Share

6

Anita hanya bisa pasrah menghadapi ayahnya itu, usaha pertama gagal sudah. Dia tak mau lagi memakai jasa Edo, Edo tak ada bakat sedikit pun, hanya bisa mengacaukan rencana.

Ayahnya bukan orang yang bodoh, setelah tatapan ragunya pada Edo kemaren, Anita yakin, tak ada lagi kesempatan untuknya.

"Jadi, kalian telah berpacaran selama bertahun-tahun?"

Anita tau, ayahnya takkan berhenti sampai di sana, dia tipe orang yang persis seperti detektif, menggali sumber ke akar-akarnya.

"Benar, Ayah."

"Ayah baru tau, seleramu aneh, dia bukan tipe laki-laki yang bisa diharapkan."

"Dia laki-laki yang baik."

"Baik saja tidak cukup. Apa benar dia seorang pemilik hotel? Apa dia tak menipumu? Karena saat ayah menanyakan masalah saham, dia kebingungan menjawab, ayah tak mau, kamu malah dimanfaatkan oleh pria yang salah."

"Aku tak mengerti."

"Dia bisa saja berpura-pura kaya, demi mendapatkan harta darimu."

Bibir Anita gatal untuk menjawab, bahwa Edo tidak seperti itu, buktinya, dia mengembalikan semua uang dan segala fasilitas tanpa berkurang sedikit pun. Tapi, jika dia mengatakan itu, sama saja membongkar kebohongan pada ayahnya.

"Jadi, ayah tak merestuinya?"

"Tidak." Ayah Anita menjawab santai, sambil menyesap kopinya. Anita sudah tau ini akan terjadi, mata wanita itu menatap kilauan air kolam renang yang ditempa cahaya matahari pagi.

Sebenarnya tidak masalah, hanya saja, ada perasaan bersalah di hati Anita pada Edo. Seharusnya pria itu mengambil bayarannya, bagaimana pun, Edo telah mengorbankan waktu dan tenaganya, dia berhak untuk mengambil uang itu, Anita bukan orang yang pelit.

"Besok, Taksa ke sini."

Anita terperanjat, menoleh cepat pada sang Ayah. Sudah lama dia tak mendengar kabar pria itu, pria yang menjadi cinta pertamanya tapi tak pernah terbalas. Laki-laki itu, lebih memilih menganggapnya sebagai seorang adik dari pada lawan jenis yang patut dicintai. Buktinya, Taksa menikah dengan orang lain, orang yang menurut Anita bukanlah pasangan yang sepadan untuk Taksa.

"Mas Taksa?"

"Iya, dengan istrinya, dia meminta izin untuk menginap di rumah selama beberapa hari ke depan, ada urusan pekerjaan yang harus di selesaikannya."

"Kenapa tak di hotel saja? Kenapa harus di rumah?" Anita sengit.

"An, dia sudah seperti kakak bagimu. Tak seharusnya kau bicara begitu."

Anita terdiam, dia tak mampu membantah, yang dia rasakan, ada perasaan sesak yang tak bisa dimengerti. Dia rindu, tapi tak ingin bertemu laki-laki itu.

***

"Jadi, misimu gagal?" kata Jenny sambil menata letak jas mahal di dalam lemari kaca. Tidak seperti biasa, Anita betah berlama-lama di butiknya.

"Dia yang menggagalkannya," sahut Anita lesu, pada akhirnya dia menceritakan juga masalahnya pada Jenny. Dia butuh Jenny untuk bercerita.

"Seharusnya kau tak melakukan itu, kau terlalu banyak membaca novel, idemu sangat konyol. Saranku, jika ayahmu memintamu bertemu dengan laki-laki pilihannya, maka tolak saja secara halus."

"Ayahku tidak sesederhana itu, Jen. Dia begitu malu, karena aku tak kunjung menikah. Padahal aku merasa bahagia dengan kondisiku yang sekarang."

"Ya, aku percaya, terkadang, orang menilai, bahagia itu harus menikah. Oh ya, mau aku apakan stelan ini?" Jenny menunjukkan baju yang dipakai Edo kemaren.

"Dia mengembalikannya?"

"Iya, bahkan aku telah menjelaskan bahwa baju ini telah dibayar, dia tak mau tau, dia meletakkan di meja kasir, lalu pergi begitu saja, baju ini seperti selesai dilaundry." Jenny mengendus bau parfum loundry murahan yang menguar tajam.

"Aku titip sama kamu dulu," sahut Anita, dia baru tau, Edo keras kepala juga. Lagi pula, untuk apa dia mengembalikan baju itu, kalau dia tak butuh, dia bisa saja membuangnya ke dalam tong sampah, bukan? Begitu pikir Anita.

"Jen, Taksa kembali." Wajah Anita berubah sendu. Jenny meletakkan jas yang dipegangnya ke dalam etalase, wajahnya berubah serius. Dia tau betul, siapa Taksa itu, dan apa hubungannya dengan Anita di masa lalu.

"Apa? Maksudmu, dia kembali ... Bercerai?"

Anita menggeleng. "Bukan, dia menginap di rumah kami, saat aku ke kantor tadi, supir kami tengah menjemputnya di bandara, aku yakin saat ini mereka telah berada di rumah."

"Oh, Anita." Jenny memeluk sahabatnya itu. Dia masih ingat, bagaimana Anita curhat setiap hari padanya saat pertama kali jatuh cinta pada Taska, tepatnya di masa putih abu-abu mereka. Namun sayang, cinta bertepuk sebelah tangan, Taksa tahan dengan pesona Anita.

"Aku harus bagaimana?" tanya Anita putus asa.

"Tunjukkan bahwa kau baik-baik saja, tunjukkan bahwa kau bahagia walaupun tak berhasil mendapatkan cintanya. Tunjukkan bahwa dirimu adalah Anita dewasa idola para pria, bukan Anita kecil yang mengejar-ngejar Taksa di masa lalu."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status