"Ngomongin apa sih sama Bulan?" tanya Dinar kepo.
Yuda yang baru selesai mandi menautkan alisnya mendengar pertanyaan Dinar yang terkesan ketus."Ada sedikit masalah aja. Saya yakin aja kalau Bulan bisa menyelesaikan masalahnya," balas Yuda sambil mengenakan pakaian.Dinar memonyongkan bibirnya dengan respon abu-abu dari Yuda."Mas kenapa sih sama Dinar gak mau terbuka banget," rajuknya.Rasanya Dinar selama ini tidak banyak tau tentang Yuda. Ia tidak tau pasti apa yang Yuda lakukan, dan lelaki itu selalu misterius bila ia bertanya."Bukan gak mau terbuka, Dinar. Cuma saya rasa belum saatnya saja. Saya bakal kasih tau semuanya kalau udah saatnya," terang Yuda mencoba menenangkan Dinar."Emangnya kenapa sih, Mas? Ada apa? Dinar gak amanah gitu sampai mas gak berani cerita apa-apa tentang diri mas ke Dinar. Kalau pun harus di rahasiakan, Dinar bakal diam tentang diri mas yang sebenarnya," keluh kesah Dinar.Yuda mSebuah pemakaman umum terbentang sepanjang mata memandang. Dinar berdiri di belakang Yuda yang sedang bersimpuh di samping sebuah nisan.Wajah sedih Yuda, bak mengisyaratkan pada Dinar kalau orang yang ada di dalam makam itu adalah orang yang paling berarti bagi suaminya itu.Nama yang ada di batu nisan itu sudah kebus. Bak nisan yang memang sudah cukup lama. Atau bisa juga karena nisan terbuat dari bahan kayu. Makanya tulisan tak tahan puluhan tahun "Dinar. Sini." Yuda memanggilnya dengan sedikit menoleh.Dinar maju dua langkah ikut berjongkok seperti Yuda."Ini mama kandung saya," kata Yuda. "Ibu mertua kamu Dinar," terangnya lagi. Yuda menatapnya lekat Dinar dengan mata yang berair. Dinar mengangguk kecil seolah mengisyaratkan kalau ia mengerti maksud Yuda."Assalamu'alaikum, Ma," sapa Dinar seolah ibu kandung suaminya itu masih hidup."Ini istri Yuda, Ma. Cantik ya? Dia kaya mama waktu muda dulu. . . ."
Sepulangnya Simon dan Yanti, Dinar jadi canggung masuk kedalam kamar. Ia melirik Yuda yang sibuk dengan tabletnya entah apa yang pria itu lakukan."Mas. Dinar mau lanjutin ngobrol yang tadi," kata Dinar mencoba memberanikan diri.Yuda mengalihkan perhatiannya dari tablet.Pria itu langsung mematikan tablet dan menepuk tempat di sampingnya mengisyaratkan Dinar untuk duduk didekat nya.Takut-takut, Dinar mendekati Yuda. Entah kenapa dirinya jadi tiba-tiba takut berdekatan dengan suaminya sendiri."Ibu terlibat apa dalam kasus kematian almarhum mamanya mas Yuda?" tanya Dinar berharap bukan hal yang fatal.Yuda hanya tersenyum singkat membalas pertanyaan Dinar. Ia merangkul Dinar agar merapat pada tubuhnya. Di sandarkannya kepala Dinar di bahunya."Bukan sesuatu yang penting," kata YudaDinar melirik wajah Yuda yang hanya menatap lurus kedepan. Sementara tangannya mengusap bahu Dinar lembut.Ia membenamkan
Lagi-lagi rentenir datang ke rumah untuk menagih hutang yang tak kunjung di bayar. Kali ini mereka lebih beringas."Bayar kalau tidak saya ambil barang-barang di dalam!" ancam pria bertubuh besar dengan otot kekar."Ampun, Bang. Jangan," mohon Bu Tiara bersimpuh."Abang-abang ini tolong dengarkan dulu. Kami tidak mengambil hutang itu, jadi kami tak punya kewajiban membayar," jelas Bapak berusaha menenangkan mereka."Banyak bacod! Gue gak peduli itu utang punya siapa! Pokoknya gue di suruh nagih sama Lo semua! Bayar sekarang!"Dinar berlari dari dapur mendengar keributan di teras. Ia menatap ngeri melihat beberapa laki-laki bertubuh besar ada di depan rumahnya. Apalagi melihat bapak ibunya bersimpuh meminta amun dan memohon.Dapat Dinar pastikan permasalahannya adalah uang. Ya, hutang itu.Cepat-cepat ia meraih hp menekan nama Yuda di sana."Mas, tolong!" jerit Dinar menatap ngeri keluar rumah.". . . .
"Tega kamu, Dinar! Tidak akan ibu ridhoi surga untuk anak seperti kamu!" teriak Bu Tiara menatap Dinar murka.Di rumah, amarah Bu Tiara meledak. Berhadapan dengan Dinar, ia berkata dengan sangat pasti tentang dirinya yang tidak akan meridhoi anaknya."Apa salah Dinar, Bu? Dinar bahkan tidak punya kendali apa-apa," balas Dinar dengan air mata bercucuran mendengar penuturan paling menyakitkan dari ibunyaHanya ada bapak di rumah ini selain mereka berdua. Yuda pergi bersama para preman ke rumah rentenir itu. Sementara Sania tidak ikut pulang dari rumah mertuanya."Kamu pasti memaksa Yuda agar menyuruh Danu mengakui itukan? Agar nama kamu bisa bersih! Nyadar gak kamu dengan itu kamu jadi menyakiti adik kamu?!" Nafas Bu Tiara turun naik murka dengan apa yang terjadi di rumah besannya."Demi Allah demi Rasulullah, Bu. Dinar sama sekali tidak mencampuri urusan hutang piutang itu apalagi meminta mas Yuda melakukan itu!""Bohong
Tidak mungkin untuk kembali ke Bali malam ini juga. Akhirnya Yuda menyewa hotel untuk malam ini saja.Yuda kembali dengan membawa dua porsi makanan. Saat tiba di kamar, ia melihat Dinar yang tampak sudah selesai sholat dan sedang berdo'a. Air mata merembes sembari mulutnya melafalkan do'a.Dirinya duduk di sisi ranjang menunggu Dinar. Ia tadi sholat di mesjid depan hotal sekalian mau membeli makanan.Tertusuk di hati Yuda saat dirinya berlalu kasar di rumah pada Dinar tadi. Mungkinkah Dinar sedang bersedih sambil berdo'a?"Ayo makan," ajak Yuda dengan suara pelan. Dinar tampak sudah selesai berdo'a dan melepas mukenanya. Dengan anggukan kecil Dinar mengikuti Yuda yang duduk tak jauh darinya sambil menyiapkan makanan mereka."Ini buat kamu," kata Yuda.Dinar terpaku. Ayam panggang dan sop!Ini kesukaannya.Dinar menatap Yuda. Entah hanya kebetulan atau memang lelaki itu mengetahui kesukaannya.
[Tolong pastikan Danu membuat video pengakuan itu ya, Bang Erwin. Pastiin juga di sebarkan.]Itulah pesanan Yuda padanya saat sebelum mengantarkan Yuda kembali seusai membayar hutang itu.Erwin adalah teman sekaligus bawahan dari orang tua angkat Yuda di Bali. Dulu sebelum memutuskan tinggal di sini, ia lama bersama Togar, yang biasa di panggil Yuda dengan sebutan bapa.Sebuah kehormatan bagi Erwin bisa mewujudkan keinginan anak dari sahabat sekaligus bosnya itu.Dengan memboyong anak buahnya, Erwin memimpin motor menuju sebuah hotel yang di kabarkan anak buahnya kalau mangsa yang sedang mereka buru ada di sana."Itu kamera baguskan? Jangan sampai gak bisa di pakai nanti," ujar Bang Erwin saat turun dari motor.Tak tanggung-tanggung mereka memboyong kameraman yang mereka kenal sebagai kameraman profesional untuk mengambil video yang diinginkan Yuda agar hasilnya sangat memuaskan."Tenang, Bang. Ini beneran mau syuting di
Yuda berusaha menahan tertawa saat Dinar mengobati punggungnya yang tadi kena tampar bapa. Ia yakin orang satu rumah juga sejak tadi menahan tawa agar menjaga perasaan Dinar yang mencoba menolongnya."Mas. Kita cari kontrakan aja yuk," ajak Dinar dengan hidup yang berbunyi kalau ia menarik nafas. Tanda istrinya itu habis menangis."Jangan, Sayang. Di sini ada rumah saya. Salah satu rumah di sini itu rumah punya saya," jelas Yuda setenang mungkin.Ia tak berani menatap wajah Dinar. Takut tertawa keceplosan melihat tangis Dinar yang terasa berlebihan itu.Tak ada dirinya yang kesakitan di siksa sampai meninggal. Ia hanya berteriak agar bapa berhenti menampari dirinya dan memberi kesempatan agar bisa menjelaskan. Tapi belum sempat bapa berhenti, Dinar sudah memeluknya bak dirinya bisa saja mati kalau tidak di tolong.Padahal pukulan bapa pun sangat beliau jaga agar tidak meninggalkan bekas yang terlalu berbahaya."Tapi mereka semua
Muka tebal, Sania melangkah tanpa peduli tatapan orang-orang kampung yang menatap dirinya. Sudah terlanjur kesal ia tidak mempedulikan lagi rasa malu."Bangun pagi kek jadi menantu!"Pagi-pagi Bu Halimah sudah menggedor-gedor kamar Sania dan memintanya untuk bangun. Tak sampai di situ Bu Halimah, mertuanya, juga meminta ia untuk membersihkan rumah, memasak, dan berbelanja bulanan ke pasar."Emangnya gue pembantu! Dasar mertua songong!"Sania menggerutu dengan wajah di tekuk berjalan kaki menyusuri jalan kecil menuju rumahnya.Sialannya lagi ia harus berjalan masuk ke sini setelah turun dari angkot. Puluhan pasang mata yang menatap dirinya dengan cela rasanya sangat ingin ia maki-maki.Apa sih urusan mereka dengannya?"Eh, berani muncul kepermukaan juga!" sapa seorang wanita paru baya yang terkenal sebagai kang nyinyir, kang ghibah sekaligus kang gosip yang terkenal sejagat kampung."Ya iyalah berani. Emangnya sa