"Kamu siapkan saja presentasinya untuk meeting kita hari ini. Aku mau semuanya sudah siap."
Sayup - sayup kudengar Mas Aldo berbicara dengan seseorang. Entah Mas Aldo berbicara dengan siapa. Segera kutepuk pundak Mas Aldo. Seketika dia terkejut dan buru - buru mematikan ponselnya.
"Mas Aldo sedang berbicara dengan siapa?"
"Sayang kamu sudah bangun? Maaf tadi temanku yang menelepon."
"Kok langsung dimatikan mas. Memang jadi tukang ojol ada meetingnya ya mas."
Tampak wajah Mas Aldo berubah menjadi gugup. Namun setelah itu wajahnya kembali tenang.
"Oh itu ada donk sayang. Biasanya sesama ojol membicarakan tarif untuk para pelanggan agar mereka tidak kecewa nantinya."
"Memang ada ya seperti itu. Aku baru tahu mas. Ya sudah kita sholat Shubuh dulu yuk mas. Lalu kita kepasar. Takut keburu siang."
"Siap istriku."
Aku tak mau ambil pusing. Mungkin memang tukang ojol ada meetingnya. Akhirnya kami melaksanakan sholat Shubuh berjamaah. Setelah itu Mas Aldo mengantarkanku pergi ke pasar untuk membeli bahan - bahan membuat rendang. Sepulang dari berbelanja kami mampir ke warung soto langganan kami.
"Bang pesen dua mangkok ya, seperti biasa."
"Siap neng."
Dua mangkok soto panasdengan aroma yang menggiurkan sudah berada di hadapan kami. Tanpa banyak kata, aku dan Mas Ado melahap soto itu sampai habis. Tak lama kemudian datang seorang laki - laki berpakaian rapi dengan jas melekat di tubuhnya meghampiri meja kami.
"Selamat pagi Pak Aldo."
Mas Aldo menghentikan makannya dan melihat sosok laki - laki yang berpakaian rapi itu.
"Eh selamat pagi Pak Candra. Silahkan duduk. Sayang tolong pesankan soto satu lagi ya."
Aku pun menganggukan kepalaku dan segera menuju abang penjual soto itu. Samar - samar dari kejauhan, aku melihat mereka sedang terlibat pembicaraan serius. Namun karena jarajnya yang jauh, aku tak bisa mendengarkan pembicaraan mereka. Tak lama kemudian, laki - laki yang bernama Pak Candra itu mengeluarkan beberapa map dari dalam tasnya.
"Neng, mau pesan lagi?"
"Eh iya bang. Pesan satu lagi ya. Buat temannya mas Aldo."
"Oke siap neng. Sebentar lagi saya antar."
"Terima kasih bang."
Aku kembali berjalan menuju meja kami. Bisa kulihat Mas Aldo sedang serius membaca isi dari map itu lalu menandatanganinya. Sebenarnya siapa Pak Candra itu? Mengapa begitu hormat dengan suamiku?
"Mas, sudah ku pesankan sotonya."
"Eh iya sayang, terima kasih ya. Pak Candra makan dulu ya. Saya yakin anda belum sarapan kan?"
"Iya Pak ALdo. Terima kasih. Jadi merepotkan."
Kulihat Mas Aldo mengembalikan map itu kepada Pak Candra. Ingin aku bertanya namun nanti sajalah saat berada di rumah. Pak Candra pun mulai menghabiskan makanannya itu.
Tak lama kemudian Pak Candra pamit untuk pergi. Beliau mengucapkan terimakasih karena sudah diizinkan makan bersama. Namun aku tercengang kala melihat mobil mewah yang dinaiki beliau. Sebenarnya siapa Pak Candra itu? Lagi - lagi aku di buat penasaran dengan sosok laki - laki itu.
"Mas, Pak Candra orang kaya ya. Lihat saja mobilnya mewah sekali. Tapi beliau tak sombong karena mau diajak makan soto dipinggir jalan."
"Ya sayang, dia teman mas. Kamu mau naik mobil mewah itu. Kalau mau, nanti ku ajak naik mobil itu."
"Jangan mas. Mana pantas aku naik mobil itu. Terus kalau rusak gimana? Pasti biayanya mahal. Lagipula aku mabuk kendaraan mas."
"Hahaha...masa sih sayang. Tapi naik angkot kamu tidak mabuk?"
"Bedalah mas, mobil bagus sama angkot. Enak angkotlah, ac nya lebih alami."
Seketika Mas Aldo tertawa dan langsung mengajakku pulang. Mas Aldo harus segera berangkat narik ojol. Sedangkan aku harus segera mengolah rendang ini. Karena waktu memasak rendang cukuplah lama.
"Sayang, aku langsung berangkat ya. Takut kesiangan, nanti gak dapat duit lagi."
"Ya mas, hati - hati ya dijalan. Semoga hari ini banyak yang pesan ojol mas."
"Amin sayang, aku berangkat ya. Oh ya nanti sore mas sudah pulang. Mas akan mengantarkanmu ke rumah ibu."
"Siap mas, aku tunggu kepulanganmu."
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Seperti biasanya, aku akan mencium punggung tangan suamiku. Mas Aldo akan membalasnya dengan langsung mencium keningku. Kami selalu melakukan hal itu agar rumah tangga kami tetap harmonis. Ku lambaikan tanganku ke arahnya saat mas Aldo sudah menjalankan motornya. Dalam hati aku berdoa semoga Mas Aldo selalu diberikan kesehatan, keselamatan, dan rejeki yang banyak.
Setelah motor mas Aldo menghilang, Aku bergegas menuju ke dapur untuk mengolah daging sapi ini menjadi rendang. Setelah membuat bumbunya, aku langsung memasaknya di wajan yang besar. Setelah bumbu itu tercium harum, kumasukkan santan di wajan itu. Dan yang terakhir daging sapi kumasukkan kedalam sana. Tinggal menunggu dagingnya empuk dan kuahnya menyusut. Dan tentu saja membutuhkan waktu berjam - jam.
Sembari menunggu daging matang, aku menuju ke kamar untuk mengambil cucian yang kotor. Setelah itu kumasukkan ke dalam mesin cuci. Kurogoh saku - saku celana, karena terkadang aku meninggalkan kertas atau tisu di dalam saku itu.
Giliran celana Mas Aldo, kurogoh sakunya terdapat bukti struk ATM penarikan. Kulihat ada penarikan sebesar 150.000. Kok nominalnya sama dengan uang yang diberikan Mas Aldo kemarin. Namun bukan itu yang membuatku terkejut. Sisa saldo rekening yang tertera di struk ATM itu membuatku membelalakkan mataku.
Hari ini adalah hari bahagia untuk Sari. Setelah satu bulan lamanya menyiapkan rencana pernikahan, akhirnya hari itu tiba. Sari berpenampilan cantik dengan kebaya putih yang melekat ditubuhnya. Sari tetap memakai hijab sehingga menambah kecantikannya.Fery yang melihat penampilan Sari saat itu seketika tak bisa menyembunyikan perasaan kagumnya. Fery sudah tak sabar ingin menghalalkan wanita yang dicintainya itu.Akad nikah dilaksanakan di kediaman Wijaya. Semua tamu sudah hadir untuk menyaksikan acara sakral itu. Dengan sekali ucap, proses ijab kabul itu sudah terlaksana. Kini Fery dan Sari sudah resmi menjadi suami istri.Ucapan selamat mulai terdengar dari para tamu. Sengaja Sari menginginkan pesta pernikahan yang sederhana karena dirinya tak pantas untuk mengadakan pesta mewah. Namun nyatanya Fery memberikan kejutan pada dirinya.Setelah proses akad nikah itu, Fery mengajak Sari ke hotel untuk menjalani resepsi pernikahannya. Sebelumnya Sari sudah didandani layaknya pengantin."Mas
Fery turun dari mobilny dengan pakaian jasnya. Sari begitu terkejut saat melihat kedatangan Fery. Namun yang membuatnya semakin terkejut, Fery tak datang sendiri. Fery datang bersama dua orang laki - laki dan perempuan yang usianya tak muda lagi. Sari yakin jika kedua orang itu adalah orang tua Fery.Ada perasaan rindu dihatinya setelah lama tak bertemu dengan laki - laki itu. Fery tersenyum sembari membawa buket bunga di tangannya."Assalamualaikum.""Waalaikumsalam. Kamu kenapa kesini?""Boleh aku bertemu dengan kedua orangtuamu?""Untuk apa bertemu dengan bapak dan ibu?""Ada sesuatu yang ingin saya bicarakan dengan mereka." Belum Sempat Sari menjawab, Wijaya keluar dan menatap beberapa orang yang tak dikenalinya. Namun dia mengingat ssok Fery yang merupakan teman Aldo."Lho kamu bukannya teman Aldo ya? Siapa namanya?" Wijaya berusaha mengingatnya. Namun dia tak kunjung mengingatnya."Benar pak. Saya teman Aldo. Nama saya Fery.""Ah iya nak Fery. Mereka siapa?""Mereka kedua orang
“Kenapa menyendiri disini? Tidak gabung dengan lainnya di dalam.”“Aku lebih suka disini. Apalagi suasananya begitu tenang.”“Oh begitu. Hmnn sebelumnya apa aku boleh bertanya sesuatu?”“Tentang apa ya?”“Apa kamu sudah punya kekasih?”Sari seketika tersenyum mendengar pertanyaan Fery. “Apa Aldo tidak cerita kalau saya ini seorang janda.”"Ya Aldo sudah mencertakan semuanya. Tapi saya hanya ingin memastikan saja jika anda belum mempunyai kekasih.""Tapi apa tujuan anda menanyakan hal itu? Padahal pertanyaan itu sangatlah pribadi.""Maaf jika saya terkesan lancang. Hanya saja sejak pertama kali saya bertemu denganmu, saya mulai jatuh cinta padamu."Sejenak Sari terdiam dan menatap wajah Fery. Dia tak menyangka jika ada laki - laki yang tiba - tiba mengungkapkan perasaannya."Bagaimana bisa anda tiba - tiba menyukai saya. Padahal kita baru saja bertemu hari ini.""Lebih tepatnya dua kali aku sudah bertemu denganmu.""Tapi kamu belum tahu siapa saya sebenarnya. Apalagi masa lalu saya ya
PlakPlakDua kali tamparan berhasil mendarat di pipi Hendra. Hendra hanya bisa meringis menahan rasa sakitnya.“Apa yang kau lakukan pada putriku!!!”“Papa, aku tak sengaja pa. Maafkan aku.”“Kau pikir aku bodoh. Ingat jika terjadi sesuatu pada putriku, kau orang pertama yang akan kuberi perhitungan.”“Maafkan aku pa.”“Kau tahu kan bagaimana kejamnya keluarga Sanjaya. Aku bisa menghancurkanmu dalam waktu sedetik saja. Selama ini saya membiarkan putriku bersamamu. Kuturuti semuanya agar dia bisa bahagia dan tanpa kekurangan apapun saat hidup denganmu. Tapi apa yang kami dapatkan sekarang. Kau membuat putriku hampir saja kehilangan nyawanya.”Hendra seketika berlutut di hadapan papa mertuanya itu. Dia tak ada niatan untuk melakukan hal seperti itu. Tak bisa dia bayangkan nantinya jika Sanjaya akan menghancurkan hidupnya.“Maafkan aku pa. Aku memang bersalah. Aku akan melakukan apapun untuk menebus semua kesalahanku.”Perhatian semua orang tertuju pada Hendra. Namun Sanjaya tak menggub
Tangan Dewi bergetar saat melihat foto Hendra sedang bermesraan dengan beberapa wanita cantik. Dewi tak menyangka jika suaminya tega melakukan hal itu.Dewi melemparkan ponselnya ke arah ranjang tempat tidurnya. Setelah itu dia membanting foto pernikahannya yang terpajang di dinding kamarnya. "Kurang ajar kamu Hendra. Berani sekali kamu menghianatiku."Dengan nafas memburu Dewi mengambil ponselnya. Dewi pun menghubungi seseorang untuk melakukan sesuatu pada Hendra."Halo, tarik semua investasi dari perusahaan suamiku. Dan satu lagi blokir ATM dan kartu kreditnya."Baik nona akan kami laksanakan."Dewi mengambil koper dan memasukkan semua barang Hendra ke dalamnya. Setelah itu Dewi menyeret koper itu keluar dari kamar ini. Dengan bantuan asisten rumah tangganya, koper itu sudah berada diluar. Kini Dewi sudah menunggu kepulangan suaminya itu.Hendra yang berada di ruangan kantornya begitu terkejut saat menerima kabar dari sekretarisnya jika Dewi menarik semua saham di perusahannya yang
"Ada apa Sari? Kenapa kamu terlihat gelisah begitu?""I...ni Bu."Sari menunjukkan pesan yang dikirimkan Hendra pada dirinya. Ratna pun akhirnya membaca pesan itu. Aku tidak akan menyerah untuk membuatmu kembali padaku. Bersiaplah sayang suatu hari kita akan bersatu lagi."Astaga, kamu harus lebih hati - hati mulai sekarang Sari. Kalau perlu biar bapak yang mengantarkan dan menjemput kamu."Wijaya yang baru saja menunaikan sholat Maghrib menghampiri ibu dan putrinya itu. Tampak Sari begitu ketakutan setelah memegang ponselnya."Ada apa Bu? Kenapa kalian begitu ketakutan sekali.""Pak, rupanya Hendra masih saja menganggu Sari. Bapak baca ini pesan darinya."Wijaya membaca pesan itu. Setelah itu terlihat kilatan amarah dari wajahnya."Kurang ajar, masih saja dia menganggu putriku.""Pak aku takut, bagaimana kalau suatu saat dia mengangguku.""Kamu tenang saja Sari. Mulai besok bapak akan mengantarkan dan menjemputmu.""Tapi bapak kan kerja. Lagipula arah kantor Sari dan pabrik bapak be