Share

Tidak Boleh Dipegang

Author: Risca Amelia
last update Last Updated: 2025-06-23 00:28:59

Esme menyalakan keran, membiarkan air hangat memenuhi bathtub besar yang berbentuk oval. Ia terpukau oleh indahnya kamar mandi itu—dengan dinding-dinding berlapis batu alam, lampu gantung kecil di langit-langit, dan rak penuh handuk tebal serta minyak aroma terapi. 

Gadis itu menemukan sebotol sabun mandi dengan aroma green tea yang pekat, lalu menuangkannya perlahan ke dalam air. Membiarkan buihnya yang harum memenuhi seluruh permukaan air.

Entah mengapa hati Esme terasa sangat gelisah. Meski Reinan tidak pernah menunjukkan tanda-tanda membahayakan, tetapi ia belum pernah membersihkan tubuh seorang pria dewasa. Satu-satunya pengalaman yang ia punya adalah memandikan Luna, seekor kucing persia yang pernah ia pelihara beberapa tahun lalu.

"Esme… ini tanggung jawabmu. Kamu harus bisa merawat suamimu dengan baik," bisik Esme pada dirinya sendiri.

Berulang kali, Esme mencoba menguatkan hati. Apa pun yang terjadi, ia akan menjalani kewajibannya sebagai istri sekuat tenaga, semampu yang ia bisa. Bagaimanapun, ia tidak boleh mengingkari amanat yang telah diberikan oleh ibu mertuanya.

Langkah kaki Esme terasa berat ketika ia kembali dari kamar mandi. Ia menatap Reinan yang masih duduk manis di sofa. Kedua kakinya terayun pelan seperti anak kecil yang menunggu giliran bermain. 

Dengan ekspresi sewajar mungkin, Esme berkata, “Air hangatnya sudah siap, Rein. Kamu bisa mandi.”

Reinan langsung menepuk-nepuk tangannya sendiri dengan semangat, lalu berdiri di hadapan Esme.

“Sebelum mandi, aku harus melepas pakaian dulu.”

Esme mengangguk kaku. Ia tahu, tak ada yang bisa membantunya kali ini. 

Sedikit ragu, Esme berjalan mendekati Reinan, mengikis jarak yang tersisa di antara mereka. Tanpa berani mengangkat kepala, tangan Esme bergerak ke kancing kemeja putih yang dikenakan Reinan. 

Dengan tangan gemetar, ia membuka kancing tersebut tanpa memandang langsung ke tubuh di baliknya. Namun, tatkala kain kemeja mulai terbuka, Esme tak bisa menahan keterkejutannya.

Tubuh Reinan berbeda jauh dari wajah polos yang ia perlihatkan. Otot-otot dada pria itu begitu keras, seperti pahatan batu yang dipoles sempurna. Perutnya berlapis six-pack, dan kulitnya terlihat begitu bersih, nyaris tak bercela. 

Tenggorokan Esme mendadak terasa kering. Tangannya semakin gemetar hingga ujung jarinya menyentuh kulit Reinan tanpa sengaja. Sontak, gadis itu berhenti dan mundur dengan canggung.

“Kenapa berhenti? Cepat sedikit, Esme,” ujar Reinan menoleh dengan kepala sedikit miring.

Esme tergagap, lalu melanjutkan melepaskan kemeja itu sepenuhnya dari bahu Reinan. Dengan hati-hati, Esme meletakkanya di atas sofa sambil membuang muka. Ia tak mau mencuri pandang sedikit pun ke bagian atas tubuh Reinan yang terbuka.

Kini, masih tersisa satu tantangan yang paling berat, yaitu melepas celana panjang Reinan. 

Sembari menahan napas, Esme membungkukkan badan, hendak membuka ritsleting celana panjang pria itu. Ia berusaha keras untuk tak menghiraukan sesuatu yang menonjol di dalam sana.

Namun sebelum tangan Esme sempat menyentuh, Reinan berbalik sambil memasang ekspresi cemberut.

“Kata Mama, bagian ini nggak boleh dilihat dan dipegang sembarangan. Biar aku buka sendiri.”

Esme tersentak. Wajahnya memanas seperti terkena bara api. 

Begitu Reinan berjalan menuju kamar mandi, Esme hampir terjatuh ke sofa. Ia menekan dadanya yang berdebar tak karuan. Ternyata, ia belum siap menghadapi kenyataan bahwa suaminya memiliki fisik yang sangat sempurna.

“Astaga, Esme. Tingkahmu sangat memalukan. Reinan itu masih berpikir seperti anak-anak,” gumam Esme, kesal pada diri sendiri.

Sayangnya, ketenangan Esme hanya berlangsung sesaat. Tak berselang lama, ia mendengar teriakan Reinan dari balik pintu kamar mandi. 

“Esme, kemari! Aku mau ditemani.”

Mau tak mau, gadis itu berdiri dan melangkah ke kamar mandi. Begitu pintu terbuka, ia melihat Reinan sudah berendam di dalam bathtub yang dipenuhi busa putih. Kepala pria itu bersandar di tepi bak, hanya rambut basahnya yang terlihat menjuntai.

Mata Reinan menatap Esme dengan polos. Tangannya terjulur, memegang botol sampo berwarna hijau.

“Pijat kepalaku. Lalu, gosok punggung dan leherku, seperti yang biasa dilakukan Paman Kailash. Kata Mama, sekarang kamu yang harus bantu,” pinta Reinan dengan wajah tanpa dosa.

Esme menghela napas. Tangannya gemetar saat ia menerima botol sampo dari Reinan, lalu menuangkannya ke telapak tangan. 

Sambil mengusap rambut sang suami dengan lembut, Esme berusaha menyingkirkan rasa gugup dengan membayangkan dirinya sedang memandikan Luna, kucing kesayangannya.

“Pelan-pelan, Esme,” gumam Reinan dengan mata terpejam, menikmati sentuhan itu.

Tanpa diketahui Esme, senyum samar muncul di bibir Reinan. Ia akan mencari tahu sejauh mana istrinya sanggup bertahan melewati berbagai ujian. Permainan kecil baru saja dimulai, dan malam ini Reinan akan mulai melaksanakan rencananya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suamiku (Bukan) Tuan Muda Bodoh   Segera Kembali, Isabella!

    Di atas ranjang empuk berlapis seprai sutra, Vera menggeliat seperti kucing yang baru bangun dari tidur panjang. Setelah sekian lama, ia dapat beristirahat tanpa gangguan, tanpa omelan Nelson dan tanpa komando untuk tidur di sofa. Dia tidak harus melihat wajah masam sang suami, yang lebih sering mengintimidasi ketimbang mencintai.Hari ini, dunia terasa miliknya. Nelson masih di luar kota, dan tidak ada satu pun yang bisa menghalangi langkahnya. Wajah Vera merekah dengan senyum penuh kepuasan. Ia mengingat kembali kejadian kemarin—bagaimana Esme mabuk berat karena minuman yang secara ‘tidak sengaja’ ditawarkan oleh Chika dan Lisya. Ah, kemenangan kecil yang terasa manis! Dia berencana merayakannya sepanjang hari ini.Kalung berlian sudah terbayang melingkari lehernya. Rambut akan ia gulung tinggi dengan jepitan bunga kristal. Dan, ia akan pergi bersama teman-temannya, menghabiskan hari penuh tawa, belanja, dan mungkin sedikit bergosip di rooftop kafe yang sedang hits.Dengan semanga

  • Suamiku (Bukan) Tuan Muda Bodoh   Jatuh Cinta Padaku

    Sinar pagi menelusup di balik tirai putih yang setengah terbuka.Esme terbangun perlahan, kepalanya berat seolah baru dihantam kenyataan pahit. Ia meringis sambil memegangi pelipisnya yang berdenyut. Kelopak matanya mengerjap, mencoba mengenali sekitar. Langit-langit ruangan itu tampak asing. Begitu pula dengan dinding kamar, ranjang, dan seprai tempat ia berbaring. Jelas ini bukan kamar di paviliun, yang biasa ia tempati bersama Reinan. “Di mana aku?” bisik Esme, kebingungan.Dengan tubuh lemah, Esme menoleh ke kanan dan kiri. Ketika matanya jatuh ke arah tubuhnya sendiri, rasa takut dan panik segera menyerbu. Ia telah berganti pakaian, dengan piyama putih longgar yang jelas bukan miliknya. Itu ukuran pria, dan aroma wanginya sangat maskulin. Jantung Esme seketika berdetak lebih cepat. Ia menarik selimut hingga ke dagu, menutupi tubuhnya seolah itu bisa menghapus kenyataan. Seseorang telah mengganti bajunya saat ia tidak sadar. Seseorang telah melihat dirinya tanpa perisai, tanp

  • Suamiku (Bukan) Tuan Muda Bodoh   Rela Menjadi Bodoh Demi Dirimu

    Tanpa berkata apa-apa, Reinan segera menarik selimut dan menutupi tubuh Esme kembali. Ia pun menjauh dari ranjang sambil menarik napas dalam-dalam. Esme masih meracau, tangis lirihnya menggema, diselingi gumaman ketakutan“Jangan…jangan paksa aku.”Mendengar itu, Reinan mengepalkan tangan di sisi tubuh. Kini, ia mulai mengerti bahwa istrinya menyimpan luka yang tak pernah terucap. Luka yang mungkin tak bisa sembuh hanya dengan cinta, tetapi butuh waktu dan penerimaan.“Aku tidak akan menyakitimu lagi, Esme,” gumamnya lirih. Suara Reinan hampir tenggelam dalam bunyi detik jam di dinding.Untuk beberapa saat, Reinan hanya berdiri terpaku di sisi ranjang, menatap tubuh mungil istrinya yang masih menggeliat dalam mimpi buruk. Gadis itu tampak begitu rapuh. Meski mata Esme terpejam, kelopak matanya tampak bergetar dan dari sudut-sudutnya mengalir air mata yang tak mampu ia tahan. Reinan mengusap rambutnya sendiri dengan frustasi. Ia tidak bisa membiarkan Esme terus tertidur dengan pakai

  • Suamiku (Bukan) Tuan Muda Bodoh   Kau adalah Dia

    Esme terlelap dalam pelukan pria yang menolongnya, sementara mobil yang membawa mereka melaju perlahan menembus dinginnya malam. Di kursi depan, Kailash menggenggam kemudi dengan tenang. Matanya sesekali melirik ke spion tengah, memandangi Reinan yang mendekap Esme seakan menjaga kristal yang mudah pecah. Mobil berhenti di depan apartemen Reinan yang bergaya modern. Sebelum menghentikan mobilnya, Kailash menoleh.“Tuan Muda, Anda yakin ingin membawa Nyonya Muda ke sini?”Reinan menatap wajah Esme yang pucat sembari menghela napas. “Ya. Jika kita pulang ke mansion, akan muncul banyak spekulasi dari para pelayan. Kabar itu pasti sampai ke telinga Mama.”“Baiklah, kalau itu keputusan Anda,” ucap Kailash mengangguk mengerti.Tak lama berselang, Kailash memarkirkan mobil di area khusus penghuni apartemen. Usai mematikan mesin, pria itu keluar dari kursi kemudi dan membuka pintu belakang. Reinan turun lebih dulu, lalu dengan hati-hati menarik tubuh Esme yang lunglai ke pelukannya. Saat itu

  • Suamiku (Bukan) Tuan Muda Bodoh   Bawa Aku Pergi

    Suasana di dalam Prime Steak House & Bar semakin ramai menjelang jam makan malam.Vera yang kembali duduk di samping Esme, mengulurkan tangan untuk mengambil minumannya sendiri. Ia mendekatkan gelas itu ke wajah, lalu pura-pura terkejut.“Kau minum ini, Esme?” tanyanya, menunjuk cairan merah keunguan yang masih menyisakan embun dingin. “Velvet Dawn?”Esme menoleh, matanya sedikit kabur, tetapi ia berusaha fokus. “Iya, Kak.”Mendengar jawaban itu, Vera membelalak dramatis sambil menatap Chika dan Lisya di seberangnya. “Chika, Lisya, kenapa kalian memesan Velvet Dawn? Kadar alkoholnya cukup tinggi, bisa berbahaya bagi Esme.”Chika mengangkat tangan dengan ekspresi bersalah yang dibuat-buat. “Maaf, Ver. Kupikir Velvet Dawn adalah minuman signature resto ini.”Lisya menambahkan dengan nada setengah mengejek, “Kami tidak menyangka adik iparmu ini belum pernah mencicipi rasa alkohol.”Esme tersentak. Kepalanya semakin berat. Suara orang-orang terasa seperti gema jauh yang datang dan pergi.

  • Suamiku (Bukan) Tuan Muda Bodoh   Perangkap di Balik Minuman

    Sepanjang perjalanan menuju restoran, suasana di dalam mobil tampak hangat, setidaknya di permukaan. Dengan nada lembut yang menyerupai perhatian seorang kakak, Vera mulai menceritakan kebiasaan makan Reinan.“Dia suka steak medium rare pakai saus jamur,” tuturnya manis. “Juga sup labu, dan roti panggang keju untuk sarapan.”Ada nada halus bernuansa peringatan yang menyelip, ketika ia menambahkan, “Tapi usahakan jangan biarkan dia makan yang terlalu manis atau berlemak. Reinan itu keras kepala. Harus ada yang mengingatkan.”Esme mengangguk sopan, mencoba mengingat semua yang dikatakan Vera. Sekilas, ia merasa disentuh oleh perhatian sang kakak ipar.Mungkin, ini adalah upaya Vera membuka lembaran baru. Siapa tahu, sikap keras dan dingin yang diperlihatkan Vera dulu, hanya bentuk dari rasa sayang yang tak terungkap.Ketika mobil mulai memasuki kawasan kuliner di pinggir kota, keraguan perlahan menyelinap di hati Esme. Matanya menatap keluar, menelusuri nama-nama yang tertera di setiap

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status