Share

Bab 62

Author: Sri Pulungan
last update Last Updated: 2025-05-06 08:29:34

Sebelum Rafa sempat mengucapkan sepatah kata pun lagi, suara langkah berat terdengar mendekat dari arah pintu. Suara sepatu kulit menjejak lantai marmer, ritmenya mantap, dingin, seperti nada ancaman yang tak perlu diterjemahkan.

Pintu kamar terbuka perlahan. Sosok pria tinggi berjas gelap itu muncul di ambang pintu, membawa serta aura yang seketika mengubah suhu ruangan.

Tuan Mahendra.

Matanya menyapu ruangan dengan tajam, lalu terhenti pada Rafa yang duduk di sisi ranjang, sebelum beralih ke wajah pucat Prameswari. Wajahnya tetap kaku, nyaris tanpa ekspresi. Bahkan sapaan tak ia berikan.

"Aku dengar keadaan mamamu membaik," ucapnya datar, mendekat tanpa benar-benar menunjukkan perhatian.

“Sedikit lebih stabil,” jawab Rafa singkat, tenang tapi tak hangat.

Tuan Mahendra hanya mengangguk kecil, lalu berdiri mematung di sisi ranjang. Tangan panjangnya bersedekap di dada, seperti tembok, tak tersentuh, tak tergoyahkan. Suasana di dalam kamar berubah tegang, membeku dalam hening. Kehadira
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 63

    Malam merayap perlahan di langit, menggantungkan kesunyian yang menekan di antara gedung-gedung tinggi. Di dalam kontrakan kecil yang diterangi lampu kuning temaram, Nafeeza duduk di meja kerjanya, menggulung sketsa terakhirnya dengan hati yang teramat lelah. Matanya terasa berat, mengaburkan pandangan terhadap hasil kerja yang sudah selesai, meskipun tidak ada rasa kepuasan yang mengisi ruang hatinya.Danis, tertidur nyenyak di ranjang kecilnya, memeluk boneka dinosaurus penuh dengan kenangan yang mungkin hanya mereka berdua yang tahu. Nafeeza menatap anaknya, namun pikirannya tetap terjerat pada hal lain.Ia berbalik, menatap jendela yang menghadap ke luar, pada lampu-lampu kendaraan yang berlalu cepat di jalanan. Kilatan cahaya yang cepat, acak, dan tak bisa diikuti, seperti takdir yang datang tanpa bisa diprediksi. Sejak bertemu lagi dengan Rafa, segalanya berubah. Hatinya, yang semula penuh kehati-hatian dan jarang tergerak oleh apapun, kini bergetar. Kelembutan yang nyaris terl

    Last Updated : 2025-05-06
  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 64

    Keesokan harinya, di lantai empat sebuah bangunan berarsitektur kontemporer, Avila Studio bekerja dalam diam yang penuh fokus. Para desainer muda sibuk menyiapkan prototipe untuk proyek klien properti terbaru: sebuah hunian futuristik di kawasan BSD yang memadukan teknologi dan estetika.Nafeeza berdiri di dekat maket utama , panel interaktif dari kayu lapis dan akrilik yang menampilkan ide mereka: Living With Light, konsep hunian dengan pencahayaan adaptif dan desain interior yang merespons cuaca. Karyanya.Suara notifikasi mengganggu pikirannya. “Feza, bisa ke ruang meeting sekarang? Kita kedatangan proposal dari Mahendra Corp. Ini besar.”Tanpa pikir panjang, Nafeeza langsung beranjak dari tempat duduknya, menuju ruang meeting.Edo menyambutnya dengan senyum hangat namun hati-hati. Di depannya terhampar dokumen presentasi digital bertuliskan:“Kemitraan Strategis Mahendra Corp & Avila Studio: Transformasi Estetika dalam Proyek Hunian Masa Depan.”“Mahendra tertarik menjadikan kit

    Last Updated : 2025-05-06
  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 65

    Tatapan Arfan menyusuri wajah Nafeeza, seolah mencari celah untuk menyingkap perasaan yang tersembunyi di balik ketenangannya. Tapi perempuan itu tetap diam, menjaga ekspresi wajahnya setegas mungkin. Ruangan terasa sepi dan dingin, bukan karena suhu, melainkan oleh jarak yang dibangun dari masa lalu yang belum pernah selesai dibicarakan."Kalau kamu sudah siap, kita bisa tanda tangan sekarang," ucap Arfan, nadanya datar. Tapi matanya… matanya menyimpan sesuatu yang belum sempat diungkapkan.Ia menatap Nafeeza lama, lalu bertanya, nyaris berbisik, “Tapi aku ingin tahu satu hal… desain terakhir ini, benarkah datang dari hatimu?”Nafeeza menanggapi dengan senyum tipis, sebuah senyum yang lebih mirip luka lama yang tak kunjung sembuh. Ia menarik nafas, menahan gemuruh yang hendak meledak dari dalam dadanya.“Setelah kamu minta direvisi tiga kali,” katanya tenang, “desain terakhir justru yang paling jujur. Karena aku sudah berhenti mencoba menyenangkan siapa pun. Termasuk kamu.”Arfan ter

    Last Updated : 2025-05-07
  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 1

    "Garis dua?" gumamku lirih saat menatap test pack di tangan yang gemetar.Senyumku merekah perlahan. Tanganku terangkat, mengusap perutku yang masih rata. Rasanya seperti mimpi. Setelah penantian panjang, akhirnya ada kehidupan kecil yang tumbuh di dalam rahimku. Aku membayangkan reaksi mas Arfan, apakah ia akan terkejut? Atau justru menangis haru, seperti di video-video kejutan kehamilan yang sering aku tonton?Dengan hati-hati, kusimpan test pack itu di laci meja rias. Hari ini adalah ulang tahun pernikahan kami yang keempat. Aku sudah menyiapkan semuanya: dekorasi sederhana di ruang makan, hidangan favorit Arfan, dan kue kecil bertuliskan "Happy 4th Anniversary." Malam ini, aku akan memberinya kabar paling bahagia dalam hidup kami.Namun, tiba-tiba ponselku berdering. Sebuah nomor tak dikenal muncul di layar. Aku sempat ragu, tapi rasa penasaran mengalahkan keraguanku.“Halo?” sapaku hati-hati.Tak ada jawaban. Hanya suara napas berat di ujung sana, sebelum akhirnya terdengar suara

    Last Updated : 2025-03-27
  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 2

    Aku menatap ibu mertuaku dengan dada sesak. Air matanya mengalir deras, tapi sorot penuh kebencian itu seolah mengiris hatiku. Aku ingin berteriak bahwa aku juga kehilangan, bahwa aku mencintai Arfan lebih dari apapun. Tapi di matanya, aku hanya pembawa sial."Ibu, aku mohon... jangan menyalahkanku," suaraku hampir berbisik, berusaha tetap tenang meski tubuhku gemetar. "Aku juga ingin Mas Arfan selamat. Aku mencintainya, Bu..."Namun, ibu mertuaku tak mau mendengar. Dengan mata yang menyala amarah, ia menudingku."Kalau kau benar-benar mencintainya, kenapa sejak kau masuk ke dalam hidupnya, selalu ada masalah? Kenapa hidupnya justru penuh musibah setelah menikah denganmu?"Aku ingin menjawab, ingin mengatakan bahwa aku pun bertanya-tanya siapa yang tega mencelakai suamiku. Tapi sebelum aku sempat berbicara, suara tegas menghentikan kami."Ibu, cukup."Aku menoleh dan melihat seorang pria yang baru saja memasuki ruang ICU. Pak Rudi."Ibu boleh marah, boleh bersedih, tapi ini bukan saat

    Last Updated : 2025-03-27
  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 3

    "Baik, di mana saya bisa menemui Bapak?" tanyaku tegas. "Datang saja ke kantor polisi," jawabnya. Aku mengangguk, meski tahu Pak Rudi tidak bisa melihatnya. Setelah menutup telepon, aku menatap rumah sakit di depanku. Perasaan campur aduk memenuhi dadaku. Aku ingin kembali masuk, ingin berada di sisi Mas Arfan, tapi kata-kata ibu mertuaku masih menggema di kepalaku. Aku telah diusir, dan jika aku nekat kembali, mereka tidak akan membiarkanku mendekat. Tanganku refleks menyentuh perutku. Aku tidak bisa tinggal diam. Jika ada seseorang yang memang ingin mencelakai suamiku, aku harus mengetahui kebenarannya. Dengan langkah cepat, aku menuju pinggir jalan dan menghentikan taksi pertama yang melintas. Begitu duduk di dalamnya, aku menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Namun, jantungku terus berdebar kencang, dan rasa cemas tak kunjung surut. Perjalanan terasa begitu lama, seolah waktu berjalan lebih lambat dari biasanya. Namun akhirnya, aku tiba di kantor polisi. Pak R

    Last Updated : 2025-03-27
  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 4

    Aku duduk di depan rumah sakit, menatap kosong ke arah lalu lintas yang ramai. Sudah tiga hari berlalu, dan Mas Arfan masih belum sadar. Namun, yang lebih menyakitkan adalah ibu mertuaku yang terus melarangku untuk menemuinya. Setiap kali aku mencoba masuk, para pengawal selalu menghadang dengan alasan yang sama, "Perintah Ibu." Aku tahu ibu mertuaku tidak pernah menyukaiku, tapi aku tak menyangka ia bisa setega ini. Aku menghela nafas panjang, berusaha menenangkan diri. Aku harus menemukan cara untuk menemui Mas Arfan, apapun resikonya. Aku tidak bisa terus menunggu sementara kebenaran tentang kecelakaannya masih menggantung di udara. Ponselku bergetar. Aku segera meraihnya dan melihat nama Pak Rudi di layar. Tanpa ragu, aku menjawab. "Ada kabar, Pak?" tanyaku langsung. "Kami sudah menemukan sopir itu. Setelah penyelidikan, tidak ada hal-hal yang mencurigakan." Aku terdiam sejenak, mencerna kata-kata Pak Rudi. "Tidak ada yang mencurigakan?" ulangku, memastikan aku tidak salah

    Last Updated : 2025-03-27
  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 5

    Aku keluar dari rumah sakit dengan hati penuh kecamuk. Besok pagi, Mas Arfan akan dibawa pergi, dan aku harus mencari cara untuk mencegahnya. Aku tahu, melawan ibu mertuaku secara langsung adalah hal yang mustahil, pengaruh dan kekuasaannya terlalu besar. Namun, aku tidak bisa tinggal diam. Aku harus berani. Aku harus menemuinya. Dengan langkah tegas, aku menuju rumah keluarga suamiku, tempat ibu mertuaku tinggal. Aku sadar, ini langkah berisiko. Sejak awal pernikahan, ia tak pernah menyukaiku, dan setelah kecelakaan yang menimpa Mas Arfan, kebenciannya semakin jelas. Di depan gerbang rumah megah itu, aku menarik napas dalam-dalam sebelum mengetuk pintu. Seorang pelayan membukakan pintu, menatapku dengan ragu. "Saya ingin bertemu dengan Ibu," kataku, berusaha terdengar tegas meskipun hatiku berdebar kencang. Pelayan itu tampak bimbang, tapi sebelum sempat menjawab, suara dingin dari dalam rumah terdengar. "Biarkan dia masuk." Aku menegakkan tubuh dan melangkah masuk ke ruang ta

    Last Updated : 2025-03-27

Latest chapter

  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 65

    Tatapan Arfan menyusuri wajah Nafeeza, seolah mencari celah untuk menyingkap perasaan yang tersembunyi di balik ketenangannya. Tapi perempuan itu tetap diam, menjaga ekspresi wajahnya setegas mungkin. Ruangan terasa sepi dan dingin, bukan karena suhu, melainkan oleh jarak yang dibangun dari masa lalu yang belum pernah selesai dibicarakan."Kalau kamu sudah siap, kita bisa tanda tangan sekarang," ucap Arfan, nadanya datar. Tapi matanya… matanya menyimpan sesuatu yang belum sempat diungkapkan.Ia menatap Nafeeza lama, lalu bertanya, nyaris berbisik, “Tapi aku ingin tahu satu hal… desain terakhir ini, benarkah datang dari hatimu?”Nafeeza menanggapi dengan senyum tipis, sebuah senyum yang lebih mirip luka lama yang tak kunjung sembuh. Ia menarik nafas, menahan gemuruh yang hendak meledak dari dalam dadanya.“Setelah kamu minta direvisi tiga kali,” katanya tenang, “desain terakhir justru yang paling jujur. Karena aku sudah berhenti mencoba menyenangkan siapa pun. Termasuk kamu.”Arfan ter

  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 64

    Keesokan harinya, di lantai empat sebuah bangunan berarsitektur kontemporer, Avila Studio bekerja dalam diam yang penuh fokus. Para desainer muda sibuk menyiapkan prototipe untuk proyek klien properti terbaru: sebuah hunian futuristik di kawasan BSD yang memadukan teknologi dan estetika.Nafeeza berdiri di dekat maket utama , panel interaktif dari kayu lapis dan akrilik yang menampilkan ide mereka: Living With Light, konsep hunian dengan pencahayaan adaptif dan desain interior yang merespons cuaca. Karyanya.Suara notifikasi mengganggu pikirannya. “Feza, bisa ke ruang meeting sekarang? Kita kedatangan proposal dari Mahendra Corp. Ini besar.”Tanpa pikir panjang, Nafeeza langsung beranjak dari tempat duduknya, menuju ruang meeting.Edo menyambutnya dengan senyum hangat namun hati-hati. Di depannya terhampar dokumen presentasi digital bertuliskan:“Kemitraan Strategis Mahendra Corp & Avila Studio: Transformasi Estetika dalam Proyek Hunian Masa Depan.”“Mahendra tertarik menjadikan kit

  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 63

    Malam merayap perlahan di langit, menggantungkan kesunyian yang menekan di antara gedung-gedung tinggi. Di dalam kontrakan kecil yang diterangi lampu kuning temaram, Nafeeza duduk di meja kerjanya, menggulung sketsa terakhirnya dengan hati yang teramat lelah. Matanya terasa berat, mengaburkan pandangan terhadap hasil kerja yang sudah selesai, meskipun tidak ada rasa kepuasan yang mengisi ruang hatinya.Danis, tertidur nyenyak di ranjang kecilnya, memeluk boneka dinosaurus penuh dengan kenangan yang mungkin hanya mereka berdua yang tahu. Nafeeza menatap anaknya, namun pikirannya tetap terjerat pada hal lain.Ia berbalik, menatap jendela yang menghadap ke luar, pada lampu-lampu kendaraan yang berlalu cepat di jalanan. Kilatan cahaya yang cepat, acak, dan tak bisa diikuti, seperti takdir yang datang tanpa bisa diprediksi. Sejak bertemu lagi dengan Rafa, segalanya berubah. Hatinya, yang semula penuh kehati-hatian dan jarang tergerak oleh apapun, kini bergetar. Kelembutan yang nyaris terl

  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 62

    Sebelum Rafa sempat mengucapkan sepatah kata pun lagi, suara langkah berat terdengar mendekat dari arah pintu. Suara sepatu kulit menjejak lantai marmer, ritmenya mantap, dingin, seperti nada ancaman yang tak perlu diterjemahkan.Pintu kamar terbuka perlahan. Sosok pria tinggi berjas gelap itu muncul di ambang pintu, membawa serta aura yang seketika mengubah suhu ruangan.Tuan Mahendra.Matanya menyapu ruangan dengan tajam, lalu terhenti pada Rafa yang duduk di sisi ranjang, sebelum beralih ke wajah pucat Prameswari. Wajahnya tetap kaku, nyaris tanpa ekspresi. Bahkan sapaan tak ia berikan."Aku dengar keadaan mamamu membaik," ucapnya datar, mendekat tanpa benar-benar menunjukkan perhatian.“Sedikit lebih stabil,” jawab Rafa singkat, tenang tapi tak hangat.Tuan Mahendra hanya mengangguk kecil, lalu berdiri mematung di sisi ranjang. Tangan panjangnya bersedekap di dada, seperti tembok, tak tersentuh, tak tergoyahkan. Suasana di dalam kamar berubah tegang, membeku dalam hening. Kehadira

  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 61

    Sebelum Rafa sempat mengucapkan sepatah kata pun lagi, suara langkah berat terdengar mendekat dari arah pintu. Suara sepatu kulit menjejak lantai marmer, ritmenya mantap, dingin, seperti nada ancaman yang tak perlu diterjemahkan.Pintu kamar terbuka perlahan. Sosok pria tinggi berjas gelap itu muncul di ambang pintu, membawa serta aura yang seketika mengubah suhu ruangan.Tuan Mahendra.Matanya menyapu ruangan dengan tajam, lalu terhenti pada Rafa yang duduk di sisi ranjang, sebelum beralih ke wajah pucat Prameswari. Wajahnya tetap kaku, nyaris tanpa ekspresi. Bahkan sapaan tak ia berikan."Aku dengar keadaan mamamu membaik," ucapnya datar, mendekat tanpa benar-benar menunjukkan perhatian.“Sedikit lebih stabil,” jawab Rafa singkat, tenang tapi tak hangat.Tuan Mahendra hanya mengangguk kecil, lalu berdiri mematung di sisi ranjang. Tangan panjangnya bersedekap di dada, seperti tembok, tak tersentuh, tak tergoyahkan. Suasana di dalam kamar berubah tegang, membeku dalam hening. Kehadira

  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 60

    Langkah Rafa menggema pelan di sepanjang lorong rumah sakit yang sunyi. Aroma antiseptik menusuk hidungnya, tapi yang lebih menyakitkan adalah aroma kenangan yang menyeruak tanpa permisi. Hatinya dipenuhi badai rasa bersalah, menyisakan luka lama yang belum juga sembuh. Ia tak tahu, apakah kedatangannya akan disambut maaf... atau perpisahan. Tapi satu hal yang ia tahu pasti, ada bagian dari dirinya yang tertinggal di rumah itu. Dan kini, bagian itu memanggilnya kembali.Di depan ruang ICU, Pak Hendra, sekretaris pribadi keluarga selama lebih dari tiga dekade, berdiri menunggu. Begitu melihat Rafa, pria paruh baya itu langsung menghampiri dengan mata yang memerah karena kurang tidur.“Syukurlah kamu datang, Nak. Nyonya besar terus menyebut namamu sejak sadar,” ucapnya lirih.Rafa hanya mengangguk. Matanya yang tajam menatap kaca pintu ICU, menembus bayangan tubuh seorang wanita tua yang terbaring lemah di baliknya. Ibunya. Nyonya Prameswari. Pemilik yayasan amal, dan istri dari Tuan Ma

  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 59

    Arfan menunduk sesaat, kedua tangannya terkepal di sisi tubuhnya. Udara di ruangan itu terasa berat, seperti diselimuti kabut tebal yang menahan tiap hembusan nafas. Dada Arfan naik turun, menahan badai emosi yang mengguncang dari dalam. Namun saat ia mendongak, sorot matanya bukan lagi amarah yang mendidih, melainkan lelah. Lelah dari pertempuran yang tak pernah benar-benar usai.“Aurel…” suaranya pelan, namun cukup untuk membuat dada Aurel berdegup tak karuan. “Kau berhak marah. Kau berhak curiga. Tapi tolong… berhenti mencurigai aku terus menerus, seolah aku tak pernah memilihmu.”Aurel terpaku. Ucapan itu, lebih dari sekadar penjelasan. Nada Arfan kali ini berbeda. Bukan defensif. Bukan pula menyudutkan. Ada ketulusan yang menetes dari setiap katanya, dan Aurel tak bisa menampiknya.“Aku tidak akan pernah melupakan apa yang Nafeeza lakukan,” lanjut Arfan. Matanya menatap ke luar jendela, ke arah kota yang kini mulai dibasahi hujan malam. “Ku akui, kami memang sedang ada kerjasama

  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 58

    Langit sore di Veranza perlahan gelap, seolah semesta turut berduka atas jiwa yang terhantam keras oleh kenyataan yang tak terduga. Di dalam ruang kerjanya, Arfan berdiri membelakangi jendela. Setelan jasnya masih terlihat rapi, namun kerahnya sudah longgar, dasinya terlepas separuh. Tangan kanannya mengepal di sisi meja, menahan amukan yang seolah tak ada habisnya, amarah yang belum sempat ia keluarkan.Bayangan Nafeeza kembali datang, memantul di dalam benaknya. Sosok itu, dengan mata yang penuh luka, tak pernah meminta belas kasihan. Tidak pernah. Mungkin justru karena itu, hati Arfan semakin tak karuan. Perempuan itu, meski semua yang terjadi, masih mampu menatapnya dengan cara yang bisa membuatnya hampir runtuh.“Aku benci dia,” bisik Arfan lirih, seperti berusaha meyakinkan diri sendiri. “Tapi kenapa... wajahnya tak mau pergi?”Matanya terpejam, namun justru di saat itu wajah Nafeeza semakin jelas muncul di benaknya. Matanya, suaranya, sentuhan lembut yang dulu membuatnya percay

  • Suamiku, Aku Tak Sudi Mengejarmu Lagi!   Bab 57

    Suara pintu yang terbanting masih menggema di dinding ruangan, seolah memantul-mantul dalam kepala Nafeeza seperti gema petir yang tak kunjung reda. Tangannya masih membalut pipi Rafa yang memar, kulitnya kemerahan dan bibirnya mengeluarkan darah tipis yang mulai mengering. Tapi mata Rafa tetap teduh, memandangnya dengan ketenangan yang menusuk.Bukan karena ia tak merasakan sakit. Tapi karena luka di wajah Nafeeza jauh lebih dalam daripada goresan di pipinya sendiri.“Maaf…” bisik Nafeeza, nyaris tak terdengar. Suaranya patah-patah seperti hatinya. “Aku tak menyangka dia akan... sekejam itu.”Rafa menyentuh punggung tangannya dengan lembut, seperti mencoba menenangkannya lewat kehangatan kecil.“Ini bukan salahmu,” ujarnya tenang. “Luka seperti itu tak tumbuh dalam semalam. Dia menyimpan dendam terlalu lama. Dan sekarang, dendam itu akhirnya menemukan celah untuk keluar.”Nafeeza hanya mengangguk, tapi matanya berkabut. Hatinya remuk. Sorot mata Arfan tadi masih terpatri kuat di inga

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status