"Wih, belanjaan banyak nih," komentar Dinar saat melihat sang ibu masuk membawa begitu banyak belanjaan untuk dapur.
Pertama kalinya sang ibu terlihat sangat senang karena kebutuhan dapur lebih melimpah sekarang."Iya. Makasih ya sama Yuda udah kasih uang buat belanja bulanan. Uang dari bapak bisa ibu tabung jadinya," balas Bu Tiara dengan wajah sumberingah.Jujur sebenarnya Dinar tidak suka dengan sikap keduanya orang tuanya. Apa ia dan Yuda hanya di jadikan alat untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga?Tapi, memang pada awalnya ia dan Yuda juga yang ingin tinggal di rumah ini."Bu. Minta uang dong. Sania ngidam pengen makan pizza nih." Tiba-tiba Sania pulang.Tampak pakaian dinas yang sangat di agung-agungkannya itu masih melekat."Kamu ngidam ya?" tanya Bu Tiara."Iya nih, Bu. Kepengen makan pizza."Sok banget ngidamnya. Dinar mencelos dalam hati mendengar pengutaraan sang adik. Masih terasa di hatinya sakit akibat tikaman tak kasat mata dari Sania.Apalagi masih banyak suara sumbang yang mengatai dirinya selingkuh. Padahal kenyataannya Sania yang tidak punya harga diri, hamil dengan calon suami orang."Uang ibu habis, Sania. Suami kamu gak kasih uang?" tanya Bu Tiara.Dinar mengerutkan kening. Bukannya ibu bilang uang jatah bulanan dari bapak beliau tabung? Tapi kok malah bilang habis."Belum gajian, Bu. Lagian Sania cari uang sendiri. Gak enak minta uang sama Mas Danu."Dinar mencebik mendengar penuturan Sania. Syukurlah kalau ibu tidak mau memberikan uang pada Sania. Makan situ uang hasil sendiri."Kalau gitu, mending gak kerja deh. Biar di nafkahin," sindir Dinar.Dapat terlihat dari lirikan Dinar wajah murka Sania."Aku mandiri untuk memenuhi hidupku! Gak kayak mbak yang mengharapakan uang suami!"Apa bedanya nikah sama gak nikah kalau gitu mah."Dih. Mending ngarepin uang suami tapi di kasih dan gak di pelit-pelitin."Hati Dinar bak berbunga-bunga bisa memperlihatkan pada Sania kalau ia bahagia walau adiknya itu menghancurkan pernikahan indahnya. Walau lelaki yang tampak mapan itu gagal jadi suaminya, namun si tukang parkir dapat memenuhi segala kebutuhannya.Walau masih banyak hal yang membuat Dinar merasa risau jauh di lubuk hatinya.Tapi, lupakan itu kalau di hadapan Sania.Kalau kata mas Yuda, tampilkan kebahagiaan dari apa yang kamu miliki, maka orang yang tidak suka akan merasakan aura yang menyakitikan."Dinar! Jangan gitu. Adik kamu kerja dan masih meniti karir. Di support harusnya," tegur ibunya lagi-lagi membela Sania.Aneh juga. Ibu tampak membela tapi pada dasarnya dia juga tidak mau kasih uang pada Sania."Kalau kamu punya uang, di pinjemin dululah ke Sania. Kasian dia."Dih!Udahlah nyakitin, minjem uang lagi."Kalau uang sih Dinar ada. Tapi minta izin aja dulu sama Mas Yuda. Dia yang cari uang," ujar Dinar dengan nada bangga."Uang punya suami sih ya, gak bisa seenaknya di pakai," sindir Sania."Biarpun gitu, aku tetap punya uang. Gak minta sama ibu, bahkan bisa kasih ibu uang."Dinar tersenyum sangat lebar sebelum akhirnya meninggalkan ibu dan adiknya itu. Hari ini Dinar sangat senang melihat wajah marah adiknya itu. Wajah yang sudah menyakitinya sedemikian rupa bahkan membuat dirinya sebagai kambing hitam."Kok bisa sih, Bu, dia punya uang. 3 juta buat tukang parkir gak bisa kali di dapetin dalam satu bulan," ucap Sania yang tampak penasaran."Ibu juga gak tau." Bu Tiara melirik Dinar yang sudah menghilang di balik dinding dapur."Uang 3 juta buat belanja rumah, Nia. Kalau uang yang ada di tangan dia, ibu gak tau berapa."****"Neng Dinar, gimana? Bahagia nikah sama tukang parkir?"Pagi-pagi sudah harus berurusan dengan makhluk terkuat di muka bumi. Siapa lagi kalau bukan emak-emak.Bedanya ini versi yang kuat mulutnya. Khusus di program buat merekam aib tetangga.Karena setau Dinar ada banyak versi manusia terkuat di muka bumi atau yang lebih dikenal sebagai emak-emak ini. Ada di antara mereka yang punya versi yang jauh lebih baik.Namun sayangnya, ini versi yang masih jadul, yang suka merekam sembarangan dan kurang filter masalah kehidupan orang.Jadi harap maklum kalau rekamannya masih agak kurang cerah dan masih ada buram-buram."Alhamdulillah, Bu. Tukang parkirnya baik," balas Dinar seadanya."Baik aja gak cukup, Neng Dinar. Mapan lebih utama," ujarnya lagi."Akhlak, Bu, yang utama," balas Dinar."Ber-akhlak gak ber-uang mah masih kurang ya Bu-Ibu ya?"Astaga! Gak perlu repot-repot senam pagi sih ini. Dengerin omongan emak-emak jadul aja udah cukup bikin hati panas sampai ke ubun-ubun."Itu, Neng. Lagian ada yang baik kayak Danu, kok ya maunya sama tukang parkir."Ternyata gosib itu tidak selesai-selesai, justru malah kian melebar kemana-mana."Gak semua yang dilihat dan di dengar itu bener, Bu," ujar Dinar tak tau lagi harus bagaimana menjelaskan.Ia sudah pernah tempo lalu memperbaiki nama baiknya dengan menjelaskan baik-baik, namun justru dirinya malah kena semprot dan jadinya adu mulut. Setelah itu Dinar jadi lebih berhati-hati untuk bicara."Gimana pun juga mah ya, ibu-ibu, yang PNS lebih bagus. Atau kalau nggak kerja kantoran gitu."Kayak yang suaminya kerja kantoran aja ibu-ibu ini. Buruh pabrik sama tukang parkir mah beda-beda tipis. Kenapa harus mengatai dirinya."Ya udah ibu-ibu. Saya permisi."Dinar memilih masuk ke dalam rumah. Niat menyapu halaman buyar karena ulah emak-emak jadul yang versinya belum di update agar filter berita dan rekaman dalam meliput rumah tangga orang lain jadi lebih eksklusif."Kenapa sih?"Dinar duduk dengan wajah cemberut tak jauh dari Yuda yang berbaring sambil main hp.Terkadang aneh juga. Bagaimana bisa Yuda cuma main hp bisa punya uang banyak. Memang sih ini masih minggu-minggu mereka berbulan madu. Tapi, aneh saja kerjaan bahkan latar belakang Yuda jadi tidak jelas."Biasa, ibu-ibu suka ngatain," balas Dinar lalu mengalihkan perhatian pada tumpukkan kain yang belum di lipat."Kalau di katain jangan di tepis. Semakin ombak kamu halangi, makin sakit nanti kamu," ujar Yuda."Jadi maksud Mas aku iyain gitu kalau aku selingkuh?" rengut Dinar jadi tambah kesal."Dinar, cantik," panggil Yuda melihat istrinya itu sedang merajuk.Ia merapatkan jarak dengan gadis itu."Kamu memang selingkuh, dan itu karena Danu tidak cukup mampu membuat kamu bahagia."Dinar menoleh kaget dengan ucapan Yuda. "Maksud Mas apa? Jelas-jelas ini karena Mas Danu ngehamilin Sania.""Dan ada yang percaya dengan ucapan kamu? Kamu di hujatkan kemarin saat mencoba menerangkan itu?"Dinar terdiam."Buktikan saja, Sayang," bisik Yuda tepat di telinga Dinar.Ada aliran listrik yang serasa menjalar ke sekujur tubuh Dinar mendengar ucapan itu.Dadanya serasa berdetak lebih cepat dari biasanya. Apa Yuda menggunakan pelet agar ia mematuhi apa yang pria itu katakan?Tapi sekali lagi, apa untungnya?"Buktikan dengan memilihku, kamu jauh lebih bahagia dari pada dengan Danu. Kamu mampu hidup lebih berkecukupan. Gunakan uang yang aku berikan. Aku memberi uang bukan untuk di simpan, tapi untuk membuat kamu bahagia.Orang tidak akan memandang kamu sembarangan kalau kamu menggunakan pakaian bagus, bahkan kalau bisa menggunakan perhiasan. Nanti akan aku usahakan kamu menggunakan perhiasan.Zaman sekarang, jabatan itu tak akan terbukti kalau kamu tidak dapat menunjukkan pada semua orang. Kamu tau kenapa banyak pejabat yang korupsi? Itu untuk memenuhi keinginan tampil lebih dari banyak orang.Jadi gunakan uang itu agar orang-orang berhenti memandang remeh kamu."Bersambung. . . .Dinar menatap uang yang kemarin di berikan Yuda padanya. Cukup lama ia terdiam dengan pikiran berkecamuk."Orang sekarang tidak melihat benar atau tidak perbuatan seseorang. Kebanyakan orang melihat kekayaan yang dimiliki orang tersebut, melalui apa yang ia punya saat ini." Begitulah kata Yuda kemarin. Dinar dalam keadaan bimbang. Apa ia pakai saja uang ini untuk membeli pakaian baru?Tapi, apa halal uang yang Yuda berikan padanya? Pria itu bahkan enggan mengakui dari mana ia dapat uang sebanyak itu. Ia terus bilang kalau itu hasil ia markir. Orang bodoh mana yang mau percaya?Dinar memasukkan uang itu ke dalam dompet lagi. Sepertinya ia perlu berfikir panjang sebelum menggunakan uang itu.Setelahnya ia pergi ke dapur saja untuk memasak."Kalian serasi banget.""Iya. Semoga masa depan kalian cerah."Netra Dinar menangkap kedatangan orang tua Danu. Mereka sedang memuji pasangan yang dianggap serasi itu.Keduanya sama-sama menggunakan baju dinas, sepertinya baru pulang kerja. Bu Halim
"Wah cantik bener, Dinar. Tampilannya modis," puji Bu-ibu di tukang sayur."Bisa aja ibu," balas Dinar sambil memilih sayur. Hari ini ia sengaja ingin beli sayur demi memperlihatkan kalau ia bahagia. Sekarang dirinya jadi lebih setuju untuk tidak menepis, tapi membuktikan."Jangan terlalu maksa, Dinar. Kasian suami kamu yang tukang parkir itu. Dia pasti ngutang tuh buat bikin kamu tampil secantik ini," nyinyir salah atau ibu."Jangan souzon, Bu. Siapa tau memang suami Dinar mampu," bela salah satunya"Kalau mampu di mampu-mampuin sih ya namanya maksa. Nanti juga di tagih hutang sama koperasi."Tak mau ambil pusing, Dinar langsung membayar belanjaannya. Ia harus sabar. Semua butuh proses. Buktinya sekarang ada beberapa orang yang tidak merendahkan dirinya lagi berkat tampil lebih cantik."Berapa, Mang?""30 ribu, Neng."Uang merah melayang ke depan tukang sayur."Wah, kembaliannya belum ada ini
Tatapan sinis tak luput Dinar dapatkan saat keluar dari kamar ke esokan paginya."Makanya jangan sok! Udah ketahuankan belangnya?" sindir Sania.Dinar memilih mengindahkan. Nakun matanya justru menangkap sosok manusia menyebalkan. Nasib buruk sekali rasanya melihat Bu Halimah sudah ada di rumahnya sepagi ini. "Kamu bikin ibu malu lagi Dinar. Untung ada Bu Halimah yang menolong," ujar ibunya.Tatapan tajam yang jauh berbeda dari beberapa hari ini. Padahal baru kemarin sang ibu memuji-muji Yuda karena membantu memenuhi kebutuhan dapur."Bilang terima kasih kamu sama keluarga Danu!" perintah bapaknya.Suami Bu Halimah yang tidak lain adalah ayah mertuanya itu berucap, "Dinar. Saya rasa kamu tidak perlu melakukan apapun. Biarkan saja agar tidak memberatkan Yuda." Dahi Dinar mengerut dengan penuturan mertuanya. Aneh. Kenapa jangan melakukan apapun? "Bapak sudah memberikan uang 10 juta yang Bu Asih tuntut. Tapi pih
"Ini, bukti mutasi rekening bank, dan struk pengambilan uang atas nama Yuda Saputra di ATM beberapa hari lalu. Tepat di saat Bu Asih kehilangan uang!"Bulan melampirkan semua bukti yang mematahkan tuduhan."Hanya karena Yuda menyapa Bu asih saat Bu Asih memegang uang 10 juta, bukan berarti Yuda yang mengambil uang itu saat hilang!" tegas Bulan.Ia menatap petinggi polisi yang duduk di hadapannya. "Kepercayaan masyarakat pada kepolisian sedang di uji. Tolong jangan buat kepercayaan masyarakat semakin berkurang, Bapak polisi! Anda menangkap orang yang salah!"Bulan menatap Bu Asih dengan tatapan tajam khas dirinya saat menjadi pengacara."Bu Asih! Ibu telah merusak reputasi Yuda Saputra! Klien saya tidak terima, dan kami akan memberikan tuntutan!" Wajah Bu Asih memucat."Kalau bermain koneksi, saya punya koneksi yang jauh lebih kuat dari pada kamu!" sengit Bulan pada keponakan ibu Asih yang mengenakan pakaian polisi.Berdasarkan analisa Bulan, laporan polisi ini lolos bahkan tanpa bukti
"Habiskan ayamnya," suruh Yuda dengan senyum simpul.Malu-malu Dinar menyambar paket besar ayam krispi yang dipesan Yuda.Lelaki itu paham dirinya sejak tadi melirik potongan ayam yang masih utuh dalam kotak kertas. "Toko emas depan hotel masih buka tuh. Habis makan ke sana ya?" ajak Yuda.Posisi duduk mereka di resto hotel berhadapan dengan sebuah toko emas.Ayam yang baru ia gigit, terdiam beberapa saat di bibir gadis itu. Dinar mengunyah pelan lalu menelan dengan susah payah "Beli emas?" tanya Dinar memastikan "Iyalah."Dinar tercenung beberapa saat. Mungkin kalau Yuda menjelaskan dari mana uang yang ia miliki dengan penjelasan logis, ia akan senang.Ya kali. Perempuan mana yang akan menolak kalau di tawari membeli emas oleh suami sendiri.Hanya saja, situasinya kini berbeda. Semenjak kasus di penjaranya Yuda, walau ini cuma salah tangkap, masih menyisakan kekhawatiran di lubuk hati Dinar
"Dinar kasian, Mas, sama keluarga Bu Asih," lirih Dinar di samping Yuda.Pria itu menghela nafas lalu menuntun kepala istrinya agar bersandar di bahunya."Kita sudah berbaik hati tidak menuntut mereka, Sayang. Tapi kita harus memikirkan tentang kenyamanan kita juga," terang Yuda. Usapan lembut dikepala Dinar makin membuatnya merasa betah bersandar di bahu suaminya ini."Kasian aja gitu. Pasti anak-anak Bu Asih nanti di bully di sekolah."Yah, memang bukan main viralnya video klarifikasi itu. Sebab melibatkan akun seorang selebgram yang ternyata kenal baik dengan Bulan.Orang-orang yang tadinya ingin menghujat Yuda dan Dinar, berbalik menghujat Bu Asih atas salahnya sendiri."Itu resiko. Ada beberapa hal yang perlu kita maafkan dari kesalahan orang lain. Dan ada juga yang harus kita beri pelajaran."Dinar mengangguk walau hatinya masih tidak nyaman. Pikirannya masih menerawang bagaimana nasib anak-anak Bu Asih nanti."Oh, iya. Masalah tabungan saya, nanti ya saya kasih. Soalnya tabun
Tak ada lagi alasan Bu Tiara untuk tidak mengizinkan Yuda dan Dinar sarapan pagi bersama. Sebab, uang yang digunakan adalah uang Yuda.Dinar mengambilkan makan untuk sang suami tercinta. Yah, mungkin sekarang rasa yang ada di hatinya sudah bertukar menjadi cinta dengan semudah itu. Bahkan rambut basah Dinar menjadi saksi percintaan mereka.Juga tidak bisa disembunyikan raut bahagia Yuda pagi ini. Karena setelah penantian beberapa hari, akhirnya ia bisa mendapatkan haknya."Mau lauk agak banyakan?" tawar Dinar.Beberapa kali Yuda selalu sarapan dengan lauk dan nasi seadanya. Bahkan beberapa hari lalu Yuda hanya makan nasi dan sayur karena lauk dibagi ibu dengan sangat tidak adil.Mentang-mentang Sania lagi hamil dan dia malas makan nasi, jadi lauknya dia semua yang habiskan."Secukupnya aja," jawab Yuda.Dinar tetap mengambilkan lauk yang banyak untuk Yuda. Karena bagaimanapun Yuda yang punya hak penuh untuk makanan ini. Masa dia dapat yang sedikit.Bahkan ibu dan bapak mengambil banya
Perkara hutang masih jadi permasalahan. Dan lagi-lagi keluarga Danu berkumpul di rumah ini atas permasalahan tersebut.Yang menjengkelkan, Danu tidak hadir karena mengaku ada dinas luar kota. Di telpon juga tidak diangkat-angkat. Hanya mengirim pesan memberitahu di mana dirinya."Perkara hutang itu gak bisa Sania dong, Ma, yang disalahkan. Lagian Sania gak ikut-ikutan mempersiapkan itu.""Bener, Ibu Besan. Gak bisa Sania. Lagian kami semua gak tau kalau Danu punya hutang sebanyak itu."Bu Tiara dan Sania mengeluarkan kalimat pembelaan."Saya juga gak tau kalau itu. Kan saya gak ikut-ikutan mempersiapkan semua itu." Bu Halimah malah lepas tangan."Ya gimana, Ma? Rentenir itu bakal balik lagi ke sini nagih hutang. Sania takut karena dia bawa bodyguard banyak," rengek Sania pada Bu Halimah.Lagi-lagi, Dinar yang memilih diam malah ikut kena semprot. "Gara-gara kamu! Kenapa juga harus bikin pesta yang mewah kayak gitu kalau