Share

Mandikan Suamimu

Author: Risca Amelia
last update Last Updated: 2025-06-22 16:06:11

Mata Esme membesar saat menyadari betapa dekat wajah mereka. Bahkan, ia bisa merasakan hangatnya napas Reinan, dan menghitung tiap helai bulu matanya yang lentik saat berkedip.

Sejenak, Esme terpana. Tatapan Reinan sangat jernih dan senyumnya perlahan mengembang. 

Entah apa yang salah pada pikirannya, hingga ia lupa bahwa pria ini memiliki sifat kekanak-kanakan. Andai Reinan pria normal, mungkin ia akan jatuh pingsan dalam rasa malu.

Sopir di depan langsung menoleh lewat spion tengah. “Maaf, Tuan Muda. Saya mengerem karena ada kucing.”

“Apakah Tuan Muda dan Nyonya Muda baik-baik saja?” timpal Kailash dengan nada khawatir.

Esme buru-buru menarik tubuhnya menjauh. Punggungnya bersandar ke pintu mobil, sementara tangannya mencengkeram sisi gaun.

“Aku baik-baik saja, Paman Kailash!” jawab Reinan lantang, lalu menunjuk ke pipi Esme. “Tapi lihat Esme! Pipinya merah seperti tomat. Mungkin bibirnya sakit karena menabrak pipiku!”

Seketika, Esme menjadi salah tingkah. Ingin rasanya ia menghilang saat itu juga. Apalagi, ia bisa melihat dari spion, bahwa Kailash maupun sang sopir berusaha keras menahan senyum.

“Mau pakai plester bibir, Esme?” tanya Reinan polos.

“Bibirku nggak sakit sama sekali,” kilah Esme, menghindari tatapan sang suami.

Reinan mengangguk-angguk, sebelum kembali larut dalam permainan di layar ponsel. Jemarinya kembali sibuk menari dan bibirnya bersenandung pelan, seolah kejadian tadi hanyalah angin lalu.

Mobil terus melaju menuju pusat kota. Tak berselang lama, mereka memasuki kawasan perumahan elit yang teduh. Barisan rumah megah berdiri di kiri-kanan jalan, membuat suasana terasa asing bagi Esme.

Gadis itu tertegun ketika mobil berhenti di depan sebuah mansion bergaya Renaissance. Pilar-pilar putih berdiri kokoh, berpadu dengan jendela besar yang berukir.

Di halaman depan, terbentang air mancur dengan patung wanita bersayap, seolah menyambut para tamu yang cukup berani melangkah ke dunia keluarga Gunadi.

“Tuan Muda, kita sudah sampai,” ujar Kailash menoleh ke belakang.

Tanpa membuang waktu, Reinan menekan tombol off pada ponselnya, lalu menyimpannya ke saku jas.

“Yey, aku akan makan kue cokelat!” serunya, bergegas keluar dari mobil. “Yang bulat, manis, dan ada choco chip di atasnya!”

Setengah berlari, Reinan melintasi halaman mansion. Ia berputar sekali di dekat air mancur, sebelum melesat menuju pintu utama.

Kailash tampak bimbang sejenak. Ia memandang ke arah Esme, lalu kembali ke Reinan yang sudah berlari menjauh.

“Paman, tolong kejar Reinan. Saya bisa sendiri,” tutur Esme, memahami kebingungan di raut wajah Kailash.

“Baik, Nyonya Muda,” ujar Kailash segera menyusul Reinan.

Sembari memegangi gaunnya, Esme berjalan lambat. Ia berusaha menjaga keseimbangan, agar tidak tersandung oleh batu-batu kecil yang ada di halaman mansion. 

Namun, belum juga ia mencapai pintu utama, dua mobil mewah meluncur masuk dari sisi kanan jalan. Pintu mobil pertama terbuka, dan Nyonya Tania turun dengan langkah elegan. Sementara dari mobil kedua, muncul Nelson dan Vera.

Meski datang beriringan, Esme merasa ada sesuatu yang ganjil. Nyonya Tania tak menoleh sedikit pun ke arah Nelson dan Vera, seakan mereka hanyalah bayangan di sudut matanya.

Dua orang pelayan tergopoh-gopoh keluar dari mansion, mengabaikan kehadiran Esme yang berdiri kikuk.

“Selamat datang kembali, Nyonya Besar,” sapa Bi Leli, kepala pelayan di mansion keluarga Gunadi.

Bukannya menjawab, Nyonya Tania justru menatap tajam ke arah Esme. 

“Kenapa kamu sendirian? Mana Reinan?”

Esme menelan ludah, lalu menjawab dengan terbata, “Reinan sudah masuk ke mansion, Nyonya. Paman Kailash mengejarnya.”

Nyonya Tania bersedekap, alisnya melengkung seperti busur panah. 

“Mulai hari ini, Reinan adalah tanggung jawabmu. Bukan Kailash, bukan pelayan lain. Kamu yang harus menjaganya, Esme,” tukas Nyonya Tania.

“Tugasmu sebagai istri adalah memastikan Reinan makan, mandi, tidur, dan bermain dengan aman. Jangan sampai kamu lalai sedetik pun.”

Sekilas, dari sudut matanya, Esme melihat Nelson dan Vera menyunggingkan senyum tipis. Tatapan mereka penuh ejekan, seperti sedang menikmati pertunjukan komedi. Mungkin bagi mereka, ia adalah bahan lelucon di mansion ini.

Esme menunduk dalam-dalam. “Maafkan saya, Nyonya.”

Tak peduli dengan permintaan maaf dari menantunya, Nyonya Tania menoleh pada Bi Leli.

“Antar Nyonya Muda ke paviliun. Mulai sekarang, dia akan tinggal di sana bersama Reinan.”

“Siap, Nyonya Besar.”

Seperti robot yang patuh, Esme mengikuti langkah Bi Leli melintasi jalan setapak yang mengarah pada sisi timur mansion. Paviliun itu berdiri terpisah dari gedung utama, tetapi tetap terhubung melalui koridor beratap kaca.

Arsitekturnya masih mempertahankan gaya Renaissance, lengkap dengan jendela-jendela tinggi, ornamen lengkung, dan pintu kayu berukir. Nampaknya, bangunan ini sengaja dirancang sebagai tempat tinggal bagi penghuni yang menginginkan ketenangan. 

“Silakan masuk, Nyonya Muda,” ucap Bi Leli, membuka pintu ganda berwarna krem. 

Ketika Esme menjejakkan kaki, hawa dingin dari penyejuk ruangan langsung menyapu kulitnya. Paviliun itu terasa nyaman, dihiasi perabotan bernuansa cokelat susu dan krem. 

Di ruang tengah, Reinan duduk santai seraya menyantap sepotong besar kue cokelat. Pria itu sudah melepas jas pengantinnya, menyisakan hanya kemeja putih yang digulung setengah. Sementara, Kailash berdiri di samping Reinan dengan sikap waspada.

Begitu melihat Esme, Reinan melonjak dari sofa. Gerakan tangannya kacau, hingga membuat krim cokelat mengotori bibirnya. Ekspresinya mirip anak kecil yang tertangkap basah mencuri makanan manis.

Reinan pun berusaha menyeka bibirnya dengan punggung tangan, tetapi justru membuat sebagian wajahnya semakin belepotan cokelat.

“Esme, kamu mau makan kue juga? Enak, lho!” seru Reinan antusias.

Esme tersenyum lemah. “Terima kasih, Rein, tapi aku nggak lapar. Aku ingin ganti baju dulu, gaun ini terlalu berat.”

Belum sempat Esme bergerak, terdengar derap sepatu dari arah belakang. Sekejap kemudian, Nyonya Tania muncul dengan ekspresi terkejut.

“Kenapa wajahmu terkena cokelat begini, Rein?”

Tak ingin sang majikan panik, Kailash hendak mengambilkan tisu dari meja. Namun, suara tajam Nyonya Tania menghentikan pergerakannya. 

“Kailash, mulai sekarang orang yang harus mengurus Reinan adalah Esme. Kau menyingkirlah.”

Kailash segera mundur tanpa banyak kata. Tatapan Nyonya Tania kemudian berpindah ke Esme, menelisik dari atas sampai bawah

“Segera mandikan suamimu! Wajah dan baju Rein kotor sekali.”

Esme terperangah. Hatinya berdesir mendengar perintah yang tak pernah terlintas dalam benaknya. . 

Reinan mungkin bersikap polos seperti anak kecil, tetapi ia tetaplah seorang pria dewasa. Bagaimana mungkin ia bisa memandikan Reinan tanpa merasa canggung?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suamiku (Bukan) Tuan Muda Bodoh   Keluarga Kecil yang Bahagia (THE END)

    Setelah peristiwa itu, Esme dan Reinan kembali ke mansion. Mereka hidup dalam ketenangan dan kedamaian yang sudah lama mereka rindukan. Kondisi kesehatan Nyonya Nirmala, ibu Esme, kini jauh membaik. Meski masih harus duduk di kursi roda, ia sudah bisa berbicara dan tertawa pelan bersama putrinya. Setelah dokter menyatakan aman, Esme membawa sang ibu pulang untuk tinggal di mansion. Hari-hari mereka kembali hangat oleh kasih sayang keluarga.Esme yang tengah hamil besar menghabiskan waktu di dapur, menyiapkan sarapan untuk Reinan, lalu duduk di ruang kerja kecil yang ia ubah menjadi ruang parfum.Bersama ibunya, ia kembali meracik aroma baru yang menenangkan jiwa. Terkadang, Esme mencoba melakukan beberapa eksperimen yang bisa dijadikan produk parfum baru di Gala Corp. Namun siang itu, perut Esme tiba-tiba kram hebat disertai sensasi hangat yang mengalir di antara kedua kakinya. Esme terperanjat. Pandangannya menurun dan mendapati lantai sudah basah oleh cairan bening.“Mama, air ke

  • Suamiku (Bukan) Tuan Muda Bodoh   Melepaskan Kebencian

    Usai mendapatkan sambutan meriah dari para tamu, Esme duduk kembali di kursinya. Jantungnya masih berdebar kencang setelah mendengar namanya disebut di hadapan begitu banyak orang. Sementara itu, Reinan masih berdiri tegak di podium. Suaranya berubah lebih lembut dan bergetar oleh emosi yang dalam.“Terakhir, saya ingin mempersembahkan parfum ‘Eternal Mother’ untuk mengenang sosok wanita yang lembut, pengertian, dan selalu menyayangi saya tanpa syarat. Di adalah ibu kandung saya, Tiffany Gunadi.”Sekejap, suasana berubah menjadi senyap. Bahkan, kamera wartawan yang sedari tadi berkilat pun berhenti.Reinan menatap layar besar di belakangnya, dan di sana muncul sebuah foto lama, seorang wanita muda yang menggendong bayi laki-laki dengan senyum lembut.Wanita itu mirip sekali dengan Tania Gunadi, yang dikenal publik sebagai ibu kandung Reinan. Namun, bagi yang memperhatikan dengan seksama, perbedaannya jelas terlihat.Tiffany memiliki lesung pipi halus di sisi kiri, rambutnya berwarna l

  • Suamiku (Bukan) Tuan Muda Bodoh   Cinta di dalam Aroma

    Pagi itu adalah hari yang sangat penting untuk Esme. Hari di mana hasil karya pertamanya akan diperkenalkan kepada publik. Dari pantulan kaca meja rias, tampak Reinan sedang mencoba setelan jas yang baru dikirim dari butik langganannya. Jas yang dikenakan Reinan berwarna sage green, dipadukan dengan kemeja putih gading. Warna itu tidak terlalu mencolok, tetapi memancarkan kesan lembut sekaligus maskulin.“Sayang, biar aku bantu,” ujar Esme sambil mendekat. Ia mengeluarkan dasi dari kotak dan melingkarkannya di leher Reinan dengan cekatan. Reinan menatap wajah istrinya di cermin, matanya menyimpan senyum kecil. “Aku bisa pakai sendiri. Lebih baik kamu lanjut berdandan, Sayang.”Esme terkekeh kecil. “Aku sudah selesai. Tinggal ganti baju dan menyisir rambut.”Setelah memastikan dasi Reinan terpasang dengan sempurna, Esme berbalik menuju ranjang. Ia mengambil gaunnya yang berwarna mint pastel, serasi dengan jas yang dikenakan sang suami.Saat Esme sedang mengenakan gaun tersebut, ia

  • Suamiku (Bukan) Tuan Muda Bodoh   Istri Saya adalah Esme

    Langit siang di atas gedung Gala Corp terasa begitu terik, tetapi di dalam laboratorium aroma parfum memenuhi udara.Esme berdiri di depan meja kerjanya, mengenakan sarung tangan lateks dan kacamata pelindung. Ia mencoba menenangkan pikiran, menghapus bayangan wajah Isabella yang menuduhnya di depan umum.Esme tidak ingin menjadikan luka itu alasan untuk berhenti. Ia menatap cairan bening di dalam vial kecilnya dengan tekad bulat. Rekan-rekannya di divisi perfumer tampak memahami suasana itu. Tak satu pun dari mereka menyinggung kejadian pagi tadi di lobi.Mereka bekerja dalam diam, saling bertukar aroma, menakar tetesan, dan mencatat formula. Hingga akhirnya, Esme berhasil membuat racikan yang cocok untuk tema ‘wedding fragrance’.Setelah berdiri lama, rasa pegal di pinggang Esme semakin terasa. Ia pun melepaskan jas lab dan berjalan ke ruang administrasi.Duduk di kursi, Esme menyandarkan punggungnya, memejamkan mata sejenak.Hatinya bimbang—entah Reinan akan menepati janjinya untuk

  • Suamiku (Bukan) Tuan Muda Bodoh   Selamat Tinggal Kenangan

    Setelah mengetahui Reinan akan datang, Isabella segera memesan hidangan yang dulu menjadi favorit mereka. Semua itu ia siapkan, untuk menghidupkan kembali kenangan manis di antara mereka.Sambil menunggu, Isabella mengeluarkan cermin kecil dari tasnya. Ia memoles wajah dengan bedak, merapikan lipstik, lalu menyisir rambut dengan jari. Pantulan dirinya di cermin menatap balik dengan penuh keyakinan — cantik, elegan, dan siap menaklukkan hati pria yang pernah menjadi miliknya.“Reinan hanya butuh diingatkan,” gumam Isabella tersenyum sendiri.Jarum jam terus berputar. Lima belas menit, dua puluh menit, hingga akhirnya jarum panjang mendekati pukul sebelas siang.Jantung Isabella berdegup makin kencang. Ia menatap pintu kafe berulang kali, seolah setiap tamu yang masuk adalah Reinan.Tak berselang lama, seorang pria menawan muncul di pintu kafe. Reinan, dengan ketampanan yang semakin matang dan wibawa seorang CEO, membuat para pelayan di kafe itu menoleh serempak.Tatapan Reinan menyapu

  • Suamiku (Bukan) Tuan Muda Bodoh   Tak Bisa Diremehkan

    Lobi kantor Gala Corp kini menjadi panggung yang menegangkan.Di tengah ruangan yang berdinding kaca, dua sosok perempuan berdiri saling berhadapan—Esme dan Isabella. Setiap tatapan karyawan menancap pada mereka seperti ribuan jarum yang menusuk.Isabella terus melancarkan serangan kepada Esme. Namun kali ini, Esme memutuskan untuk tidak mengalah lagi. Cukup lama ia hidup dalam diam, menjadi sasaran fitnah dari orang-orang yang memanfaatkan dirinya. Maka dengan tekad yang baru, Esme menegakkan kepala, menatap Isabella dengan sorot yang tegas.“Cukup, Isabella! Sampai kapan kau mau memutarbalikkan fakta?” sahut Esme. “Kau hanya berpura-pura hamil, demi merebut suami wanita lain.”Seisi lobi sontak membeku ketika Esme menyebut kata ‘suami’. Situasi yang awalnya tidak berpihak pada Esme, kini telah berubah arah. Mereka semua bertanya-tanya, mungkinkah pernyataan Esme adalah pengakuan tersirat bahwa Reinan Gunadi adalah suaminya? Meski begitu, sebagian masih meragukan bahwa seorang per

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status