Share

Perjalanan ke Desa

Penulis: Risca Amelia
last update Terakhir Diperbarui: 2023-09-26 00:21:11

Catleya berpikir dalam. Kedua pilihan dari Rajendra sangat sulit. Jika ia datang ke desa tempat pria itu tinggal, artinya secara tidak langsung Catleya telah menyetujui perjodohan sepihak yang dibuat oleh Nyonya Nandini. Sebaliknya, bila tak ke sana, maka Catleya akan kehilangan kesempatan untuk mencari tahu kebenaran dari kematian ibunya.

Hanya saja … entah bagaimana, Catleya yakin bila ucapan Rajendra tadi bukanlah omong kosong atau bualan semata. Tidak mungkin ‘kan pemuda itu berani berujar demikian, bila tidak memiliki sesuatu yang bisa ia andalkan?

“Aku belum bisa memberikan jawaban sekarang, Jendra,” jujur Catleya pada akhirnya.

Diambilnya secarik kertas dan pulpen dari rak buku di samping sofa, lalu memberikannya kepada Rajendra.

“Tapi, tolong tuliskan alamat tempat tinggalmu di sini, aku akan menyimpannya.”

Rajendra mengangguk meski jawaban Catleya masih ambigu. 

Pria itu segera menuliskan alamat tempat tinggal beserta nomer ponselnya secara lengkap. Kemudian, dia melipat kertas di tangannya menyerupai sepucuk surat. 

“Kalau nanti Mbak Leya kesulitan untuk mencari alamat saya, Mbak Leya bisa menelepon saya atau bertanya kepada penduduk desa. Mereka pasti mengenal Jendra si peternak ayam.”

Sontak, Catleya mengerutkan dahi mendengar ucapan Rajendra. Sebegitu terkenalnya ‘kah pria ini sebagai peternak ayam? Namun, ia tak berani mendengar jawaban Rajendra. Jadi, Catleya pun bergegas meninggalkan Rajendra. 

“A-aku panggil Mama Nandini dulu,” pamitnya. 

Buru-buru dia pergi ke ruang tengah untuk menemui ibu tirinya yang tengah berbincang dengan Bi Ijah.

“Ma, aku sudah selesai bicara dengan Jendra.”

“Lalu bagaimana hasilnya, Leya? Kalian sudah sepakat untuk menikah, kan?” tuntu Nyonya Nandini cepat.

Catleya sontak menggeleng. “Aku belum mengambil keputusan, Ma. Aku akan memikirkannya besok setelah Jendra pulang ke desa.”

Kelopak mata Nyonya Nandini melebar seketika. Dengan ekspresi kesal, perempuan paruh baya itu menoleh kepada Bi Ijah. 

“Bi Ijah, bukannya rencana kita tidak seperti ini? Kita sepakat akan menikahkan Jendra dan Leya. Setelahnya, baru Jendra memboyong Leya ke desa.”

Kini giliran Catleya yang dibuat terkejut oleh ucapan Nyonya Nandini. Dia tidak menyangka bila ibu sambungnya itu berniat untuk memindahkan dirinya ke desa yang terpencil.

“Maaf, Nyonya, saya juga tidak tahu menahu tentang keputusan yang diambil Jendra. Saya akan menanyakannya kepada Jendra sekarang.”

Melihat Bi Ijah yang pergi tergopoh-gopoh, Catleya menjadi curiga. Dia berpikir bahwa mungkin Nyonya Nandini dan Bi Ijah telah membuat kesepakatan tertentu tanpa sepengetahuannya dan mungkin Rajendra? Namun, Catleya sudah terlalu lelah untuk berdebat. Dia lebih memilih untuk berlalu ke kamar dan merenungkan semuanya sendiri. 

‘Sepertinya tidak ada satu pun orang di sekitarku yang bisa dipercaya,’ gumamnya, ‘lalu bagaimana dengan Rajendra?’ 

Hanya saja, insting Catleya mengalahkan akal sehatnya. Sambil menenteng tas kopernya, Catleya kini memasuki bus bersama dengan para penumpang lain, menuju Desa Purwabinangun. Catleya pun mencari-cari nomer kursi yang tertera pada tiket. Ternyata, dia duduk bersebelahan dengan seorang bapak tua yang membawa banyak barang.

Merasa kasihan, Catleya membantu bapak tua itu meletakkan salah satu tasnya.

“Terima kasih, Non.”

“Sama-sama, Pak.”

Setelah tersenyum singkat, Catleya lantas duduk di sebelah bapak tua itu. Tak lama kemudian, bus tersebut berangkat. Untuk mengusir rasa bosan, Catleya melemparkan pandangannya ke jendela. 

Hingga detik ini, Catleya tidak mengerti kenapa dirinya rela menempuh perjalanan setengah hari hanya untuk menemui Rajendra.

Namun, ibarat orang yang menyeberangi lautan, dirinya sudah berada di tengah pusaran ombak. Maju maupun mundur, dia tetap akan terkena imbasnya. Karena itu, Catleya memutuskan untuk terus melangkah sampai batas akhir. Dia akan melihat siapa sosok Rajendra yang sebenarnya, dan apakah pemuda itu terlibat dengan permainan rahasia yang dilakukan oleh Nyonya Nandini. Demi mencapai tujuannya ini, Catleya memutuskan berangkat seorang diri ke desa tanpa memberitahu Rajendra.

***

“Non, bangun, kita sudah sampai!”

Mendengar suara parau yang memanggilnya, Catleya berjengit kaget. Sontak perempuan berkulit putih itu terbangun dari tidurnya. Tak terasa Catleya terlelap di kursi sepanjang perjalanan. Alhasil, dia tidak sadar bila bus yang ditumpanginya sudah berhenti.

“Pak, kita sudah sampai di Desa Purwabinangun?” tanya Catleya masih berusaha mengumpulkan kesadarannya.

Bapak tua itu mengerutkan kedua alisnya dalam-dalam, seolah terkejut dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh Catleya. 

“Jadi Non mau ke Desa Purwabinangun?”

“Iya, Pak. Ini pertama kalinya saya akan ke sana, jadi saya masih bingung,” ungkap Catleya.

“Kalau begitu Non ikut saya saja, kebetulan saya juga akan ke Purwabinangun. Setelah ini, kita harus naik angkot sekitar dua jam lagi,” kata Bapak tua itu.

Catleya mengangguk. Dia merasa sangat lega karena memiliki teman seperjalanan. Dengan demikian, dia tidak akan menjadi seperti pengembara yang tersesat di tengah hutan belantara.

“Kita belum berkenalan, nama saya Leya, Pak. Terima kasih karena Bapak mau menolong saya,” ujar Catleya mengulurkan tangan.

“Saya Pak Warno, Non. Mari kita segera mencari angkot supaya tidak kemalaman.”

Sembari berjalan beriringan dengan Pak Warno, Catleya menuju ke mobil berwarna hijau kusam yang ada di tepi jalan. Dari sebagian catnya yang terkelupas, terlihat jelas bahwa angkot tersebut tidak terawat. Namun mau tak mau, Catleya harus menaiki mobil tersebut.

Setelah Catleya dan Pak Warno membayar sejumlah uang untuk ongkos, sang supir bergegas menjalankan mobilnya. Di dalam angkot, Catleya merasa sangat kepanasan. Apalagi cara supir itu mengemudi telah membuat kepala Catleya pusing tujuh keliling. Untung saja, Pak Warno memberikan permen jahe, sehingga Catleya bisa mengatasi rasa mualnya.

Sempat terpikir oleh Catleya untuk melompat turun dari angkot itu. Namun, hal itu mustahil untuk dilakukan karena saat ini dia sedang terjebak di dunia antah berantah. Sejauh mata memandang hanya ada pepohonan besar, rerumputan dan jalan aspal yang berkelok-kelok.

Meski begitu, Catleya melihat sejumlah truk yang berlalu-lalang. Ada yang mengangkut sayuran segar, ayam, telur, dan beberapa hasil pertanian. Mungkin benar apa yang dikatakan oleh Rajendra bahwa penduduk desanya sibuk melakukan aktivitas perdagangan.

“Nah, itu Non, Desa Purwabinangun,” tunjuk Pak Warno ke arah gapura besar di depannya.

Memandang gapura megah berwarna cokelat keemasan, Catleya sontak tercengang. Tak disangka Desa Purwabinangun bisa memiliki gerbang masuk sebagus ini. Tadinya, Catleya mengira bahwa desa itu akan sehoror yang ada di dalam film. Namun ternyata Desa Purwabinangun sangat maju, terutama dari segi bangunan dan kondisi pemukiman para penduduk.

“Ayo, Non, kita turun,” ajak Pak Warno mendahului Catleya.

“I-iya, Pak, mari saya bantu membawa tas.”

Catleya sedikit memperlambat langkahnya agar bisa menyesuaikan diri dengan Pak Warno. Begitu melewati gapura, Pak Warno langsung bertegur sapa dengan warga setempat. Mereka semua membalas sapaan Pak Warno dengan ramah. Namun, terang-terangan melihat Catleya penasaran. Dalam pemikiran mereka, Catleya adalah keturunan bule atau Asia Timur yang baru pertama kali menginjakkan kaki di desa.

“Warno, piye kabarmu?” tanya salah seorang perempuan tua menghampiri Bapak di sampik Catleya itu.

Kedua lansia itu bercakap-cakap menggunakan bahasa Jawa, begitu pula dengan orang-orang di sekitarnya. Otomatis Catleya jadi berpikir, mengapa gaya bicara Rajendra sangat berbeda dengan penduduk desanya? Namun belum mendapat jawaban, Pak Warno tiba-tiba berhenti bicara dan beralih menatap Catleya. 

“Non Leya, mau bertemu siapa di sini? Saya dan Mbok Lasti akan membantu mencarikan orangnya,” tanyanya.

“Saya ingin bertemu dengan Rajendra, peternak ayam.”

Anehnya, ketika Catleya mengucapkan hal itu, kedua lansia di hadapannya tertegun untuk sesaat. Perempuan tua yang bernama Mbok Lasti bahkan langsung maju ke depan untuk bertanya ulang kepada Catleya, “Non yakin mau ketemu Pak Jendra?”

“Iya, Mbok, memangnya kenapa?” tanya Catleya heran karena wanita yang jauh lebih tua itu malah menyebutkan nama Rajendra dengan penuh hormat.

“Setahu Mbok, Pak Jendra jarang sekali mau ditemui orang lain. Jika ada yang nekat bertamu ke rumahnya tanpa izin, dia akan marah besar,” pungkas Mbok Lasti, “apa Non tidak takut?”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Suamiku Dari Desa Ternyata Tuan Muda   Cinta Tulus - Bahagia Selalu (END)

    Esok harinya Rajendra dan Catleya berangkat ke desa Purwabinangun untuk berbulan madu. Begitu mereka tiba, kepala desa dan seluruh warga menyambut Rajendra dengan hangat. Mereka merasa gembira lantaran sang juragan peternakan ayam akhirnya kembali, pasca meninggalkan desa cukup lama.Setelah beramah tamah sebentar dengan warga, Rajendra mohon diri untuk membawa Catleya beristirahat di rumah. Semula Catleya mengira bahwa rumah itu akan terlihat kotor dan berbau apek karena sudah lama tidak dihuni. Namun dugaannya ternyata keliru. Begitu pintu terbuka, Catleya terkejut melihat rumah bercat hijau itu terlihat rapi dan bersih. Ia juga disambut oleh Isti dan Irma, gadis kembar yang dulu menjadi perias pengantinnya. Nampaknya, Rajendra menugaskan kedua gadis itu untuk merawat dan menjaga rumahnya selama mereka tidak ada. “Mbak Leya sedang hamil. Sudah berapa bulan, Mbak?” Isti memandang perut Catleya yang membuncit dengan mata berbinar.“Lima bulan, Isti,” kata Catleya.“Mbak Leya dan Pak

  • Suamiku Dari Desa Ternyata Tuan Muda   Resepsi Pernikahan Meriah

    Catleya sudah bersIap-siap pergi ke butik untuk melakukan fitting baju. Hari ini, Catleya pergi dengan ditemani oleh Ineke, karena sahabatnya itu sedang cuti. Setibanya di tempat tujuan, Ineke langsung bergerak aktif bersama para pegawai butik untuk memilihkan gaun bagi Catleya. Sementara itu, sang ibu hamil hanya berdiri sambil melihat kesibukan mereka. Dalam hal ini, Catleya berperan sebagai manekin yang bertugas mencoba gaun. Rasanya bagaikan mimpi ketika Catleya memandang dirinya di depan cermin. Sebuah gaun putih berenda mawar, dengan ekor panjang yang menjuntai membalut tubuhnya. Persis seperti imajinasinya semasa kecil, bahwa ia akan berpakaian seperti putri raja dan menikah dengan seorang pangeran. Dan pangeran tersebut tak lain adalah Rajendra Aryaguna, lelaki yang mendadak hadir dalam hidupnya tanpa disangka-disangka. “Setelah ini, kita akan ke mana? Belanja ke mall, perawatan ke salon, makan di kafe, atau nonton film?” tanya Ineke pasca urusan di butik sudah selesai. “Ki

  • Suamiku Dari Desa Ternyata Tuan Muda   Pelangi Sehabis Badai

    Bibir Catleya berubah sepucat kertas takala mendengar kabar duka itu. Cairan bening berdesakan di kedua sudut matanya. Pasalnya, sejahat apa pun perilaku Nyonya Nandini dan Meliana, tetap saja mereka pernah menjadi bagian tak terpisahkan dari hidupnya. Bahkan, selama ini ia telah menganggap Nyonya Nandini sebagai ibu kandung sendiri.“Halo, Non. Apa Non Leya masih mendengar suara saya?” tanya Bi Ijah dari seberang telepon.“I-iya, Bi. Tolong tanyakan, di rumah sakit mana Mama Nandini dirawat,” kata Catleya dengan suara parau.“Sebentar, Non.”Terdengar suara langkah kaki Bi Ijah yang menjauh, disertai sayup-sayup percakapannya dengan petugas kepolisian. Tak berselang lama, Bi Ijah kembali untuk memberitahukan informasi yang berhasil dia dapatkan. “Kata Pak Polisi, Nyonya Nandini ada di IGD rumah sakit Premier, Non.”“Baik, Bi, terima kasih. Aku dan Jendra akan ke sana sekarang,” ucap Catleya sebelum memutus sambungan telepon. Bersamaan dengan itu, Rajendra datang dengan membawa namp

  • Suamiku Dari Desa Ternyata Tuan Muda   Tak Mau Kehilanganmu

    “Mama!”Catleya berteriak di dalam tidur karena memimpikan ibu kandungnya berjalan pergi bersama Nyonya Nandini. Merasa sedih sekaligus takut, perempuan itu meraih guling yang ada di sampingnya dan memeluknya dengan erat. Anehnya, guling tersebut terasa lebih besar dan hangat seakan memiliki nyawa.“Eummm, jangan tinggalkan aku,” racau Catleya. “Aku tidak akan meninggalkan kamu, Sayang.”Mendengar suara bariton yang menjawabnya, Catleya serasa terlempar kembali ke dunia nyata. Kelopak matanya mengerjap sebelum akhirnya terbuka perlahan. Seolah tak percaya, Catleya mengusap mata beberapa kali. Berusaha menajamkan penglihatan, supaya tidak salah mengenali benda. Siapa tahu mimpi buruk tadi telah membuat dirinya mengalami halusinasi berlebihan. “Kenapa guling bisa berubah menjadi Jendra?” tanya Catleya bingung. Dalam sepersekian detik, Catleya bersitatap dengan netra hitam milik sang suami. Entah mengapa perwujudan dari imajinasinya saat ini benar-benar nyata.Catleya pun mengulurkan t

  • Suamiku Dari Desa Ternyata Tuan Muda   Anak Durhaka

    “Biarkan Mama ikut denganmu, Mel. Mama akan selalu menemani kamu, ke mana pun kamu pergi,” kata Nyonya Nandini berusaha meluluhkan hati Meliana. Bagaimanapun, dia tidak akan membiarkan putrinya pergi seorang diri. Apalagi, Meliana saat ini sedang dirundung keputusasaan yang mendalam. Melihat ibunya terus memohon, Meliana akhirnya membuka pintu mobil. Setelah Nyonya Nandini masuk, perempuan itu langsung menginjak pedal gas dan melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Yang diinginkan Meliana hanyalah melampiaskan amarah yang sedang membakar dirinya, dengan cara mengemudi secara ugal-ugalan. Catleya hanya bisa memandang kepergian ibu dan adik tirinya dengan tatapan nanar. Ia bingung harus berbuat apa saat ini. Di satu sisi, ia mencemaskan kondisi Meliana dan Nyonya Nandini, tetapi di sisi lain hatinya masih terlalu pedih untuk bertatap muka lagi dengan mereka. Terlebih, bayi dalam rahimnya hampir saja celaka gara-gara ulah sang adik tiri. “Ayo, masuk, Non. Sebaiknya Non Leya istira

  • Suamiku Dari Desa Ternyata Tuan Muda   Playing Victim

    Meski harus melanggar pesan dari Rajendra, Catleya bertekad untuk mendatangi Nyonya Nandini. Hanya saja, dirinya saat ini sedang dijaga ketat oleh para pelayan. Jika ia nekat keluar dari apartemen, mereka pasti akan mengadu pada Rajendra. Oleh karena itu, ia harus mencari cara supaya diizinkan pergi seorang diri. Setelah berganti pakaian dan mengambil tas, Catleya pun berjalan mengendap-endap dari kamarnya. Namun, salah satu pelayan yang sedang membersihkan ruang tamu mengetahui pergerakannya. “Nyonya, mau ke mana? Tuan Muda berpesan agar Nyonya istirahat di kamar,” tegur pelayan itu. Pelayan yang satu lagi juga menghentikan pekerjaannya di dapur dan menghampiri Catleya.“Saya sedang merindukan mama saya, Mbak. Saya akan berkunjung ke rumahnya sebentar,” bohong Catleya. “Kalau begitu kami akan menelepon Tuan Muda dulu untuk meminta izin,” kata salah satu pelayan.“Jangan, Mbak, suami saya sedang ada urusan penting, tidak bisa diganggu. Lebih baik Mbak berdua tetap di apartemen untu

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status