Catleya pun terkejut saat mengenali pria tersebut. "Apa ada yang tertinggal, Tuan Bintang?" tanya Catleya berbasa-basi. "Kenapa kamu masih di sini? Jam pulang kantor sudah lewat dan sebentar lagi malam," tanya Bintang. Menyimpan payungnya di samping tubuh."Ini saya mau pulang, tapi taksi online yang saya pesan menolak semua."Bintang mengangguk paham. "Kalau begitu kamu pulang bersama saya!" ajaknya sembari menunjuk mobilnya."Tidak perlu, Tuan Bintang. Nanti merepotkan," tolak Catleya sungkan. Rajendra juga pasti tidak akan senang jika sampai tahu ia diantar oleh Bintang. "Sama sekali tidak merepotkan, Leya. Saya yakin kamu akan sulit mendapatkan taksi saat cuaca buruk begini." Bintang menggerakkan telunjuknya ke arah pintu mobil. "Cepat masuk, jangan sampai kamu sakit dan tidak masuk kerja. Tanggung jawabmu sebagai sekretaris CEO masih banyak." Bintang tidak berniat menyindir kepindahan Catleya yang mendadak. Dia murni ingin mengantar wanita itu pulang. Namun, Catleya jadi
"Apa Pak Rajendra sakit?" tanya Catleya penuh kekhawatiran. Dia pun menyuruh Rama untuk membaringkan sang suami di sofa sementara waktu."Tidak, saya hanya minum sedikit saat menemani Mr. Zhang,” jawab Rajendra seraya memejamkan mata.Catleya mengangguk paham.Ia dapat mencium sedikit aroma alkohol dari tubuh sang suami."Pak Rajendra tidak terbiasa minum. Jadi kemasukan alkohol yang kadarnya rendah saja langsung mabuk." Rama berbicara tanpa terkesan mengejek. Murni memberitahu Catleya karena wanita itu terlihat cemas."Terima kasih sudah membawa Pak Rajendra pulang,” tutur Catleya kepada Rama. Catleya melepas sepatu beserta kaos kaki yang dipakai Rajendra. Membetulkan posisi bantal agar lebih nyaman. Dia merasa khawatir melihat sang suami dalam kondisi lemah. Semua itu tidak luput dari perhatian Rama, tetapi lelaki berkacamata itu tidak berani banyak bertanya. Urusannya dengan Rajendra hanya sebatas pekerjaan, bukan untuk mencampuri ranah pribadi. Terserah jika CEO ada main denga
Tahu sang suami dalam kondisi mabuk, Catleya pun berusaha melepaskan diri. Namun, tenaganya jelas tidak sebanding. Justru pinggulnya ditahan oleh Rajendra agar tidak banyak bergerak. Lama kelamaan perlawanannya kian melemah, seiring kecupan Rajendra yang berubah lembut. Tidak lagi kasar dan menuntut seperti saat mengawali. Bahkan, Catleya merasa dirinya begitu disayang oleh sang suami. Tanpa sadar, Catleya mulai membalas ciuman Rajendra sembari mencengkeram pinggiran kemeja lelaki itu. Keduanya bagaikan pasangan pengantin yang tengah dimabuk asmara. Sayangnya, ketika semua terasa begitu indah, Rajendra mendadak diam saja dan tidak bergerak. Catleya pun dibuat bingung. 'Apa yang salah?' batinnya.Dengkuran halus menyapa gendang telinga Catleya ,bersamaan dengan tubuh yang terasa kian berat. Setelah berciuman panas, lalu ditinggal tidur begitu saja. Catleya tidak mampu menahan senyuman geli melihat tingkah sang suami. Catleya pun mendorong tubuh Rajendra hingga lelaki itu bergulin
"Baiklah kalau menurut Bapak seperti itu." Catleya tidak memiliki kuasa untuk menolak, terutama bila Rajendra sudah memakai kekuasaannya sebagai CEO. Berdebat pun percuma karena ujung-ujungnya ia harus mengalah. Apalagi ia sudah terikat oleh berbagai pasal yang mewajibkannya tunduk kepada Rajendra. Sungguh, nasibnya hampir sama dengan seekor burung kecil yang terkurung di dalam sangkar emas. "Nanti pulang kantor naik taksi saja. Jangan mau diantar pulang siapa-siapa.""Baik, Pak. Ada lagi?" Catleya memiringkan kepala sedikit. Menunggu barangkali ada lagi perintah atau larangan yang diberikan sang suami. "Tidak ada, kamu boleh berangkat sekarang."Catleya mengangguk kemudian membuka pintu. "Saya permisi, Pak," ucapnya sebelum keluar.Sepeninggal Catleya, Rajendra masuk ke ruang kerja dan menemukan bukti rekaman tergeletak di atas meja. Lelaki itu duduk dan menyalakan laptop. Tidak sabar mengetahui isi yang ada di dalam.Awalnya, tidak ada yang aneh dari rekaman tersebut. Hilir mudi
Rajendra tiba di kantor sekitar pukul sepuluh. Lelaki itu buru-buru masuk ke ruangannya di lantai sembilan. Seperti biasa, Rama selalu mengiringi langkah Rajendra seperti seorang bodyguard yang mengawal sang tuan muda. Mengetahui Rajendra sudah datang, hal pertama yang Catleya lakukan adalah menyeduh teh. Kemudian, ia mengambil laporan yang sudah dibuatnya untuk diserahkan kepada sang atasan. Sementara itu, Rama terlihat sibuk mencari referensi video iklan. "Selamat pagi, Pak. Ini perbandingan laporan keuangan yang Bapak minta kemarin." Catleya meletakkan cangkir teh dan laporan ke atas meja Rajendra.Rajendra membuka laporan tersebut. Membaca dengan cermat dan teliti hasil pekerjaan sang sekretaris. Senyum puas tersungging di bibirnya begitu selesai."Bagus," puji Rajendra.Usai melapor, Catleya membuka buku agenda yang dibawanya. Membacakan revisi jadwal sang CEO berdasarkan pesan dari Pak Haikal. Sebelum menyebut rencana pertemuan dengan Maharani, Catleya memandang Rajendra denga
"Itu anaknya Pak Bintang? Lucu banget, ya. Cantik seperti blasteran orang Eropa,” puji Fani.“Aku dengar dari Bu Olive, mendiang istrinya Pak Bintang memang keturunan bule. Kulitnya putih bersih mirip Leya,” celetuk Ineke. Sekumpulan wanita muda itu terdiam ketika Bintang berjalan mendekati salah satu meja kafe. "Selamat siang, Pak Bintang!" sapa mereka serempak. Mendengar namanya dipanggil, Bintang lantas menoleh. Senyumnya terulas kepada para staf yang juga tengah makan bersama. Membuat sebagian dari mereka serasa tertancap panah asmara ketika melihat pria matang yang menawan itu. "Ini anaknya, Pak?" tanya Ineke dengan mata berbinar.Bintang mengangguk lantas menatap putrinya semata wayangnya yang masih terlihat bingung."Sayang, perkenalkan diri kamu pada Tante-tante ini. Bisa, kan?" Bintang berjongkok menyamakan tingginya dengan sang putri."Halo Tante, aku Milly."Catleya tersenyum kecil. Suaranya persis seperti yang ia dengar melalui telepon."Hai, Milly. Kamu cantik sekali.
Sekitar pukul dua, CEO dan asistennya baru kembali setelah makan siang. Rajendra selalu terlihat serius saat di kantor, Catleya jadi tidak bisa menebak perasaan lelaki itu setelah pergi dengan artis ternama. Mungkin dia senang atau malah biasa saja. Yang jelas Catleya tidak yakin kalau sang suami bisa tahan terhadap pesona Maharani. Permintaan izin untuk makan malam bersama dengan divisi akunting harus ditunda lebih lama. Rajendra langsung sibuk menggelar rapat bersama Pak Haikal untuk membahas syuting iklan yang akan dilakukan Maharani. Wanita itu sudah setuju untuk melakukan kerjasama. Catleya menunggu rapat selesai dengan gelisah. Sesekali kepalanya melongok dari ruangan mencari tahu Rajendra sudah keluar apa belum. Namun, hingga lebih dari waktu yang ditentukan sang suami belum juga kembali.Rajendra memang memiliki urusan lain. Lelaki itu pergi ke lantai delapan untuk menemui Ibrahim. Sesuai keinginannya setelah melihat rekaman CCTV, dia akan mengamati sendiri bagaimana reaksi
Menjelang waktu makan malam, Catleya membereskan pekerjaannya kemudian turun ke lantai tiga. Di sana Ineke dan yang lain sudah menunggu. Rupanya staf wanita yang tadi makan siang bersama Catleya belum puas menggoda. Mereka kembali membahas kedekatan Catleya dengan Milly sambil bisik-bisik.Catleya memilih untuk tetap diam daripada bingung harus menjawab apa. Tidak mungkin mengikrarkan pernikahannya dengan CEO, jadi biarlah para staf itu berasumsi sendiri selagi masih bersikap masuk akal. Toh, dia juga tidak bisa mengendalikan ucapan dan pemikiran setiap orang/ Rombongan dibagi menjadi dua. Staf pria ikut mobil Pak MK, sedangkan yang wanita ikut mobil Ineke. Sepanjang jalan, Catleya juga tidak banyak bicara. Hanya menatap gedung-gedung tinggi yang berkelebatan melalui jendela mobil."Leya, nanti kamu pulang bareng kami lagi, kan?" tanya Ineke."Mungkin nanti aku pulang naik taksi saja," jawab Catleya. Ineke tidak tahu tempat tinggal barunya ada di mana. Bagusnya juga tidak perlu tahu.