Share

Merebut Anisa

Penulis: mangpurna
last update Terakhir Diperbarui: 2024-07-14 00:20:24

Ayah Anisa, dengan mata menyipit penuh curiga, menatap Daniel lekat-lekat. "Apa maksudmu dengan 'merebutnya ', Daniel? Jelaskan padaku!"

Ruangan itu seketika hening, semua mata tertuju pada Daniel yang berdiri tegak di ujung meja. Ia menarik napas dalam sebelum menjawab dengan suara mantap.

"Saya jatuh cinta pada Anisa, Pak. Pada saat pertama kali melihat dia." Daniel menatap satu per satu anggota keluarga. "Keberaniannya, ketegasannya... semua itu membuatku terpesona. Saya ingin merebutnya dari pria itu, memberikannya kehidupan yang lebih layak."

Dimas, yang sedari tadi diam, tiba-tiba tertawa keras. "Ini dia! Inilah yang kita tunggu-tunggu!" Ia menepuk pundak ayahnya dengan semangat. "Ayah, ini kesempatan kita!"

Ayah Anisa mengangguk, senyum licik tersungging di bibirnya. "Kau benar Dimas. Daniel, kau punya dukungan dan restu penuh dariku. Bawa anakku kembali kerumah ini"

"Tunggu dulu!" Ibu Anisa berseru, wajahnya pucat. "Kalian tidak bisa melakukan ini semua! Anisa sudah bahagia dengan pilihannya. Kita tidak berhak untuk merusak kebahagiaannya!"

"Bahagia?" Dimas mendengus. "Dengan pria miskin itu? Ayolah, Bu. Ibu harus sadar, ini semua demi kebaikan Anisa juga. Apa ibu tidak mau melihat anak kesayangan ibu itu hidup dengan mewah lagi ?"

Sementara diskusi semakin memanas, Reza duduk diam di sudut meja. Wajahnya tenang, tapi rahangnya mengeras. Tangannya terkepal erat di bawah meja, menahan amarah yang bergejolak.

Siska, yang duduk di sampingnya, menyadari perubahan sikap suaminya. Ia bisa merasakan ketegangan yang terpancar dari tubuh Reza. Namun, mengingat mereka sedang berada di tengah keluarga, Siska memilih untuk tidak berkomentar.

"Reza," Daniel tiba-tiba memanggil. "Kau tidak keberatan kan dengan rencanaku?"

Reza menatap Daniel, matanya berkilat berbahaya untuk sesaat sebelum kembali normal. Dengan suara yang dipaksakan tenang, ia menjawab, "Kenapa aku harus keberatan? Lakukan saja apa yang kau mau, Daniel."

Siska menggigit bibirnya, menahan diri untuk tidak menegur suaminya. Ia tahu Reza sedang menahan amarah, dan hal terakhir yang ia inginkan adalah ia tidak ingin ada pertengkaran di depan keluarganya.

"Bagus!" Ayah Anisa berseru. "Kalau begitu, kita mulai menyusun rencana."

Reza bangkit perlahan dari kursinya. "Maaf, aku butuh udara segar sebentar."

Siska hendak mengikuti, tapi Reza menghentikannya dengan lembut. "Tidak perlu, sayang. Aku hanya sebentar."

Setelah Reza keluar, Siska menatap pintu dengan cemas. Ia bisa merasakan ada sesuatu yang tidak beres dengan suaminya.

Tak lama kemudian, Reza kembali masuk. Wajahnya masih tenang, tapi ada kilatan aneh di matanya.

"Jadi, sudah memutuskan strategi kalian?" tanyanya dengan nada yang terlalu santai.

Daniel menatapnya curiga. "Kau benar-benar tidak keberatan kan, Reza?"

Reza tersenyum tipis, tapi senyum itu tidak mencapai matanya. "Tentu saja tidak. Tapi ingat, Daniel, dalam permainan cinta, tidak ada yang bisa diprediksi. Kau bisa menang sebagai pemenang atau kalah seperti pecundang"

Kalimat itu membuat ruangan hening seketika. Siska menatap suaminya dengan rasa kesal. Ia tahu, di balik sikap tenang Reza, ada badai yang siap mengamuk. Namun, demi menjaga keharmonisan, Siska memilih untuk tetap diam, dia berjanji dalam hati akan membicarakan hal ini dengan Reza nanti setelah makan malam ini berakhir.

Malam sudah larut ketika Daniel bangkit dari kursinya, membungkuk sopan kepada orangtua Anisa.

"Pak, Bu, saya mohon ijin untuk pamit pulang," ujar Daniel dengan suara rendah. "Terima kasih atas jamuan makan malamnya."

Ayah Anisa mengangguk, wajahnya masih menyiratkan kekecewaan. "Ya, Daniel. Maafkan kegaduhan yang terjadi malam ini. Seharusnya ini menjadi makan malam untuk membicarakan kerjasama antara perusahaan kita."

Daniel tersenyum tipis. "Justru saya yang harus berterima kasih, Pak. Berkat malam ini, saya jadi bisa mengenal Anisa."

Reza, yang duduk di sudut ruangan, tanpa sadar mengepalkan tangannya erat-erat. Siska, yang duduk di sampingnya, menyadari perubahan sikap suaminya itu.

Setelah kepergian Daniel, semua orang kembali ke kamar masing-masing. Siska memutuskan untuk menginap di rumah orangtuanya bersama Reza. Begitu pintu kamar tamu tertutup, Siska tidak bisa lagi menahan emosinya.

"Reza, apa-apaan sikapmu tadi?" tanya Siska dengan nada tinggi.

Reza, yang sedang melonggarkan dasinya, menoleh dengan wajah bingung. "Maksudmu apa, Siska?"

"Jangan pura-pura tidak tahu! Aku lihat bagaimana kamu menatap Daniel saat dia bilang tertarik pada Anisa. Kenapa kamu terlihat cemburu? Apa kamu masih suka dengan Anisa?”

Mendengar pertanyaan Siska yang tepat sasaran, wajah Reza seketika berubah pucat. Dia gelagapan, matanya bergerak-gerak gelisah, mencoba menghindari tatapan tajam istrinya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Kesedihan yang Menyisakan Pelajaran

    Dimas terduduk di lantai, matanya memandang kosong ke arah pembatas tempat Daniel terjatuh. "Aku hampir menyelamatkannya... Aku hampir mengubah segalanya," gumamnya dengan suara bergetar.Adrian menepuk bahu Dimas dengan lembut. "Kau sudah melakukan yang terbaik. Dia memilih untuk meminta maaf. Setidaknya, dia pergi dengan hati yang tidak lagi dipenuhi kebencian."Mereka berdua terdiam, menatap langit malam yang dingin. Dalam keheningan itu, keduanya berjanji dalam hati bahwa mereka akan menjaga keluarga mereka dan tidak akan membiarkan kebencian seperti ini menghancurkan lagi.Meskipun akhir ini tragis, mereka tahu bahwa cerita ini mengajarkan mereka tentang arti pentingnya memaafkan dan melepaskan dendam..***Beberapa bulan setelah insiden tragis yang mengguncang kehidupan Adrian dan keluarganya, kehidupan akhirnya kembali berjalan normal. Waktu telah menjadi penyembuh yang luar biasa, perlahan tapi pasti mengobati luka-luka hati yang ditinggalkan oleh kejadian itu. Kehidupan baru

  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Penyesalan

    Adrian melangkah mendekat, tetap memeluk Alisha dengan hati-hati. "Dia selamat, Dimas. Aku dan polisi sudah berhasil menyelamatkannya. Kami tahu Daniel mungkin akan melakukan sesuatu yang nekat."Dimas menatap Adrian dengan kebingungan. "Tapi bagaimana mungkin...? Aku melihat sendiri, kalau dia... Daniel melemparnya..."Adrian menghela napas, mencoba menjelaskan di tengah emosi yang berkecamuk. "Sebelum aku ke sini, aku dan polisi sudah mempersiapkan segala kemungkinan. Kami memasang jaring pengaman di balkon kamar yang ada tepat di bawah rooftop ini. Saat Daniel melepaskan Alisha..." Adrian berhenti sejenak, menatap Alisha yang masih terisak. "...instingku benar. Jaring itu menyelamatkannya."Dimas tersandar lemas ke lantai, matanya mulai berkaca-kaca lagi, tetapi kali ini karena lega yang luar biasa. "Alisha... dia selamat. Dia benar-benar selamat..."Dimas menatap Adrian dengan penuh harap, suaranya gemetar ketika bertanya, "Bagaimana dengan Anisa dan semua anggota keluarga kita? A

  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Daniel melakukannya

    Sementara itu, di rooftop yang penuh ketegangan, Dimas terus mencoba berbicara dengan Daniel. Dengan suara penuh harapan, ia berkata, “Daniel, aku mohon, lepaskan Alisha. Dia hanya seorang anak kecil, dia tidak bersalah. Kau tidak perlu melibatkan dia dalam dendammu ini.”Namun, Daniel tetap tak tergoyahkan. Dengan ekspresi penuh amarah, ia berteriak, “Kau tidak mengerti apa yang aku rasakan, Dimas! Aku sudah kehilangan segalanya. Adrian mengambil semua dariku—hidupku, mimpiku, bahkan wanita yang aku cintai! Dan sekarang, dia harus merasakan penderitaan yang sama.”Alisha terus menangis dalam dekapan Daniel, tangisannya semakin memilukan. Hati Dimas terasa hancur melihat keponakannya yang ketakutan. Ia tahu, jika ia tidak melakukan sesuatu, situasinya bisa menjadi lebih buruk. Dimas mencoba mengalihkan pikiran Daniel dengan berbicara lebih tenang. “Dengar, Daniel. Aku tahu kau terluka, dan aku tidak bisa menghapus rasa sakit itu. Tapi aku percaya kau masih punya hati. Jangan biarkan d

  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Misi penyelamatan

    “Dengar kan aku baik-baik. Sebaiknya kalian berhenti berisik sekarang. Karena pertunjukanku yang kedua akan segera dimulai.”Kata-kata itu membuat Dimas dan Adrian saling berpandangan, bingung dan waspada.“Pertunjukan apa, Daniel? Apa yang sudah kau rencanakan?” tanya Adrian dengan suara tegang, mencoba mencari tahu apa maksud pria di depannya.Daniel hanya tertawa pelan, suara tawanya menggema di rooftop yang dingin. Belum sempat Adrian menuntut jawaban, tiba-tiba suara ledakan keras mengguncang udara, diikuti getaran yang terasa hingga ke tempat mereka berdiri.“Boom!” seru Daniel dengan nada puas, senyumnya semakin lebar melihat kepanikan yang mulai merayap di wajah Adrian dan Dimas.“Apa yang sudah kau lakukan, Daniel?!” teriak Dimas, suaranya penuh kepanikan. Adrian segera mengalihkan pandangannya ke arah suara ledakan, wajahnya memucat.Daniel menatap mereka dengan tatapan penuh kemenangan. “Tenang saja, ledakan kecil itu hanya untuk memberimu pilihan, Adrian. Kau mau menyelama

  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Keadaan semakin genting

    “Jangan mendekat!” balas pria itu, menolehkan wajahnya ke Adrian dengan mata merah dan penuh kebencian. “Kalau kau mendekat, aku tidak akan ragu-ragu untuk... untuk...” Ia tak sanggup menyelesaikan kalimatnya, tapi gesturnya sudah cukup jelas.Angin kencang malam itu membuat suasana semakin mencekam. Alisha menangis keras, tangannya mencoba meraih udara seolah meminta bantuan.“Kau tidak perlu melakukan ini,” kata Adrian, mencoba menenangkan situasi. “Apa pun masalahnya, kita bisa menyelesaikannya secara baik baik. Jangan melibatkan anak kecil yang tidak bersalah.”Pria itu menatap Adrian dengan ekspresi penuh rasa sakit. “Tidak bersalah? Semua kejadian ini adalah salahmu, Adrian! Hidupku hancur karena kau! Sekarang kau harus merasakan penderitaanku!”Adrian melangkah pelan, berhati-hati agar tidak memprovokasi. “Dengar, aku tidak tahu apa yang sudah kau alami, tapi aku bisa membantumu. Asal kau menyerahkan Alisha padaku. Dia tidak seharusnya berada dalam situasi seperti ini.”Pria it

  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Alisha di culik

    Daniel mengepalkan tangannya, suaranya berbisik dingin, “Nikmati kebahagiaan kalian sekarang, Adrian. Sebentar lagi, aku akan memastikan tawa itu berubah menjadi jeritan kesedihan.”Ia menatap Anisa yang tersenyum cerah sambil memegang tangan Alisha. Pemandangan itu membuat hatinya terbakar. Ia memalingkan wajahnya sebentar, berusaha meredam emosi yang semakin memuncak. Dengan langkah perlahan namun penuh perhitungan, ia bergerak menuju belakang panggung kecil tempat perayaan berlangsung.Di atas panggung, Adrian dan Anisa melanjutkan nyanyian mereka, memimpin para tamu dalam perayaan. Alisha, yang kini genap dua tahun, tertawa riang di tengah sorakan semua orang. Suasana bahagia memenuhi ballroom, penuh dengan senyum dan tawa dari keluarga dan teman dekat.Namun, kegembiraan itu tiba-tiba terhenti. Dalam sekejap, lampu di seluruh ballroom padam, meninggalkan kegelapan yang pekat. Suara bisikan dan gumaman panik mulai terdengar dari para tamu.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status