Share

Bab 5b

Malam ini di rumah akan ada acara makan malam keluarga. Dirga akan ke Eropa tepatnya Italia untuk beberapa lama. Sebelum pergi, Dirga mengumpulkan seluruh anak dan cucunya. Rencana kepergian kali ini adalah untuk mengurus sesuatu yang sangat penting. Sepertinya pembukaan cabang dengan investor besar.

Pasti bakalan berisik. Para om dan tante itu akan banyak bicara. Membosankan. Reynand menggerutu dalam hati. Jujur jika boleh memilih dia tidak akan ikut acara makan malam keluarga. Namun kakeknya akan marah besar, dan dia tidak ingin kakek marah.

“Eh, mau ke mana? Masih sore gini mau pulang?” Dedy heran melihat Reynand merapikan tas dan perlengkapan sekolah. Hari ini tidak ada jadwal latihan band jadi mereka menghabiskan waktu di kelas untuk nongkrong dan mengerjakan PR. Lebih tepatnya terpaksa mengerjakan tugas daripada kena masalah.

“Ada acara malam ini di rumah. Tante dan om gue akan datang semua buat makan malam.” Reynand menyahut dengan malas.

“Lu yakin mau hadir?” Anjas melihat Reynand yang kurang antusias.

“Harus. Kakek bisa marah kalau gue nggak ada.” Reynand mengedikkan bahu. Setelah barangnya rapi, dia berjalan menuju pintu keluar. Teman-temannya berpandangan melihat dia keluar tanpa gairah.

“Pasti ada perang malam ini.” Roki berkata pelan.

“Selalu seperti itu dan besoknya pasti ada yang dihajar sama Reynand.” Anjas menggelengkan kepala.

Sepanjang jalan menuju rumah, pikiran Reynand mengembara, sama sekali tidak fokus pada ramainya jalanan. Makan malam keluarga selalu menjadi hal yang tidak menyenangkan untuknya. Di acara itu segala dosa dan aibnya akan ditelanjangi, diumbar, dan dicaci maki. “Damn!”

Di halaman rumah sudah ada dua mobil terparkir. Mobil kakeknya juga sudah ada. Reynand memperhatikan deretan mobil mewah yang ada di garasi rumahnya. Membawa motornya melewati lorong samping halaman menuju parkiran motor. Sedikit berlama-lama di sana, melepas helm dan jaketnya, menyampirkan ke dinding garasi. Setelahnya membuka pintu kecil yang langsung menuju dapur.

Aroma masakan yang wangi menggiurkan menguar dari dapur. Sarni terlihat sibuk memasak ditemani beberapa koki yang sepertinya didatangkan khusus dari restoran untuk acara malam ini. Reynand melepas sepatu dan berjingkat menuju kamarnya yang berada di lantai dua. Dari dalam kamarnya suara tawa mereka terdengar nyaring. Reynand masuk kamar mandi untuk menyegarkan badan. Selesai berganti baju terdengar ketukan di pintu.

“Kak Rey, ini Ferina. Aku boleh masuk?” Suara anak perempuan melengking menembus pintu kamar.

“Iya, masuk aja.” Pintu didorong terbuka, tampak seorang anak perempuan cantik berumur dua belas tahun dengan pakaian modis yang terdiri atas gaun indah berwarna pink dan rambut yang ditata dengan gaya. Anak itu berjalan pelan memasuki kamar. Begitu melihat Reynand tengah berdiri di depan cermin menyisir rambut, dia langsung menubruknya dan memeluk dari belakang.

“Kak Rey, Erin kangen banget. Katanya Kak Rey mau ngajak Erin jalan-jalan, mana? Ditunggu-tunggu nggak ada kabar sama sekali.” Anak perempuan itu menyemburkan banyak kata yang hanya diangguki oleh Reynand.

“Iya nanti. Kakak masih sibuk.”

“Sibuk apa? Pacaran? Ferina yakin Kakak pasti gonta-ganti pacar terus. Iya, 'kan? Udah berapa kali dalam bulan ini?”

Reynand menggelengkan kepala tidak percaya dirinya dimarahi oleh anak kecil. “Kamu anak kecil mau tahu aja urusan orang.”

Reynand berbalik dan melepas rangkulan anak itu di pinggangnya. Ferina cemberut menatap Reynand. Dia selalu menyukai kakak sepupunya ini. Cool. Hanya itu kata yang cocok untuk menggambarkannya.

“Wah, kamu seperti princess malam ini. Udah dua belas tahun, ya? Sebentar lagi masuk SMP.” Reynand menjawil pipinya dan berjalan menuju meja untuk meletakkan sisir, memakai antingnya kembali.

“Iyalah, aku udah besar sekarang.” Gadis kecil itu bergaya di depannya, membuatnya tersenyum. Mata yang bulat besar menatapnya dengan gaya anggun congkak untuk ukuran anak baru besar. Menggelengkan kepalanya Reynand mengandeng tangan Ferina untuk membawanya turun.

“Jangan terlalu cepat besar, nanti Kakak jadi tua. Aku lebih suka kalau tetap muda dan ganteng. Jadi kamu terus saja jadi anak kecil, ya?” Kata-kata Reynand membuat Ferina cemberut.

"Muda dan ganteng? Maksudnya biar banyak yang naksir?"

“Nah termasuk itu, hahaha.” Reynand tertawa melihat wajah sepupu kecilnya cemberut tidak senang. Gadis kecil ini selalu menyukainya dan dia juga menyukai Ferina yang centil dan kekanak-kanakan. “Sudah, jangan cemberut. Dua minggu lagi Kakak selesai ujian. Kakak akan bawa kamu makan es krim. Deal?”

Mendadak wajah Ferina kembali ceria. “Beneran?”

“Iya.” Reynand mengangguk untuk meyakinkan. Mereka berdua berjalan bersisian memasuki ruang makan. Di sana sudah hadir semua anggota keluarga lainnya.

“Wah ... ini dia tuan muda yang selalu datang terlambat.” Suara tantenya menegur dengan halus, membuat Reynand melengoskan wajahnya tidak suka.

“Yanara.” Suara teguran pelan membuat tantenya tertawa.

“Apa salahku bicara begitu? Dia memang selalu datang terlambat.”

“Sudahlah, yang penting dia ada sekarang. Gimana kabarmu, Rey?” Om Yosi menegurnya, entah untuk membelanya atau agar tampak baik di hadapan Dirga.

Reynand tidak peduli. Dia hanya ingin duduk makan dan selesai melewati neraka ini. “Baik, Om.”

“Gimana dengan sekolahmu? Apa nilai-nilaimu ada kemajuan?”

“Nggak, biasa saja.” Reynand menjawab pelan, mengambil minuman dan meneguknya.

“Oh ya? Kamu harus banyak belajar dari Farid. Nilainya sangat bagus.” Om Yosi menepuk punggung anak laki-lakinya yang duduk tepat di sebelahnya dengan bangga.

Reynand memperhatikan Farid Kakak Ferina dalam-dalam. Sepupunya itu seumuran dengannya, tetapi mereka jarang sekali bicara. Farid adalah jenis orang yang dijauhi oleh Reynand dan kawan-kawannya. Pendiam, berkacamata, dan selalu sibuk belajar.

“Tapi Kak Reynand lebih keren dari Kak Farid yang membosankan.”  Ferina menyahut lantang untuk membela Reynand.

“Ferina, bisa kamu bilang begitu sama Kakakmu?” Melina, mamanya Ferina dan Farid tampak marah. Wajah cantiknya yang angkuh mendelik marah pada anak perempuannya.

 “Hahaha! Keren saja nggak cukup kalau nggak bisa belajar.”

Suara Yanara bagaikan pisau tajam di kuping Reynand. Dia menghela napas mengambil salad di depannya dan mulai mengunyah. Bukan karena lapar, tetapi sekadar untuk melakukan sesuatu. Reynand memperhatikan Adam anak Yanara terlihat duduk makan dengan diam tak peduli mamanya. Di sampingnya papa Adam, yaitu Gilbert yang merupakan warga negara asing. Sebenarnya dia orang yang asyik, hanya saja begitu penurut pada istrinya.

“Apa semua sudah berkumpul?” Dirga datang memasuki ruang makan, langsung duduk di ujung meja makan. “Bagus, kalau sudah ada semua. Bisa kita mulai makannya sekarang? Malam ini sengaja Kakek masak kesukaan cucu-cucu Kakek semua.”

Dari dalam dapur para pelayan menghidangkan berbagai makanan, spageti, rendang daging juga udang besar-besar yang disajikan di atas piring besar. Reynand makan yang hanya terjangkau oleh tangannya. Ferina yang duduk di sampingnya sibuk menambahkan makanan di piring Reynand. Memperhatikan tingkah Ferina membuat mamanya geregetan, tetapi tidak bisa apa-apa karena Dirga memperhatikan.

“Pa, apakah persiapan sudah selesai semua? Dokumen yang akan dibawa ke Italia?” Yosi bertanya pada Dirga.

“Sudah, ada Eleanor yang mengurus.”

“Kenapa Papa begitu percaya pada sekretaris kecil itu?” Yanara menjawab dengan nada tidak suka.

“Sekretaris itu bernama Eleanor dan ya, Papa percaya seratus persen padanya. Rasanya hal ini tidak perlu kita perdebatkan lagi.”

Yanara masih tidak puas dengan jawaban papanya, tetapi menutup mulut setelah melihat kode yang diberikan kakaknya untuk tidak membantah. Mendengar nama Eleanor disebut, pikiran Reynand tertuju pada wanita cantik dengan sikap angkuh yang sudah dua kali dia temui.

“Ferina, kamu tidak makan udangnya, Sayang?” Dirga menawarkan udang pada cucu perempuannya.

“Iya Kakek, tunggu. Erin masih sibuk.”

Dirga tersenyum melihat tingkah cucu perempuannya yang lebih sibuk memberikan makanan pada Reynand daripada makan untuk dirinya sendiri.

“Adam? Bagaimana sekolahmu? Apakah lancar?”

Adam seorang anak laki-laki bertampang kurus, tetapi ganteng. Dikarenakan darah campuran dengan papanya yang seorang bule Belanda.

“Baik, Kek. Adam dapat juara dua di kelas.”

Yanara terlihat bangga dengan anak laki-lakinya. Matanya sinis melirik pada Reynand yang tengah asyik makan udang yang dikupaskan Ferina untuknya. Bersikap seakan-akan tidak ada di ruang makan itu.

“Farid juga nilainya bagus. Tahun ini dapat peringkat tiga di seluruh sekolah untuk satu tingkatan dengannya.”

“Wah, cucu Kakek memang hebat semua. Dan bagaimana denganmu, Ferina? Dapat juara berapa kamu?” Dirga bertanya pada cucu perempuan satu-satunya yang sangat dia sayangi.

“Oh, Ferina dapat ranking lumayan, Kakek. Nggak buruklah, cuma buat Ferina yang penting itu bukan nilai di sekolah tapi kepribadian.”

“Wah, maksudnya bagaimana?” Dirga bertanya dengan tertarik. Papa Ferina memandang putrinya tajam agar tidak mengatakan hal yang macam-macam.

“Maksudnya, nilai tinggi tapi kalau kepribadian nggak bagus, nggak ada teman yang suka, buat apa? Ferina lebih suka jadi seperti Kak Rey, nilai standar tapi idol.” pungkas Ferina. Membuat papanya terbatuk karena kaget dan Reynand tertawa kecil. Dirga tertawa keras.

“Luar biasa. Memang kepribadian itu penting.”

Ferina tersenyum dan meneruskan pekerjaannya mengupas udang untuk Reynand.

“Ferina, mau sampai kapan kamu mengupas udang?” Melina membentak Ferina tidak sabar.

“Bentar lagi, Ma. Kak Rey belum banyak makan.”

“Udah cukup. Kakak udah kenyang. Kamu makan untuk dirimu sendiri.” Reynand berusaha menghentikan Ferina untuk menyuapinya.

“Seharusnya dari tadi. Jadi kamu tidak menyusahkan anak kecil.” Melina menghardik marah.

“Sudahlah, Melina. Ferina sendiri yang menginginkan. Masalah kecil kamu besar-besarkan.” Dirga menegur pelan. Reynand yang mulai kehilangan selera makan, merapikan piringnya dan mengambil gelas minum. Di sebelahnya Ferina mulai meletakkan buah-buahan pada piring kecil di hadapan Reynand.

“Sudah, Erin. Kakak bisa sendiri.” Reynand memegang tangan Ferina untuk menghentikannya. Ferina mengangguk senang.

“Jadi, di Italia nanti Papa mau berapa lama?” Yosi bertanya sambil memperhatikan putri semata wayangnya yang terus menempel pada Reynand.

“Entahlah. Bisa jadi seminggu atau sebulan, tergantung situasi.”

“Trus Reynand gimana? Tinggal dengan siapa dia nanti?” Yanara berkata sambil mengedikkan wajahnya ke arah Reynand.

“Rey bisa hidup sendiri, Tante.”

Jawaban dari Reynand dibalas dengan dengkusan tak percaya.

“Bisa sendiri? Untuk membuat masalah dan mengacau maksudnya?”

“Yanara!” Suara Dirga tajam mengingatkan.

“Kenapa Papa membelanya? Bukannya memang sudah sifatnya pengacau, persis seperti Mamanya.”

Klang!

Suara sendok jatuh mengagetkan semua orang yang tengah asyik menyantap makanan. Reynand berdiri dengan amarah berkobar di wajahnya.

“Tolong Tante jaga kata-kata. Jangan bawa Mama saya dalam setiap masalah.” Suara Reynand bergetar menahan kesal.

“Apa masalahnya? Memang Mamamu biang onar!” Yanara menyahut dengan ketus.

“Yanara, stop! Reynand, duduk lagi dan tenang.” Suara Dirga berusaha meredakan situasi. Namun, rasa kesal sudah telanjur berkobar di dada Reynand.

“Sudahlah, Yanara. Bagaimanapun dia anak Kakak kita.” Yosi berusaha menenangkan adiknya.

“Memang Yuwan Papanya adalah Kakakku, tapi Mamanya bukan. Dan sepertinya dia lebih banyak mirip Mamanya.”

Tidak lagi mampu menahan diri, Reynand menggebrak meja makan, membuat semua terlonjak kaget. Setelahnya dengan terburu-buru meninggalkan ruangan menuju tempat parkir.

“Reynand, mau ke mana kamu?” Suara Dirga tak mampu menghentikan langkah Reynand.

Dia mengambil kunci motor, lalu memakai jaket dan helm. Memacu motornya meninggalkan rumah besar yang membuatnya sesak karena marah. Suara Ferina memanggilnya samar-samar terdengar di antara deru suara mesin. Selalu saja mereka menganggapku pecundang, dan menganggap mereka lebih hebat daripada aku.

Dalam kemarahan dan kesedihan, Reynand memacu motor dengan kencang menembus jalanan.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Nona Wati
bagus ceritanya.. lanjutkan kereatifitasmu
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status