Share

Babak baru kehidupan

Penulis: mangpurna
last update Terakhir Diperbarui: 2024-07-14 00:12:35

Anisa menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab tawaran Daniel. Ruangan itu hening, menunggu jawabannya.

"Maaf. Aku menghargai tawaran anda, tapi aku harus menolak," ujar Anisa tegas.

Seketika, ruangan meledak dalam kekacauan.

"Kau gila!" Dimas menggebrak meja, membuat piring-piring bergetar. "Itu kesempatan emas, bodoh!"

Anisa berdiri, matanya berkilat-kilat. "Aku bukan bodoh, kak! Ini pilihanku sendiri!"

"Pilihan?" Ayahnya mendengus, bangkit dari kursinya. "Atau cucian otak dari suamimu yang tidak berguna itu?"

Adrian hendak membela diri, tapi Anisa mengangkat tangannya, menghentikannya.

"Bukan, Yah. Ini murni keinginanku sendiri. Aku ingin fokus menjadi ibu dan istri yang baik untuk Adrian dan Alisha."

Siska tertawa mengejek, suaranya melengking tinggi. "Oh, jadi sekarang kau mau jadi budak rumah tangga? Hebat sekali!"

"Diam kau!" bentak Anisa, membuat semua orang terkejut. Ini pertama kalinya mereka melihat Anisa begitu marah.

Reza berdiri, matanya menatap tajam Adrian. "Kau," ia menunjuk, "Kau yang membuat Anisa jadi begini. Apa yang sudah kau lakukan padanya, hah?"

Adrian balas menatap, tangannya terkepal. "Jaga mulutmu, Reza. Kau tidak tahu apa-apa tentang kami."

"Oh ya?" Reza mendekat, wajahnya hanya beberapa senti dari Adrian. "Aku tahu kau hanya parasit yang menempel pada Anisa. Memanfaatkan kecerdasannya untuk hidupmu yang menyedihkan."

"Cukup!" Anisa berteriak, menarik Adrian menjauh dari Reza.

Tiba-tiba, Ayah Anisa menghampiri Adrian, mencengkeram kerah bajunya. "Kau! Berani-beraninya kau merusak masa depan putriku!"

"Ayah, hentikan!" Anisa berusaha melerai, tapi ditahan oleh Dimas.

"Biarkan saja, biar dia tahu akibatnya karena sudah merebut adikku," geram Dimas.

Suasana semakin kacau. Ibu Anisa menangis di sudut, sementara Dinda dan Siska berteriak-teriak mengompori. Daniel, yang tawarannya memicu kekacauan ini, hanya berdiri terpaku.

Di tengah kekacauan itu, tangisan keras Alisha memecah udara. Bayi mungil itu, yang sedari tadi tenang dalam gendongan Anisa, kini menangis ketakutan.

"Lihat apa yang kalian lakukan!" teriak Anisa, air matanya mulai mengalir. "Kalian menakuti anakku!"

Tapi tidak ada yang mendengarkan. Ayah Anisa masih mencengkeram Adrian, sementara yang lain terus berteriak-teriak.

Tiba-tiba, suara pecahan kaca membuat semua orang terdiam. Anisa berdiri di samping meja, tangannya berdarah setelah memecahkan gelas.

"CUKUP!" teriaknya, suaranya menggema di ruangan yang mendadak sunyi.

Anisa berjalan ke arah Adrian, menariknya dari cengkeraman ayahnya. "Kami pergi. Dan jangan harap kami akan kembali."

"Anisa," ibunya terisak, "jangan, Nak..."

Tapi Anisa sudah tidak peduli. Dengan satu tangan menggendong Alisha yang masih menangis dan tangan lain memegang Adrian, ia berjalan ke arah pintu.

"Kalau kalian tidak bisa menghargai keluargaku," ujarnya dengan suara bergetar namun penuh tekad, "maka kalian bukan lagi keluargaku."

Dengan itu, Anisa membanting pintu, meninggalkan keluarganya yang terpaku dalam keterkejutan. Suara langkah kakinya yang menjauh terdengar bagai dentuman final bagi hubungan mereka.

Di dalam mobil, Anisa terisak pelan sambil menenangkan Alisha. Adrian menyetir mobil tuanya dalam diam, sesekali melirik istrinya dengan tatapan khawatir.

Mereka tahu, ini bukan hanya akhir dari makan malam yang kacau. Ini adalah awal dari kehidupan baru mereka, tanpa bayang-bayang keluarga Anisa.

*** Sementara itu dirumah kediaman orang tua Anisa sesaat setelah Anisa dan Adrian pergi. Pintu dibanting keras, meninggalkan keheningan mencekam di ruang makan. Kepergian Anisa dan Adrian menyisakan atmosfer berat yang menggantung di udara. Selama beberapa saat, tak ada yang berani bersuara.

Ayah Anisa yang pertama memecah kesunyian. Ia menggebrak meja dengan keras, membuat piring-piring bergetar. "Dasar anak tidak tahu diri!" geramnya.

"Sayang, tenanglah," Ibu Anisa mencoba menenangkan, meski air matanya masih mengalir.

Dimas mendengus keras. "Tenang? Bagaimana bisa tenang, Bu? Lihat apa yang sudah dilakukan si bodoh itu!"

"Benar," timpal Dinda. "Dia sudah mempermalukan keluarga kita. Dengan memilih hidup sengsara dengan pria miskin itu."

Siska tertawa sinis. "Coba bayangkan, dia menolak tawaran Daniel demi jadi ibu rumah tangga biasa. Sungguh menggelikan!"

Reza, yang sedari tadi diam, akhirnya angkat bicara. "Aku masih tidak percaya Anisa bisa sebodoh ini. Dulu dia gadis paling cerdas yang kukenal."

"Pasti karena pengaruh suaminya itu," geram Ayah Anisa. "Pria itu pasti sudah mencuci otaknya."

Ibu Anisa terisak pelan. "Tapi... mereka terlihat bahagia. Mungkin kitanya saja yang terlalu keras pada mereka?"

"Bahagia?" Dimas tertawa mengejek. "Dengan hidup pas-pasan begitu? Ayolah, Bu. Anisa hanya terlalu gengsi untuk mengakui kesalahannya."

Perdebatan terus berlanjut. Masing-masing anggota keluarga mengutarakan kekesalan dan kekecewaan mereka terhadap pilihan Anisa. Mereka membahas bagaimana Anisa telah membuang masa depan cerahnya, bagaimana ia telah mengecewakan keluarga, dan betapa bodohnya keputusan yang ia ambil.

Di tengah hiruk pikuk itu, Daniel, yang sedari tadi hanya diam mendengarkan, tiba-tiba bersuara. Suaranya tenang namun tegas, membuat semua orang terdiam dan menoleh padanya.

"Kalian semua salah," ujarnya, matanya menatap tajam satu per satu anggota keluarga. "Anisa itu tidak bodoh. Dia justru sangat berani."

Reza menatap sepupunya dengan bingung. "Apa maksudmu, Dan?"

Daniel menarik napas dalam sebelum melanjutkan. Matanya menerawang, seolah melihat sesuatu yang tidak bisa dilihat oleh yang lain.

"Dan....aku... aku tertarik pada Anisa," ucapnya pelan, namun cukup keras untuk didengar semua orang.

Ruangan itu seketika hening. Semua mata terbelalak, menatap Daniel dengan campuran keterkejutan dan kebingungan.

"Apa?" Ayah Anisa yang pertama bereaksi. "Apa maksudmu, Daniel?"

Daniel menatap mereka semua, matanya penuh determinasi. "Aku tertarik padanya. Bukan hanya secara profesional, tapi... lebih dari itu."

Siska ternganga. "Tapi... tapi kau baru pertama kali bertemu dengannya hari ini!"

"Ya," Daniel mengangguk. "Dan itu cukup untuk membuatku kagum. Keberanian Anisa, ketegasannya, loyalitasnya... itu semua membuatku tertarik."

Reza bangkit dari kursinya, menatap Daniel dengan tatapan tidak percaya. "Kau bercanda kan, Dan? Dia itu sudah menikah! Dan juga sudah mempunyai anak!"

"Aku tahu," Daniel menjawab tenang. "Tapi itu tidak mengubah perasaanku."

Suasana kembali tegang. Semua orang saling pandang, tidak tahu harus bereaksi seperti apa terhadap pengakuan mengejutkan ini.

Ayah Anisa, yang wajahnya kini memerah entah karena marah atau bingung, akhirnya berkata dengan suara rendah dan berbahaya, "Lalu... apa yang akan kau lakukan, Daniel?"

Daniel menatap lurus ke mata Ayah Anisa. Matanya berkilat penuh tekad saat ia menjawab, "Aku akan merebutnya. Apapun yang terjadi."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Kesedihan yang Menyisakan Pelajaran

    Dimas terduduk di lantai, matanya memandang kosong ke arah pembatas tempat Daniel terjatuh. "Aku hampir menyelamatkannya... Aku hampir mengubah segalanya," gumamnya dengan suara bergetar.Adrian menepuk bahu Dimas dengan lembut. "Kau sudah melakukan yang terbaik. Dia memilih untuk meminta maaf. Setidaknya, dia pergi dengan hati yang tidak lagi dipenuhi kebencian."Mereka berdua terdiam, menatap langit malam yang dingin. Dalam keheningan itu, keduanya berjanji dalam hati bahwa mereka akan menjaga keluarga mereka dan tidak akan membiarkan kebencian seperti ini menghancurkan lagi.Meskipun akhir ini tragis, mereka tahu bahwa cerita ini mengajarkan mereka tentang arti pentingnya memaafkan dan melepaskan dendam..***Beberapa bulan setelah insiden tragis yang mengguncang kehidupan Adrian dan keluarganya, kehidupan akhirnya kembali berjalan normal. Waktu telah menjadi penyembuh yang luar biasa, perlahan tapi pasti mengobati luka-luka hati yang ditinggalkan oleh kejadian itu. Kehidupan baru

  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Penyesalan

    Adrian melangkah mendekat, tetap memeluk Alisha dengan hati-hati. "Dia selamat, Dimas. Aku dan polisi sudah berhasil menyelamatkannya. Kami tahu Daniel mungkin akan melakukan sesuatu yang nekat."Dimas menatap Adrian dengan kebingungan. "Tapi bagaimana mungkin...? Aku melihat sendiri, kalau dia... Daniel melemparnya..."Adrian menghela napas, mencoba menjelaskan di tengah emosi yang berkecamuk. "Sebelum aku ke sini, aku dan polisi sudah mempersiapkan segala kemungkinan. Kami memasang jaring pengaman di balkon kamar yang ada tepat di bawah rooftop ini. Saat Daniel melepaskan Alisha..." Adrian berhenti sejenak, menatap Alisha yang masih terisak. "...instingku benar. Jaring itu menyelamatkannya."Dimas tersandar lemas ke lantai, matanya mulai berkaca-kaca lagi, tetapi kali ini karena lega yang luar biasa. "Alisha... dia selamat. Dia benar-benar selamat..."Dimas menatap Adrian dengan penuh harap, suaranya gemetar ketika bertanya, "Bagaimana dengan Anisa dan semua anggota keluarga kita? A

  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Daniel melakukannya

    Sementara itu, di rooftop yang penuh ketegangan, Dimas terus mencoba berbicara dengan Daniel. Dengan suara penuh harapan, ia berkata, “Daniel, aku mohon, lepaskan Alisha. Dia hanya seorang anak kecil, dia tidak bersalah. Kau tidak perlu melibatkan dia dalam dendammu ini.”Namun, Daniel tetap tak tergoyahkan. Dengan ekspresi penuh amarah, ia berteriak, “Kau tidak mengerti apa yang aku rasakan, Dimas! Aku sudah kehilangan segalanya. Adrian mengambil semua dariku—hidupku, mimpiku, bahkan wanita yang aku cintai! Dan sekarang, dia harus merasakan penderitaan yang sama.”Alisha terus menangis dalam dekapan Daniel, tangisannya semakin memilukan. Hati Dimas terasa hancur melihat keponakannya yang ketakutan. Ia tahu, jika ia tidak melakukan sesuatu, situasinya bisa menjadi lebih buruk. Dimas mencoba mengalihkan pikiran Daniel dengan berbicara lebih tenang. “Dengar, Daniel. Aku tahu kau terluka, dan aku tidak bisa menghapus rasa sakit itu. Tapi aku percaya kau masih punya hati. Jangan biarkan d

  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Misi penyelamatan

    “Dengar kan aku baik-baik. Sebaiknya kalian berhenti berisik sekarang. Karena pertunjukanku yang kedua akan segera dimulai.”Kata-kata itu membuat Dimas dan Adrian saling berpandangan, bingung dan waspada.“Pertunjukan apa, Daniel? Apa yang sudah kau rencanakan?” tanya Adrian dengan suara tegang, mencoba mencari tahu apa maksud pria di depannya.Daniel hanya tertawa pelan, suara tawanya menggema di rooftop yang dingin. Belum sempat Adrian menuntut jawaban, tiba-tiba suara ledakan keras mengguncang udara, diikuti getaran yang terasa hingga ke tempat mereka berdiri.“Boom!” seru Daniel dengan nada puas, senyumnya semakin lebar melihat kepanikan yang mulai merayap di wajah Adrian dan Dimas.“Apa yang sudah kau lakukan, Daniel?!” teriak Dimas, suaranya penuh kepanikan. Adrian segera mengalihkan pandangannya ke arah suara ledakan, wajahnya memucat.Daniel menatap mereka dengan tatapan penuh kemenangan. “Tenang saja, ledakan kecil itu hanya untuk memberimu pilihan, Adrian. Kau mau menyelama

  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Keadaan semakin genting

    “Jangan mendekat!” balas pria itu, menolehkan wajahnya ke Adrian dengan mata merah dan penuh kebencian. “Kalau kau mendekat, aku tidak akan ragu-ragu untuk... untuk...” Ia tak sanggup menyelesaikan kalimatnya, tapi gesturnya sudah cukup jelas.Angin kencang malam itu membuat suasana semakin mencekam. Alisha menangis keras, tangannya mencoba meraih udara seolah meminta bantuan.“Kau tidak perlu melakukan ini,” kata Adrian, mencoba menenangkan situasi. “Apa pun masalahnya, kita bisa menyelesaikannya secara baik baik. Jangan melibatkan anak kecil yang tidak bersalah.”Pria itu menatap Adrian dengan ekspresi penuh rasa sakit. “Tidak bersalah? Semua kejadian ini adalah salahmu, Adrian! Hidupku hancur karena kau! Sekarang kau harus merasakan penderitaanku!”Adrian melangkah pelan, berhati-hati agar tidak memprovokasi. “Dengar, aku tidak tahu apa yang sudah kau alami, tapi aku bisa membantumu. Asal kau menyerahkan Alisha padaku. Dia tidak seharusnya berada dalam situasi seperti ini.”Pria it

  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Alisha di culik

    Daniel mengepalkan tangannya, suaranya berbisik dingin, “Nikmati kebahagiaan kalian sekarang, Adrian. Sebentar lagi, aku akan memastikan tawa itu berubah menjadi jeritan kesedihan.”Ia menatap Anisa yang tersenyum cerah sambil memegang tangan Alisha. Pemandangan itu membuat hatinya terbakar. Ia memalingkan wajahnya sebentar, berusaha meredam emosi yang semakin memuncak. Dengan langkah perlahan namun penuh perhitungan, ia bergerak menuju belakang panggung kecil tempat perayaan berlangsung.Di atas panggung, Adrian dan Anisa melanjutkan nyanyian mereka, memimpin para tamu dalam perayaan. Alisha, yang kini genap dua tahun, tertawa riang di tengah sorakan semua orang. Suasana bahagia memenuhi ballroom, penuh dengan senyum dan tawa dari keluarga dan teman dekat.Namun, kegembiraan itu tiba-tiba terhenti. Dalam sekejap, lampu di seluruh ballroom padam, meninggalkan kegelapan yang pekat. Suara bisikan dan gumaman panik mulai terdengar dari para tamu.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status