Beranda / Romansa / Suamiku (Bukan) Tuan Muda Bodoh / Haruskah Mengorbankan Cinta?

Share

Haruskah Mengorbankan Cinta?

Penulis: Risca Amelia
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-30 19:50:42

Karena tubuhnya diguncang rasa mual yang tak tertahankan, Esme segera berlari. Ia menahan napas sambil menutupi mulut, lalu masuk ke toilet wanita di dekat koridor.

Dengan tergesa, Esme membuka salah satu bilik kosong dan menutup pintu. Lekas saja, ia berlutut di depan kloset.

Alhasil, isi perutnya tumpah tanpa bisa dicegah. Cairan asam bercampur sisa makanan siang tadi terhambur keluar, membuat tenggorokannya perih.

Setelah rasa mualnya hilang, Esme menekan tombol ‘flush’, menyaksikan semuanya tersapu air yang deras. Punggung Esme menempel pada dinding keramik yang terasa menusuk kulit. Matanya terpejam, mencoba menenangkan diri.

“Aku nggak boleh seperti ini. Aku harus kuat. Masih banyak pekerjaan menanti. Masih banyak hal yang harus kupikirkan,” gumam Esme bicara sendiri.

“Nanti sepulang kerja, aku akan pergi ke rumah sakit. Aku akan menemui Mama, dan merenungkan apa yang harus kuputuskan.”

Pelan-pelan Esme bangkit, menyalakan keran wastafel dan membasuh bibir dari bekas muntahan.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rina Damayanti
pilihan sulit Esme
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Suamiku (Bukan) Tuan Muda Bodoh   Haruskah Mengorbankan Cinta?

    Karena tubuhnya diguncang rasa mual yang tak tertahankan, Esme segera berlari. Ia menahan napas sambil menutupi mulut, lalu masuk ke toilet wanita di dekat koridor.Dengan tergesa, Esme membuka salah satu bilik kosong dan menutup pintu. Lekas saja, ia berlutut di depan kloset. Alhasil, isi perutnya tumpah tanpa bisa dicegah. Cairan asam bercampur sisa makanan siang tadi terhambur keluar, membuat tenggorokannya perih.Setelah rasa mualnya hilang, Esme menekan tombol ‘flush’, menyaksikan semuanya tersapu air yang deras. Punggung Esme menempel pada dinding keramik yang terasa menusuk kulit. Matanya terpejam, mencoba menenangkan diri.“Aku nggak boleh seperti ini. Aku harus kuat. Masih banyak pekerjaan menanti. Masih banyak hal yang harus kupikirkan,” gumam Esme bicara sendiri. “Nanti sepulang kerja, aku akan pergi ke rumah sakit. Aku akan menemui Mama, dan merenungkan apa yang harus kuputuskan.”Pelan-pelan Esme bangkit, menyalakan keran wastafel dan membasuh bibir dari bekas muntahan.

  • Suamiku (Bukan) Tuan Muda Bodoh   Tidak Bisa Punya Anak

    Esme menggenggam kertas hasil USG itu begitu erat, seakan hanya benda tipis itulah yang menjadi pegangannya. Dengan bibir yang bergetar, ia berbicara kepada sang ibu mertua.“Saya akan menanyakan hal ini dulu pada Reinan, Ma. Besok, saat dia pulang—”Belum sempat Esme melanjutkan, rahang Nyonya Tania mengeras. Nada bicara perempuan paruh baya itu meninggi, menandakan kesabarannya terkikis habis.“Untuk apa dibicarakan lagi?!” sergahnya. “Kau pikir Reinan akan jujur mengakuinya? Tidak, Esme. Dia terlalu takut kau marah, terlalu takut kehilanganmu. Karena itulah aku memilih mempertemukanmu langsung dengan Isabella, supaya kau tahu kebenarannya.”Esme menelan ludah. Meski batinnya terluka, ia memaksakan diri untuk tetap mendengarkan.Nyonya Tania mencondongkan tubuh, sorot matanya menusuk tajam. “Coba pikirkan, apakah kau sanggup hidup bersama pria yang telah menanam benih di rahim wanita lain?”Pertanyaan itu bagai sebilah pisau dingin yang menembus jantung Esme. Tanpa sadar, tangannya

  • Suamiku (Bukan) Tuan Muda Bodoh   Hati yang Hancur

    Begitu pintu lift terbuka, langkah Esme terasa berat. Jantungnya berdetak kencang, semakin tak menentu setiap kali ia mendekati lobi. Tak berselang lama, matanya menangkap sebuah mobil mewah yang terparkir di depan pintu utama. Ia hapal betul kendaraan itu—milik sang ibu mertua, Nyonya Tania.Dengan sedikit ragu, Esme berjalan mendekat. Sopir segera turun dari kursi kemudi, menunduk hormat, dan membukakan pintu untuknya. Esme menarik napas panjang sebelum masuk. Di dalam sana, ia mendapati Nyonya Tania sudah duduk anggun. Wajahnya tak terbaca, hanya dipenuhi keangkuhan seorang wanita kelas atas.“Naiklah,” ujar Nyonya Tania singkat.Esme pun duduk di sampingnya dengan patuh. Aroma parfum khas dari wanita paruh baya itu menyelimuti ruang kabin, menambah rasa tertekan yang sejak tadi mencengkeram Esme.“Jalan,” perintah Nyonya Tania kepada sopir.Mobil pun meluncur meninggalkan halaman Gala Corp menuju Restoran Laguna, yang letaknya tak jauh dari gedung perusahaan.Sepanjang perjalana

  • Suamiku (Bukan) Tuan Muda Bodoh   Permintaan Maaf yang Palsu

    Pagi itu, Esme berdiri di depan Reinan. Jemarinya telaten membenarkan simpul dasi di leher sang suami.Senyum kecil menghiasi wajah Esme. Berbeda dengan Reinan yang justru memasang ekspresi malas, seolah dirinya anak kecil yang dipaksa sekolah di hari libur.“Aku malas pergi ke luar kota hari ini,” gumamnya dengan nada manja, matanya separuh terpejam. “Apalagi aku baru pulang besok siang. Rasanya, ingin tetap di sini saja.”Esme menghela napas, tetapi sudut bibirnya menahan senyum. “Nggak boleh begitu. Kemarin kamu sudah meninggalkan kunjungan hanya demi aku. Hari ini kamu harus menjalankan tugas. Jangan sampai mangkir karena alasan pribadi.”Untuk sesaat, Reinan pura-pura merenung. Kemudian, ia tiba-tiba mencubit pipi Esme. “Istriku ini memang orang yang sangat bertanggung jawab. Tapi kamu lupa satu hal, kamu juga punya tanggung jawab padaku.”“Tanggung jawab apa?” tanya Esme terkejut.Reinan menunduk, mendekatkan bibirnya ke telinga Esme sambil berbisik nakal, “Menuntaskan tugas un

  • Suamiku (Bukan) Tuan Muda Bodoh   Membuat Esme Meninggalkan Reinan

    Malam itu, mansion keluarga Gunadi yang biasanya tenang, mendadak diguncang keributan. Suara koper diseret keras bergema dari lantai atas. Nelson, yang baru pulang dari kantor, tampak kalap. Dengan wajah merah padam, ia melempar jas kerjanya sembarangan. Meraih beberapa kemeja dari lemari, dan memasukkannya dengan kasar ke dalam koper.“Cepat! Bereskan barang-barangmu, Vera!” Suara Nelson mengguntur ke arah istrinya.Vera yang baru selesai memakai piyama tidur, terbelalak lebar. “Nelson, apa-apaan ini? Kenapa kau bertindak seperti orang dikejar setan?”“Jangan banyak tanya!” bentak Nelson, wajahnya semakin memerah. “Kita harus keluar dari mansion. Aku tidak sudi diperlakukan seperti pengemis oleh Reinan!”Vera membeku. Ia mendekat, berusaha menahan kepergian suaminya. “Apa maksudmu? Bukankah mansion ini juga milikmu? Kau anak sulung keluarga Gunadi, Nelson! Bagaimana mungkin—”“Diam, Vera!” Nelson menoleh dengan tatapan membakar. “Kau tidak tahu apa-apa!”Suasana kamar seketika teras

  • Suamiku (Bukan) Tuan Muda Bodoh   Batu Cinta

    Langkah Esme berderap mantap saat kembali ke ruang divisi perfumer. Waktu senja hari membuat lampu-lampu laboratorium bersinar lebih terang.Tanpa menoleh kanan-kiri, Esme bergegas menuju meja kerjanya, lalu meraih jas putih yang tergantung rapi. Satu tarikan napas ia ambil, sebelum mengenakan jas dan sarung tangan.Amanda dan Violin sudah menunggu, wajah mereka penuh keseriusan. Sementara di sisi lain ruangan, para perfumer lain masih sibuk dengan kelompok masing-masing. Tidak ada seorang pun yang berani menyapa Esme, bahkan sekadar basa-basi. Aura tekad yang memancar darinya membuat mereka memilih bungkam.“Semua bahan dan peralatan sudah siap,” ujar Violin, sambil menunjuk meja kerja Esme. “Kamu bisa mulai. Setelah selesai, saya dan Bu Amanda akan mengetes ulang.”Keduanya lantas melangkah pergi, membiarkan Esme berdiri sendiri di hadapan meja kerjanya. Dengan tangan mantap, Esme meraih botol kecil berisi ekstrak lili putih, bergamot, cendana, dan freesia.Terakhir, ia mengambil bu

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status