Dion duduk di teras rumah dengan tatapan kosong, menunggu Rania pulang. Tak lama, sebuah mobil mewah berhenti tepat di depan rumah sederhana mereka.
Dahinya mengerut. Dari mobil itu, turun seorang pria yang sama seperti yang dilihatnya di restoran. Pria itu mengenakan setelan jas rapi, langkahnya penuh percaya diri. Dia memutari mobil, lalu membukakan pintu dan Rania keluar dari sana. Dion menatap pria itu berjalan menuju bagasi, mengeluarkan beberapa kantong belanjaan yang tampak mewah. Rania menyadari Dion yang sudah berdiri di sana. Bukannya terkejut atau merasa bersalah, dia malah menyunggingkan seringai di bibirnya. "Kok udah di rumah, Mas? Pasti pulang cepet karena nggak banyak orderan, ya?" tanyanya, seolah menghina Dion yang hanya seorang ojek online. Dion tak menjawab, hanya menatap kosong ke arah istri serta pria asing itu. Pria di samping Rania juga menatap Dion dengan tatapan merendahkan. Pria itu tertawa kecil, memperlihatkan senyum dingin yang membuat suasana semakin tak nyaman. Rania melirik ke arah pria itu, lalu menoleh lagi ke Dion. "Mas, kenalin ini Yoga. Temen lama aku. Aku lebih dulu kenal dia daripada kamu. Dia baik banget, loh, belanjain aku ini itu. Kayaknya Mas nggak pernah bisa kasih aku yang kayak gini, ya?" Yoga mengangguk sambil tersenyum mengejek. "Dion, ya?" tanyanya, nadanya terdengar menghina. "Rania banyak cerita soal kamu. Saya kira, sebagai suami, harusnya bisa kasih lebih, bukan cuma uang pas-pasan tiap hari." Dion menelan ludah, tangannya terkepal erat. Dadanya bergejolak, amarah dan rasa terluka bercampur aduk. "kamu ngapain sama dia?!" Rania mendengus kecil, lantas menjawab, "kamu sadar, dong. Lihat hidup kita, lihat aku! Aku capek hidup susah terus. Yoga ini bisa bantu aku, lebih dari apa yang Mas bisa." "Jadi .., ini yang kamu mau, Ran?" tanyanya, suaranya nyaris berbisik. Rania hanya mengangkat bahu, seolah sudah tak peduli lagi. Sementara itu, Yoga meletakkan tangan di bahu Rania, senyumnya semakin melebar. "Kamu tahu, Dion, ada banyak hal di dunia ini yang nggak bisa dibeli cuma dengan kerja keras. Harus ada hasil nyata, yaitu ... uang. Percuma kerja keras doang kalau nggak ada uangnya." Dion hanya bisa menatap mereka berdua dengan tatapan nanar, tak tahu harus menjawab apa. "Mas Dion, kamu tahu nggak? Yoga ini dari sekolah sudah kerja keras banget. Dia sekarang jadi manajer di sebuah perusahaan ternama di kota ini," ucapnya sambil menyeringai, seolah mempermalukan Dion. Yoga mengangguk, menampilkan senyum yang penuh kebanggaan. "Iya, Rania benar. Dari remaja aku sudah kerja." Dion masih diam, menahan sakit di hati. “Teman lama?” tanyanya pelan, seolah mengingat kembali saat Rania tak pernah bercerita tentang hubungan masa lalunya. "Betul!" Rania menjawab dengan semangat. "Kami ketemu lagi di aplikasi online. Awalnya ngobrol, eh, langsung nyambung! Eum ... mungkin ini cara Tuhan menunjukkan jodoh yang lebih baik. Yang bisa kasih aku lebih dari lima puluh ribu perhari." Rania dan Yoga tergelak bersama, tanpa mempedulikan wajah Dion yang sudah merah padam. "Jadi, semua ini tentang uang?" tanya Dion, suaranya mulai meninggi. "Kamu lebih memilih yang kaya daripada suami kamu sendiri?!" Rania menjawab dengan sinis, "Mas, hidup ini butuh lebih dari sekadar cinta. Aku ingin hidup yang lebih baik, dan Yoga bisa kasih itu!" Dion beralih menatap Yoga dengan tajam, merasakan kebencian yang tumbuh dalam dirinya. "Mungkin kamu bisa memberi Rania banyak uang, tapi kamu tidak akan bisa menggantikan cinta yang sudah kami bangun selama ini," ujarnya tegas. Rania mendengus. "Cinta? Cinta gak bisa bikin kenyang, Mas! Cinta juga gak bisa buat bayar tagihan, air, dan listrik. Pakai akal, dong, kalau ngomong!" Yoga menggelengkan kepala, sesekali terkekeh melihat wajah pias Dion. "Kamu terlalu naif, Dion. Rania berhak mendapatkan yang lebih baik. Kamu harus merelakannya untukku." Yoga menarik Rania hingga perlahan wanita itu menghadap ke arahnya, wajahnya masih penuh kesombongan. "Kamu seharusnya serius mempertimbangkan untuk menceraikan Dion. Dia jelas tidak berguna sebagai suami. Bagaimana dia bisa membahagiakanmu dengan penghasilan pas-pasan seperti itu?" tanyanya sambil melirik Dion dengan tatapan merendahkan. Rania tertawa kecil, seolah setuju dengan ucapan Yoga. "Iya, ya. Kadang aku berpikir, apa yang bisa dia kasih selain cinta? Uang juga penting, dan kamu benar, Mas Yoga." Dion hanya bisa mengepalkan tangan, menahan amarah dan sakit hati yang menggelora di dadanya. Rania berbicara dengan enteng, seolah semua yang pernah terjadi antara mereka tidak ada artinya lagi. "Lihat penampilannya, Mas Yoga. Siapa yang mau punya suami gembel begini?" Rania menambahkan sambil melirik Dion dengan sinis. Dion merasakan dunia seolah runtuh di sekelilingnya. "Ran, jangan ngomong cerai sembarangan. Nggak akan ada perceraian di antara kita!" "Mas, ini tentang kebahagiaan. Kamu harus mengerti," Rania menjawab, nada suaranya seolah menyalahkan Dion. "Aku nggak bisa terus hidup begini. Kalau kamu beneran mencintaiku, tolong lepaskan aku agar aku mendapatkan kehidupan yang lebih baik." Belum sempat Dion menyahut, Yoga lebih dulu menyela, "kamu tahu, Dion, terkadang orang seperti kamu harus bisa merelakan. Keterbatasanmu hanya akan mengikat Rania dalam kehidupan yang penuh kesengsaraan. Apa kamu kira miskin nggak sengsara?!" Dion mengerutkan dahi, berusaha mengendalikan emosinya. "Berhenti berbicara seolah kamu tahu segalanya tentang hidupku! Rania mencintaiku, dan aku mencintainya, meskipun keadaan kami sulit." Rania menggelengkan kepala, wajahnya terlihat muak. "Cinta tidak cukup, Mas. Aku butuh lebih dari sekadar janji. Aku butuh kehidupan yang layak." "Jadi, kamu memilih dia? Seseorang yang baru membelikanmu barang-barang ini daripada suami yang sudah bertahun-tahun bersamamu?" tanya Dion, suaranya menahan sakit yang mendalam. Yoga tersenyum lebar, seolah menikmati pertengkaran itu. "Sebenarnya, Rania berhak mendapatkan seseorang yang bisa memberinya semua yang dia inginkan. Kenapa harus terjebak dengan kehidupan yang penuh keterbatasan?" Dion mengangguk, rahangnya mengetat tegas menahan sakit hati yang menghujam dadanya. "Kalau ini yang kamu mau, Ran, aku tidak akan menghalangi. Tapi ingat, kamu bisa mendapatkan semuanya, tapi kamu tidak akan pernah mendapatkan cinta yang besarnya melebihi cintaku." Rania dan Yoga saling berpandangan, kemudian wanita itu menyeringai sinis ke arah Dion. "Ini hidupku, Mas. Aku tidak akan menyesali pilihan yang sudah aku buat." Dion memalingkan muka, gemuruh amarah bertalu kencang di dalam hatinya. Ingin sekali memukul wajah sombong Yoga, tetapi tangannya terasa kaku. Tiba-tiba, ia merasakan ponselnya bergetar. Sebuah pesan dari nomor asing masuk, membuat matanya membelalak lebar sedetik kemudian setelah membaca isi pesan itu. [Kapan kamu pulang, Dion? Sudah cukup kamu mengasingkan diri, Papa minta maaf karena tidak merestui hubunganmu dengan Rania dulu. Sekarang, pulanglah, Nak. Papa restui pernikahan kalian dan bawalah istrimu ke mansion. Perusahaan juga butuh kamu sebagai penerusnya.]Beberapa hari berlalu, matahari sudah tinggi ketika Dion memutuskan untuk menyembunyikan semua pembaruan dari Adrian pagi ini. File bernama Final Weapon itu belum dirilis sepenuhnya, hanya bocoran kecil yang langsung diturunkan lewat jalur hukum. Tapi satu hal yang membuat Dion resah adalah, folder tambahan yang ditemukan Adrian, bertuliskan 'LYRAxJEREMY_SECRET.'“Jangan kasih tahu Clara dulu,” ujar Dion kepada Adrian lewat sambungan terenkripsi. “Aku harus pastikan isinya valid.”Namun takdir tak pernah mau diajak kompromi. Hari itu, Clara diam-diam membuka laptop Dion yang tertinggal di meja kerja. Rasa gelisah tak membiarkannya tinggal diam. Dan begitu ia melihat folder yang sama, jantungnya langsung mencelos."Skandal Lyra dan Lucas – Eksklusif dari Rania X? File apa ini judulnya kayak gini?!" gumamnya.Dengan tangan gemetar, Clara mengklik file itu. Video muncul, editan kasar, dengan rekaman lama yang dimanipulasi sedemikian rupa. Terlihat sosok perempuan mirip Lyra, sang Mama
Beberapa Jam Setelahnya | Markas Cyber AdrianLayar-layar berkedip. Satu notifikasi darurat muncul di server utama Adrian.[ALERT: NEW MASSIVE UPLOAD DETECTED - FROM UNREGISTERED SOURCE]Adrian mengetik cepat, matanya membelalak. "Shit. Dia udah nyebarin. Final Weapon udah rilis!"Dion yang baru saja sampai lagi di ruangan itu langsung menoleh. “Apaan maksudnya?”Adrian menampilkan tampilan layar“Gila. Ini ... deepfake. Tapi bukan cuma itu. Mereka gabungin footage lama Clara, yang dulu pernah curhat via Zoom ke sahabatnya waktu dia ditinggal pacar pertamanya terus diganti background, ganti angle, ganti lighting. Dibik
Malam Harinya | Markas Tim Cyber AdrianGedung itu tampak seperti kantor pengacakan data biasa dari luar. Tidak ada plang nama. Tidak ada papan perusahaan. Hanya sebuah gedung berlantai tiga dengan warna abu-abu pudar di pinggiran kota. Tapi di dalamnya, layar-layar monitor menyala terang dengan tampilan kode, grafik jaringan, dan puluhan jendela sistem.Pria berkacamata, rambut cepak acak-acakan, dan hoodie hitam itu menyambut Dion dengan cepat.“Kamu telat tiga puluh dua menit. Udah aku dekripsi setengah. Tapi ini ... gila, sih, Bro.”Dion duduk di kursi putar dengan cemas. “Langsung aja, jangan bertele-tele. Tunjukin!”Adrian membuka folder khusus, dan menekan enter. Sebuah jendela video muncul. Gambar pertama menampilkan Clara sedang bicara dengan seorang pria di restoran, mengenakan blouse biru laut dan riasan tipis.Dion langsung mengerutkan dahi. “Itu ... bulan lalu kayaknya. Dia ketemu klien.”“Lihat ini,” kata Adrian, lalu maju timeline-nya.Tiba-tiba audio dipotong dan dig
KEESOKAN PAGINYA.Masih dengan wajah penuh kemarahan, Dion mengacak rambutnya sekali lagi. Ia meneguk air putih dari botol yang ada di meja, mencoba menenangkan diri meski dadanya terus naik turun. Sekuat tenaga ia menahan untuk tidak membanting sesuatu lagi.Ponselnya kembali bergetar. Kali ini dari Clara."Cla—""Aku udah tenang," sahut cepat Clara, suaranya masih terdengar dingin. "Dan aku nggak sebodoh netizen yang langsung percaya video tiga menit dan siluet buram. Tapi Mas Dion, ini udah kelewatan. Gimana bisa kamu nggak sadar dia nyiapin semua ini?""Dia licik, Cla. Aku pun baru tahu. Aku bahkan nggak ingat ada momen itu difilmkan. Waktu itu ... aku benar-benar buta, aku percaya sama dia sepenuhnya. Sekarang aku ngerti, ternyata dari awal dia pelan-pelan nyusun bom waktu buat ngancurin semuanya."Clara menghela napas panjang. “Mas, aku tahu kamu dulu punya masa lalu, dan aku juga tahu kamu pernah sangat mencintai dia. Tapi sekarang? Dia udah mainin nama aku, harga diri aku, bah
KEESOKAN HARINYA Dikediamannya, Rania menyeduh kopi sambil mengaktifkan notifikasi akun Instagram HotFeed.ID. Begitu layar menyala, senyumnya langsung melebar. Video dan artikel yang ia rekam bersama Lisa sudah naik sejak pukul enam pagi tadi. Dalam waktu kurang dari dua jam, unggahan itu sudah disukai lebih dari 240 ribu orang dan komentar membanjiri kolom postingan."Aku nggak nyangka secepat ini viralnya," gumamnya sambil meneguk kopi.Ia menggulir layar, menikmati tiap komentar seolah sedang menyaksikan pentas drama yang ia ciptakan sendiri.[@HotFeed.ID"AKU MASIH DICINTAI, TAPI DIBOHONGI"Eksklusif: Istri Pertama CEO Inisial D.E, Buka Suara, Menangis Ceritakan Kisah Cinta Rahasia di Balik Layar.Dalam video berdurasi 3 menit ini, R*, mantan istri sah dari D.E, menangis sambil menceritakan bahwa pria yang kini tengah dekat dengan pewaris brand fashion ternama, C.J., masih kerap datang ke rumahnya, tidur bersama, bahkan menjanjikan akan memperbaiki hubungan.“Aku pikir kami akan
[Mas Dion, aku jatuh di kamar mandi. Kepalaku kebentur. Aku sendiri di rumah. Tolong datang ke sini, Mas, aku nggak kuat berdiri.]Dion mengerjap. Pesan itu terpampang jelas. Tangannya sempat ingin membalas, tapi ia urung. Dahi Dion berkerut menahan kesalDion menurunkan ponselnya perlahan, tetapi panggilan dari Rania menyala terang di layar.Rania – Calling…Ia mendesah pelan, mencoba mengabaikan. Suara dari podium masih ramai. Pak Togar tengah menjelaskan strategi ekspansi digital di kawasan perumahan baru yang dirancang terintegrasi dengan konsep smart city."Drama apalagi ini?" batinnya. Mata Dion kembali memandangi ruangan rapat yang tengah serius mendengarkan presentasi keuangan.Ia menaruh ponsel di atas meja. Namun belum lima menit, ponsel itu kembali bergetar.Rania – Calling…Dion menekan tombol Reject.Lima menit kemudian, ponselnya kembali bergetar. Matanya melirik sekilas, lantas membuang pandangan saat nama mantan istrinya lagi yang muncul di layar.Rania – Calling…Ia