pernikahan kita dipercepat saja agar aku bisa selalu ada untukmu."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suami yang Diremehkan Ternyata Seorang Boss   Ending

    Tangan Andra gemetar saat menanda tangani berkas persetujuan bahwa istrinya harus dilakukan tindakan operasi caesar saat akan melahirkan. Lelaki itu sebenarnya keberatan Mia dioperasi karena dia tahu biayanya lebih mahal dibandingkan dengan lahiran normal. Namun, demi keselamatan istri dan calon anaknya dia tetap tanda tangan juga. Perkara uang, bisa dipikir nanti. Dia memang sudah punya tabungan, tetapi hanya cukup untuk digunakan jika Mia lahiran normal sedangkan dia tidak berani minta pada mertuanya meski dia tahu orang tua Mia punya banyak uang. Dia tahu, mertuanya terutama sang ibu tidak menyukainya sebagai menantu karena dia hanya anak pembantu. Andra takut ibu istrinya itu tidak mau membantunya. Dan yang paling membuatnya takut adalah mertuanya mau memberi bantuan asalkan dia mau berpisah dengan Mia. Tidak. Apa pun alasannya, Andra tidak mau berpisah dengan Mia terlebih setelah adanya buah hati di antara mereka. Setelah menunggu hampir satu jam lamanya, akhirnya operasi ca

  • Suami yang Diremehkan Ternyata Seorang Boss   Terbongkar

    "Akhirnya kamu ketemu jodohnya juga, Vin. Ibu bilang juga apa? Lelaki tampan dan sukses seperti kamu pasti akan mendapat jodoh wanita yang cantik dan sukses juga," kata Irma seraya mengusap pucuk kepala anak lelakinya itu. Besok adalah hari pernikahan Alvin dengan seorang wanita pilihan neneknya yang masih ada hubungan kekerabatan dengan keluarga mereka. "Ibu senang kamu mau menikah dengan pilihan Nenek yang sudah pasti jelas asal usulnya. Jelas bibit bebet dan bobotnya. Cantiknya sungguhan dan kekayaannya juga bukan bohongan." Irma sengaja meninggikan suaranya agar orang-orang yang sedang berada di dapur itu mendengar ucapannya termasuk Lasmi. Di dapur sedang banyak orang yang sedang membantu memasak untuk acara esok hari. Lasmi yang sedang mengulek cabai di dapur untuk membuat sambal goreng hanya melengos mendengar ucapan Irma. Kakak iparnyanya itu sedang memuji anaknya, tetapi terdengar menyebalkan baginya. Bagaimana tidak? Lasmi merasa seolah sang kakak ipar sedang menyindir

  • Suami yang Diremehkan Ternyata Seorang Boss   Kecewa

    "Minum dulu, Bu." Mia membantu Lasmi duduk setelah beberapa saat yang lalu siuman dari pingsan. Wanita itu tidak sadarkan diri setelah mengetahui fakta yang sebenarnya kalau besannya hanya seorang pembantu di rumah mewah itu. Ucapan Venny kembali terngiang di kepalanya. Ternyata keponakannya itu tidak bohong. Mau ditaruh di mana mukanya nanti saat bertemu gadis yang sudah pernah memberi tahu siapa Andra yang sebenarnya, tetapi dia malah tidak percaya. Segelas teh yang masih mengepulkan asap diangsurkan Mia pada sang ibu.Lasmi enggan menerima minuman itu dan membiarkannya tetap berada di tangan Mia. Kenyataan bahwa anak gadisnya hanya bersuamikan seorang anak pembantu membuatnya tidak berselera meski hanya minum saja. Geri mengambil alih minuman itu dari tangan Mia lalu memberikan pada sang istri. "Minum dulu agar tubuhmu sedikit bertenaga. Kulihat wajahmu begitu pucat." Akhirnya Lasmi mau minum. Dia menatap Mia seraya menyeruput sedikit demi sedikit minuman manis itu. Rasa hang

  • Suami yang Diremehkan Ternyata Seorang Boss   Ingat Mantan

    "Kenapa, Mas? Kok kayak lagi banyak pikiran gitu?" tanya Elly saat berada di meja makan dan melihat suaminya seperti tidak selera makan. "Ah, enggak. Aku nggak apa-apa, kok." Lelaki bermata teduh itu hanya membolak-balik makanan di hadapannya. Nasi di piringnya belum berkurang separuhnya padahal punya Elly sudah mulai habis. Elly menghela napas perlahan. Dia berdiri lalu mengambil piring milik Rizal. "Masakanku nggak enak, ya? Aku ganti aja, ya? Mau minta dimasakin apa? Atau mau pesan online aja." Rizal tersenyum. Diambilnya kembali piring miliknya dari tangan sang istri. "Nggak usah. Makanan ini enak. Rasanya pas di lidah. Apalagi ini juga makanan favorit aku." Lelaki itu mengambil sebiji udang goreng tepung lalu mencocolnya dengan saus dan menggigitnya. "Tetapi kenapa kayak nggak enak gitu? Tuh, lihat makanan aku sudah hampir habis sedangkan kamu masih banyak." Elly menunjuk piring Rizal. "Kalau memang ada masalah, cerita sama aku, Mas. Apa mungkin ada masalah di toko?" Lel

  • Suami yang Diremehkan Ternyata Seorang Boss   Kenyataan

    Andra mengumpat dalam hati. 'Siapa sebenarnya wanita itu? Kenapa dia bisa tahu aku? Si@l. Kenapa orang-orang sepertinya tidak suka melihat aku bahagia sedikit saja.'"Katakan padaku, Mas. Kalau yang dibilang Venny itu tidak benar." Mia mengulangi pertanyaannya.Andra mendongak. Ditatapnya Mia yang terlihat sangat cantik sempurna di matanya. "Iya, Mia, aku__Tangan Mia terulur. Jarinya mendarat di bibir Andra. "Ssstt. Aku percaya seratus persen sama kamu karena aku sudah melihat dengan mata kepalaku sendiri. Sepupuku itu memang begitu, dia paling nggak suka melihat aku bahagia. Dari dulu kami memang nggak pernah akur. Selalu bersaing untuk menjadi yang terbaik. Namun, sekarang akulah pemenangnya. Dia pasti iri." Mia berkata sambil melirik Venny yang duduk diapit Alvin dan ibunya. Venny melotot. Dia tidak terima dengan ucapan Mia. "Eh, siapa bilang aku iri? Yang kukatakan ini be__Venny tidak melanjutkan ucapannya karena mulutnya dibekap oleh Alvin lalu mengajaknya berdiri dan menarik

  • Suami yang Diremehkan Ternyata Seorang Boss   Setelah Sah

    "Kalau bukan Rizal yang memberi tahu pada Mia, lalu siapa? Rizal nggak mungkin berani bersumpah atas nama Tuhan.Mungkinkah ada seseorang yang tahu siapa aku sebenarnya dan orang itu kenal dengan Mia?" Andra berjalan mondar-mandir di dalam kamarnya. Sebuah kamar berada dekat dapur yang luasnya tentu saja tidak seluas punya sang majikan. Iya, dia memang diperbolehkan pinjam barang termasuk pakaian milik Ferdi, tetapi untuk fasilitas kamar tidur tetap menempati kamar pembantu dan sama sekali tidak diperkenankan tidur di kamar majikan. Pikiran Andra gelisah. Sesekali ia mengacak rambutnya karena frustrasi. Lelaki bertubuh tinggi itu berjalan menuju jendela. Tatapan matanya tertuju pada pohon-pohon di samping rumah yang rimbun Berharap hatinya tenang jika pandangannya teralihkan. Alih-alih tenang, lelaki itu justru semakin gelisah. Lalu ia berjalan kembali menuju ranjang dan menjatuhkan bobotnya di sana dengan kasar. "Aduh, aku jadi takut Mia membatalkan pernikahan ini jika tahu siap

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status