Share

Permainan Tuan Muda

Author: Risca Amelia
last update Last Updated: 2025-06-22 23:33:02

Tatapan tajam dan perintah tegas dari Nyonya Tania membuat Esme tak mampu menolak. Ia hanya bisa menunduk, mencoba menyembunyikan wajahnya yang memucat.

“Saya akan memandikan Reinan setelah melepas gaun ini," jawab Esme sembari menatap lantai.

Nyonya Tania kemudian memberikan perintah kepada Bi Leli untuk mengantar Esme ke kamar. Begitu gadis itu menghilang dibalik pintu, suasana paviliun kembali tenang.

Nyonya Tania duduk di sisi putranya sembari menyeka sudut bibir Reinan. Dengan gerakan lembut, ia mengelus rambut pria muda itu, seolah Reinan adalah bocah lima tahun yang telah membuat kekacauan kecil.

“Kalau istrimu berlaku buruk… membentakmu, lupa memberimu makan, atau tidak memandikanmu dengan bersih, segera beri tahu Mama.”

Reinan menatap ibunya sejenak, lalu mengangguk patuh.

“Besok siang, Mama akan berangkat ke kota Serena selama tiga hari. Sesuai janji Mama dulu, bila kamu sudah menikah, Mama akan memberikan sumbangan ke panti asuhan dan rumah jompo di sana. Mama ingin bersyukur kepada Tuhan karena kamu sudah punya istri.”

Senyum Nyonya Tania merekah. Berbeda dengan ucapannya kepada Reinan, sumbangan itu sebenarnya bagian dari rencana pencitraan yang lebih besar. Ia ingin semua orang tahu bahwa keluarga Gunadi tetap mulia dan dermawan, meski menyembunyikan aib anak kedua mereka.

“Mama juga akan menemui dokter spesialis bedah saraf dan otak di sana. Namanya Dokter Mahesa Bramantara. Mama yakin dia bisa menyembuhkanmu.”

“Hmm.” Reinan hanya bergumam singkat.

Nyonya Tania pun berdiri, membetulkan gaunnya yang sedikit tersingkap, lalu mengecup ringan kening Reinan.

“Jaga dirimu baik-baik. Ingat, Rein, jangan masuk ke mansion utama selama Mama pergi ke luar kota.”

Setelah memberikan sejumlah pesan kepada putranya, Nyonya Tania berlalu dari paviliun. Dalam sekejap, Reinan dan Kailash tinggal berdua dalam keheningan.

Kailash menoleh perlahan, menatap Reinan yang bertingkah seperti bocah tak berakal. Bibirnya bergerak hati-hati.

“Apakah Tuan Muda benar-benar ingin dimandikan oleh Nyonya Muda?”

Tak ada suara untuk beberapa detik, sampai akhirnya Reinan menghela napas panjang. Seluruh ekspresi di wajah pria itu tiba-tiba berubah.

Tak ada lagi sikap kekanakan yang ia perlihatkan. Yang tersisa hanya sinar mata tajam—penuh kesadaran dan pengendalian. 

“Nggak perlu khawatir, Paman Kailash,” ujar Reinan, suaranya berubah dalam dan berat. “Aku tahu bagaimana cara mengatasi istri kecilku.”

Selang beberapa detik, Reinan berdiri dan menyeka sisa noda cokelat dari tangannya sendiri. Ia berjalan perlahan ke arah lemari kaca yang menampung koleksi miniatur pesawat tempurnya.

“Bagaimana dengan laporan yang kuminta tentang perempuan itu?” tanyanya, sambil membalikkan badan.

“Nanti malam akan tiba, Tuan Muda,” jawab Kailash. “Saya akan segera menyerahkannya begitu sampai di tangan saya.”

Tangan Reinan terulur, meraih salah satu pesawat hitam kesayangannya dan menerbangkannya ke atas dan ke bawah. Permainan ini semakin seru, dan ia akan menjadi tokoh utama yang menggerakkan alurnya dengan cara tak terduga.

***

Esme tercengang begitu ia memasuki kamar yang akan menjadi tempat tinggalnya bersama Reinan. Kamar itu begitu luas, melebihi ruang mana pun yang pernah ia tempati.

Di sudut ruangan, jendela lebar bertirai ungu menjuntai hingga menyentuh lantai marmer. Sebuah ranjang berukuran king size berada di tengah ruangan, dilengkapi sofa panjang dan lemari besar yang berdiri kokoh.

“Ini kamar Tuan Muda. Koper Nyonya ada di sebelah kanan," ucap Bi Leli memandu Esme. "Apa ada yang bisa saya bantu?”

“Tolong, bukakan pengait gaun di bagian belakang, Bi,” pinta Esme dengan suara parau.

Dengan cekatan, Bi Leli mendekat dan melakukan tugasnya. Setelah selesai, kepala pelayan itu menunduk sopan lalu menutup pintu dengan lembut. 

Sendirian di kamar, Esme melepas alat bantu dengar yang ia pakai dan meletakkannya di atas meja. Dunia mendadak menjadi sunyi.

Tak ada suara. Tak ada hiruk-pikuk. Hanya keheningan yang membelai telinga Esme.

Satu per satu, Esme mulai melepas perlengkapan pengantin yang ia pakai. Gadis itu menanggalkan gaun pengantin, menyisakan pakaian dalam berwarna gading yang melekat di kulit pucatnya.

Tanpa membuang waktu, Esme membuka kopernya dan meraih gaun rumahan berwarna biru. Ketika gaun sederhana itu baru dipakai separuh pinggang, pintu kamar tiba-tiba terbuka.

Esme tak mendengar apa pun, hingga matanya menangkap pantulan pada cermin besar di depannya.

Seorang pria berdiri di sana. Reinan.

Hampir saja Esme menjerit saking terkejutnya. Ia hendak menoleh, tetapi Reinan sudah menutup matanya dengan telapak tangan.

“Maaf, aku nggak sengaja,” pekik Reinan. “Kenapa kamu buka baju, Esme? Bukannya aku yang harus mandi duluan?”

Buru-buru, Esme menarik bagian atas gaun itu ke bahu, menutupi tubuhnya secepat mungkin. Napasnya berdesakan. Ia tak mampu menjawab karena tidak mendengar apa yang sedang dikatakan Reinan.

Masih dalam kondisi panik, Esme menghampiri meja dan mengambil alat bantu dengar. Begitu benda itu menempel di telinga, ia dapat mendengar suara Reinan yang bertanya dengan nada heran.

“Apa itu di telingamu?”

“Ini… alat bantu dengar. Aku nggak bisa mendengar dengan baik tanpanya,” balas Esme, berusaha menormalkan detak jantungnya.

“Keren juga, mirip alat mata-mata,” gumam Reinan dengan mata berbinar.

Esme menarik napas dalam, mencoba berbicara dengan tenang. “Rein, lain kali tolong ketuk pintu dulu sebelum masuk ke kamar.

“Aku sudah ketuk, tapi kamu nggak dengar. Jadi aku pikir, ya sudah masuk saja. Aku mau mandi," ucap Reinan sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Mendengar permintaan pria itu, Esme menggigit bibirnya. Mau tak mau, ia harus menjalankan tugasnya hari ini—memandikan suaminya sendiri.

“Baiklah, aku akan menyiapkan air hangat untukmu … di bathtub,” kata Esme gugup.

Pipi gadis itu bersemu merah saat ia melangkah masuk ke kamar mandi. Tanpa ia sadari, Reinan memperhatikannya dalam diam. Senyum lelaki itu perlahan hilang, digantikan oleh tatapan penuh penilaian.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suamiku (Bukan) Tuan Muda Bodoh   Keluarga Kecil yang Bahagia (THE END)

    Setelah peristiwa itu, Esme dan Reinan kembali ke mansion. Mereka hidup dalam ketenangan dan kedamaian yang sudah lama mereka rindukan. Kondisi kesehatan Nyonya Nirmala, ibu Esme, kini jauh membaik. Meski masih harus duduk di kursi roda, ia sudah bisa berbicara dan tertawa pelan bersama putrinya. Setelah dokter menyatakan aman, Esme membawa sang ibu pulang untuk tinggal di mansion. Hari-hari mereka kembali hangat oleh kasih sayang keluarga.Esme yang tengah hamil besar menghabiskan waktu di dapur, menyiapkan sarapan untuk Reinan, lalu duduk di ruang kerja kecil yang ia ubah menjadi ruang parfum.Bersama ibunya, ia kembali meracik aroma baru yang menenangkan jiwa. Terkadang, Esme mencoba melakukan beberapa eksperimen yang bisa dijadikan produk parfum baru di Gala Corp. Namun siang itu, perut Esme tiba-tiba kram hebat disertai sensasi hangat yang mengalir di antara kedua kakinya. Esme terperanjat. Pandangannya menurun dan mendapati lantai sudah basah oleh cairan bening.“Mama, air ke

  • Suamiku (Bukan) Tuan Muda Bodoh   Melepaskan Kebencian

    Usai mendapatkan sambutan meriah dari para tamu, Esme duduk kembali di kursinya. Jantungnya masih berdebar kencang setelah mendengar namanya disebut di hadapan begitu banyak orang. Sementara itu, Reinan masih berdiri tegak di podium. Suaranya berubah lebih lembut dan bergetar oleh emosi yang dalam.“Terakhir, saya ingin mempersembahkan parfum ‘Eternal Mother’ untuk mengenang sosok wanita yang lembut, pengertian, dan selalu menyayangi saya tanpa syarat. Di adalah ibu kandung saya, Tiffany Gunadi.”Sekejap, suasana berubah menjadi senyap. Bahkan, kamera wartawan yang sedari tadi berkilat pun berhenti.Reinan menatap layar besar di belakangnya, dan di sana muncul sebuah foto lama, seorang wanita muda yang menggendong bayi laki-laki dengan senyum lembut.Wanita itu mirip sekali dengan Tania Gunadi, yang dikenal publik sebagai ibu kandung Reinan. Namun, bagi yang memperhatikan dengan seksama, perbedaannya jelas terlihat.Tiffany memiliki lesung pipi halus di sisi kiri, rambutnya berwarna l

  • Suamiku (Bukan) Tuan Muda Bodoh   Cinta di dalam Aroma

    Pagi itu adalah hari yang sangat penting untuk Esme. Hari di mana hasil karya pertamanya akan diperkenalkan kepada publik. Dari pantulan kaca meja rias, tampak Reinan sedang mencoba setelan jas yang baru dikirim dari butik langganannya. Jas yang dikenakan Reinan berwarna sage green, dipadukan dengan kemeja putih gading. Warna itu tidak terlalu mencolok, tetapi memancarkan kesan lembut sekaligus maskulin.“Sayang, biar aku bantu,” ujar Esme sambil mendekat. Ia mengeluarkan dasi dari kotak dan melingkarkannya di leher Reinan dengan cekatan. Reinan menatap wajah istrinya di cermin, matanya menyimpan senyum kecil. “Aku bisa pakai sendiri. Lebih baik kamu lanjut berdandan, Sayang.”Esme terkekeh kecil. “Aku sudah selesai. Tinggal ganti baju dan menyisir rambut.”Setelah memastikan dasi Reinan terpasang dengan sempurna, Esme berbalik menuju ranjang. Ia mengambil gaunnya yang berwarna mint pastel, serasi dengan jas yang dikenakan sang suami.Saat Esme sedang mengenakan gaun tersebut, ia

  • Suamiku (Bukan) Tuan Muda Bodoh   Istri Saya adalah Esme

    Langit siang di atas gedung Gala Corp terasa begitu terik, tetapi di dalam laboratorium aroma parfum memenuhi udara.Esme berdiri di depan meja kerjanya, mengenakan sarung tangan lateks dan kacamata pelindung. Ia mencoba menenangkan pikiran, menghapus bayangan wajah Isabella yang menuduhnya di depan umum.Esme tidak ingin menjadikan luka itu alasan untuk berhenti. Ia menatap cairan bening di dalam vial kecilnya dengan tekad bulat. Rekan-rekannya di divisi perfumer tampak memahami suasana itu. Tak satu pun dari mereka menyinggung kejadian pagi tadi di lobi.Mereka bekerja dalam diam, saling bertukar aroma, menakar tetesan, dan mencatat formula. Hingga akhirnya, Esme berhasil membuat racikan yang cocok untuk tema ‘wedding fragrance’.Setelah berdiri lama, rasa pegal di pinggang Esme semakin terasa. Ia pun melepaskan jas lab dan berjalan ke ruang administrasi.Duduk di kursi, Esme menyandarkan punggungnya, memejamkan mata sejenak.Hatinya bimbang—entah Reinan akan menepati janjinya untuk

  • Suamiku (Bukan) Tuan Muda Bodoh   Selamat Tinggal Kenangan

    Setelah mengetahui Reinan akan datang, Isabella segera memesan hidangan yang dulu menjadi favorit mereka. Semua itu ia siapkan, untuk menghidupkan kembali kenangan manis di antara mereka.Sambil menunggu, Isabella mengeluarkan cermin kecil dari tasnya. Ia memoles wajah dengan bedak, merapikan lipstik, lalu menyisir rambut dengan jari. Pantulan dirinya di cermin menatap balik dengan penuh keyakinan — cantik, elegan, dan siap menaklukkan hati pria yang pernah menjadi miliknya.“Reinan hanya butuh diingatkan,” gumam Isabella tersenyum sendiri.Jarum jam terus berputar. Lima belas menit, dua puluh menit, hingga akhirnya jarum panjang mendekati pukul sebelas siang.Jantung Isabella berdegup makin kencang. Ia menatap pintu kafe berulang kali, seolah setiap tamu yang masuk adalah Reinan.Tak berselang lama, seorang pria menawan muncul di pintu kafe. Reinan, dengan ketampanan yang semakin matang dan wibawa seorang CEO, membuat para pelayan di kafe itu menoleh serempak.Tatapan Reinan menyapu

  • Suamiku (Bukan) Tuan Muda Bodoh   Tak Bisa Diremehkan

    Lobi kantor Gala Corp kini menjadi panggung yang menegangkan.Di tengah ruangan yang berdinding kaca, dua sosok perempuan berdiri saling berhadapan—Esme dan Isabella. Setiap tatapan karyawan menancap pada mereka seperti ribuan jarum yang menusuk.Isabella terus melancarkan serangan kepada Esme. Namun kali ini, Esme memutuskan untuk tidak mengalah lagi. Cukup lama ia hidup dalam diam, menjadi sasaran fitnah dari orang-orang yang memanfaatkan dirinya. Maka dengan tekad yang baru, Esme menegakkan kepala, menatap Isabella dengan sorot yang tegas.“Cukup, Isabella! Sampai kapan kau mau memutarbalikkan fakta?” sahut Esme. “Kau hanya berpura-pura hamil, demi merebut suami wanita lain.”Seisi lobi sontak membeku ketika Esme menyebut kata ‘suami’. Situasi yang awalnya tidak berpihak pada Esme, kini telah berubah arah. Mereka semua bertanya-tanya, mungkinkah pernyataan Esme adalah pengakuan tersirat bahwa Reinan Gunadi adalah suaminya? Meski begitu, sebagian masih meragukan bahwa seorang per

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status